Selama ini Tomi tak menyangka kalau rumah tua yang dilewatinya tiap
malam sepulang kerja ternyata merupakan rumah angker yang menyimpan
beribu misteri. Peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu
merupakan pengalaman yang tak bisa dihilangkan dari ingatannya hingga
hari ini.
Sebagai pegawai pabrik sablon, bagi Tomi dan kawan-kawannya sudah
bukan merupakan hal yang aneh kalau tiap hari harus kerja lembur
mengerjakan pesanan dari perusahaan tempatnya bekerja. Tak jarang ia
baru bisa menyelesaikan pekerjaannya hingga tengah malam dan setelah itu
pulang ke rumah yang jaraknya lumayan jauh.
Seperti hari itu. Tomi diminta lembur oleh bosnya karena sedang
banyak pekerjaan. Dengan senang hati Tomi mengerjakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Tanpa tersa hari menjelng tengah malam. Tomi
berhasil menyelesaikan pekerjaaanya dan bergegas pulang setelah
memasukkan semua pesanan untuk besok ke dalam bungkusan. Dikayuhnya
sepeda tua peninggalan orang tuanya dengan pelan.
Sepanjang jalan yang dilewatinya terasa gelap, rupanya listrik di
daerah tersebut padam. Dengan pelan sepeda tua tersebut berjalan
menembus kegelapan malam. Sebetulnya hati Tomi sudah merasa tidak enak.
Jalanan yang gelap ditambah suasana jalan yang sepi membuatnya miris.
Tetapi rasa lelah karena seharian bekerja membuat tekadnya untuk pulang
dan segera tidur semakin kuat.
Tiba di tikungan, Tomi tanpa sengaja melihat rumah tua yang sudah
lama ditinggalkan penghuninya. Perasaannya menjadi tidak enak. Aneh
mengapa hatiku berdebar-debar, gumam Tomi.
Seperti ada yang menyuruh, Tomi malah menghentikan sepedanya. Rasa
takut yang mencekamnya membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan kaki yang
bertopang pada sandaran sepeda. Tomi mencoba memberanikan dirinya untuk
menatap rumah tua yang ada di depannya. Jantungnya semakin
berdebar-debar.
Apa aku lebih baik kembali dan tidur di gudang saja ya? tanya hati
Tomi penuh rasa bimbang. Dia juga heran mengapa dirinya tidak segera
beranjak dari tempat itu. Sebaliknya, kakinya justru melangkah mendekati
rumah tua itu. Tomi merasakan ada kekuatan gaib yang menariknya untuk
terus mendekat ke rumah itu.
Perasaan hatinya yang semakin kacau menjadi semakin tidak karuan
waktu dilihatnya sesosok bayangan tampak berkelebat ke luar dari arah
pintu pagar rumah kosong tersebut.
Dengan kaki yang gemetar karena ketakutan melihat bayangan tersebut. Tomi berusaha membalikkan sepedanya untuk berputar kembali.
Belum selesai ia mengangkat roda sepedanya untuk berputar terdengan
suara memanggilnya. “Mas…!” suara parau terdengar menyapanya.
Dengan memberanikan diri Tomi yang sudah bersiap-siap untuk mengambil
langkah seribu menatap ke arah suara tersebut. Ternyata suara tersebut
keluar dari seorang pria paroh baya berpakaian hitam dengan sarung
membelit lehernya. Bayangan tersebut bergerak mendekatinya sambil
mengarahkan lampu senter menyoroti Tomi beserta sepedanya.
Melihat sosok laki-laki beserta lampu senter yang menyorotinya, hati
Tomi merasa lega. Bayangan yang dikiranya hantu tersebut ternyata
merupakan manusia.
“Ada apa Pak?” kata Tomi balik bertanya.
Laki-laki bersarung tersebut tersenyum, sementara lampu senter di
tangannya tampak digoyang-goyang. “Saya Basori, penjaga rumah tua ini,”
laki-laki itu memperkenalkan dirinya pada Tomi. Tangan kanannya yang
juga besar-besar memegang stang sepeda Tomi. “Kalau boleh saya ingin
numpang sampai pohon beringin di pojok desa. Mau mengambil bekal makanan
untuk menjaga di rumah tua ini.”
Tomi menatap heran tanda tak mengerti. “Saya tadi lupa membawa bekal.
Ketinggalan di rumah” Basori meneruskan ucapannya yang terpotong.
“Boleh..boleh” Tomi langsung mengiyakan karena merasa gembira ada teman.
Tak
lama kemudian Basori membonceng di sepeda Tomi. “Busyet. Berat banget
ini orang,” kata Tomi dalam hati sambil tetap mengayuh sepedanya.
Di perjalanan lampu listrik yang padam tetap belum menyala. Tapi
dengan adanya lampu senter yang dibawa Basori, jalanan yang gelap
menjadi agak terang.
“Sudah, sini saja Mas,” Basori berkata kepada Tomi, ia menepuk bahu
Tomi memberi isyarat agar berhenti. Tomi kemudian menghentikan sepeda.
“Rumah saya ada di balik gerumbulan pohon itu,” Basori menunjuk ke arah pepohonan di balik tikungan jalan.
Tomi hanya bisa menatap gerumbulan pohon yang ada.
Basori kemudian memasukkan senternya pada saku jaket Tomi “Senternya buat Mas saja. Buat kenang- kenangan.”
Tomi hanya bisa mengucap terima kasih. Ditatapnya laki-laki paroh
baya bernama Basori yang melangkah melewati gerumbulan pohon yang ada.
Tampak laki-laki itu menoleh. Namun wajah pria paroh baya itu kini
berubah menjadi makhluk tinggi besar penuh bulu yang menutupi seluruh
tubuhnya.
Tomi yang melihat hal tersebut hanya bisa berteriak minta tolong
sambil mengayuh sepedanya sejauh mungkin. Sesampai di rumah diambilnya
senter milik genderuwo yang mengaku bernama Basori tersebut dari
sakunya. Senter itu ternyata telah berubah menjadi sebuah batu akik.
Tomi sebetulnya merasa takut dan teringat akan genderuwo yang
menakut-nakutinya sebelum ini. Tapi selanjutnya ia berpikir tentu batu
akik ini bukan sembarangan karena milik genderuwo. Pasti mempunyai
khasiat.
Keesokan harinya dipakainya cincin tersebut bekerja. Entah pengaruh
cincin yang dipakainya atau bukan. Tumpukan kain yang akan disablonnya
menjadi terasa ringan. Pekerjaan yang semestinya harus diselesaikannya
dalam beberapa jam mampu diselesaikannya dalam setengah jam. Bahkan yang
menakjubkan tumpukan bahan sablon dalam kaleng mampu diangkatnya hanya
dengan satu tangan.
“Rupanya cincin ini benar-benar berkhasiat,” dengan bangga Tomi mengelus-elus cincin tersebut.
Ternyata khasiat cincin genderuwo bukan itu saja. Di warung Mbak Ira
tempatnya makan siang kalau bekerja, cincin genderuwo itu juga mempunyai
khasiat yang lain. Rina anak gadis Mbak Ira yang selama ini selalu cuek
kalau digoda para pria, tiba-tiba menjadi genit pada Tomi. Dengan
kerling mata yang nakal mengarah ke Tomi gadis itu tampak dengan sibuk
meladeni Tomi makan. Selama ini jangankan melayani, menoleh saja ia
tidak mau. Berkali-kali Tomi mengelus akiknya . Ia seolah-olah mendapat
durian runtuh dengan memiliki cincin genderuwo tersebut. Bayangan tubuh
Rina yang bahenol seakan-akan menari di benaknya. Ia sudah membayangkan
malam ini akan meniduri tubuh Rina yang montok, daripada meniduri tubuh
istrinya yang sudah mulai kendor .
Seminggu sudah Tomi memiliki cincin genderuwo tersebut. Di malam
Jumat setelah capek setelah seharian bekerja Tomi terlelap di ruang
tamu. Sementara istrinya tidur di kamar sendiri. Tanpa terasa semalam
suntuk ia telah tidur dengan nyenyaknya. Paginya setelah bangun dengan
wajah sumringah sang istri menghidangkan kopi .
”Mas tadi malam lain lho. Kuat sekali. Aku sampai berkali-kali,” celoteh istri Tomi dengan genitnya.
Mendengar ucapan sang istri, Tomi merasa terkejut. Didesaknya sekali
lagi istrinya. Kepalanya serasa berputar-putar manakala istrinya
bercerita kalau semalam telah berhubungan badan dengan Tomi dan merasa
puas sekali. Tidak biasanya Tomi menjadi begitu perkasa di ranjang.
“Genderuwo keparat!!!!” teriak Tomi setelah mendengar cerita
tersebut. Sang istri hanya melongo tanda tak mengerti. Tomi mencaci maki
membayangkan apa yang telah dilakukan genderuwo tersebut sewaktu ia
tertidur dengan nyenyaknya. Dengan bergegas ia mengayunkan sepedanya ke
rumah tua tempat ia bertemu genderuwo seminggu sebelumnya.
Dilemparkannya cincin tersebut ke arah rumah tua tersebut. Cincin
yang terlempar itu langsung lenyap masuk kedalam halaman rumah kosong.
Ternyata cincin genderuwo itu membawa korban. Si genderuwo pemilik
cincin berubah bentuk menjadi Tomi dan menyetubuhi istrinya. Sebagai
makhluk halus, genderuwo memang bisa berubah bentuk. Bagaimanapun juga
genderuwo adalah setan.***