Kisah tentang keris pusaka yang membawa kutukan dan pencabut nyawa
bukanlah cerita klise semata. Kisah-kisah mistis berikut ini
membuktikannya....
Pedang Luwuk menjadi amat terkenal semasa terjadi perang saudara antara
Bre Wirabumi (Blambangan) dengan Ratu Ayu Kenconowungu (Majapahit).
Perang yang menghancurkan Majapahit ini dalam sejarah dikenal dengan
sebutan Paregreg.
Ribuan nyawa terbantai karena ambisi kekuasaan dan keegoan para
pemimpin ketika. Dan salah satu pusaka yang paling ditakuti pasukan
Majapahit kala itu adalah Pedang Luwuk, sebuah pedang yang bentuknya
sederhana, hitam legam, dengan ciri khas di bagian yang tajam ada
gambar matahari terbelah yang jumlahnya "ganjil" (satu, tiga, atau
lima). Keampuhan pedang ini sangat luar biasa.
Dinamakan Pedang Luwuk, karena dibuat oleh seorang Empu yang bernama Ki
Luwuk. Dan dalam proses pembuatannya untuk menyepuh digunakan bisa
(upas) ular Luwuk yang racunnya terkenal sangat mematikan. Siapa pun
akan membiru dan mati dengan sangat menyakitkan.
Bila orang yang menggerakan Pedang Luwuk ini mampu menguasai ilmu
Postipnotis, maka sekali watek saja, musuh yang jumlahnya ratusan akan
terkena perbawa Pedang Luwuk dan keracunan semua. Dalam perang
Paregreg, pasukan Majaphit banyak sekali yang mati karena Pedang Luwuk
ini.
Sedangkang Pedang Luwuk yang khusus untuk pejabat tinggi, proses
pembuatannya juga agak istimewa dibagian "pamor" matahari terbelahnya
setelah disepuh harus ditempelkan pada vagina perawan suci yang baru
mendapatkan haid pertama kali. Sehingga pedang khusus ini selain
memiliki bisa yang luar biasa, juga punya daya pekasih yang tinggi.
Pemegang Pedang Luwuk khusus ini akan banyak dicintai kaum wanita.
Konon, gadis yang habis ditempeli pedang ini, keesokan harinya akan
mati, dan atsma-nya berpindah dalam Pedang Luwuk. Ciri khusus Pedang
Luwuk yang satu ini, warangkanya pasti terbuat dari perak, ukirannya
juga perak murni.
Sekitar tahun 2002 awal bulan Suro, seorang rekan Penulis yang tinggal
di Banjarmasin yang memiliki Pedang Luwuk ini menjamaskannya pada
tukang jamas pribadinya. Seperti biasa, setiap 1 Suro jamasan Pedang
Luwuk ini harus khusus yaitu dimandikan dengan darah ayam cemani
jantan.
Kebetulan, bersamaan dengan itu, ada seorang dokter yang juga memiliki
Pedang Luwuk sama dengan milik rekan Penulis, Nur Ilham. Diapun juga
menyerahkan satu ayam cemani jantan untuk penjamasan.
Pak Ode, si tukang jamas ini merasa merasa sayang menyembelih 2 ekor
ayam untuk menjamas 2 pusaka Pedang Luwuk tersebut. Karena itu hanya
satu saja yang disembelihnya untuk jamasan 2 pusaka ttersebut.
Sesaat setelah jamasan memang tidak terjadi apa-apa. Namun, satu minggu
setelah itu, Pak Ode jatuh sakit dan harus diopname. Padahal dia belum
pernah sakit selama ini.
Hanya tiga hari sakit Pak Ode langsung meninggal dunia. Tubuhnya yang
semula pucat pasi seperti kehabisan darah, menjadi kebiru-biruan.
Kejadian ini baru diketahui oleh Nur Ilham, saat ia melayat ke rumah
Pak Ode. Ilham terkejut sebab ternyata di belakang rumah Pak Ode masih
terdapat seekor ayam cemani jantan miliknya. Saat ditanyakan kepada
salah seorang putra almarhum, barulah terkuak misteri aneh itu.
Ternyata untuk penjamasan mandi darah ayam cemani hanya disembelih satu
ekor ayam saja.
Menyimak penjelasan ini, apa mungkin khodam Pedang Luwuk yang
bersamayam di pusaka milik Nur Ilham dan dokter itu menjadi murka dan
marah lalu menyerang Pak Ode yang dianggap tak jujur?
Sukar sekali dijelaskan dengan fakta yang ada. Namun kata tenaga medis,
Pak Ode terkena racun ular berbisa yang mematikan. Ketika datang ke RS
sudah dalam keadaan sangat akut, sehingga nyawanya sulit tertolong.
Anehnya, Pak Ode tak pernah dipatuk ular sebelum jatuh sakit.
"Dua hari setelah Pedang Luwuk saya jamaskan ditempatnya Pak Ode, malam
harinya saya ditemui dua perwujudan seperti munyuk (orang hutan).
Mereka tampak marah dan ingin segera pulang. Kalau yang pakai jamang
saya, kenal, dia khodam pusaka saya yang sudah sering saya jumpai. Tapi
yang lebih besar dan agak liar aku tak kenal. Mungkin khodam pusaka
dokter itu," cerita Nur Ilham kepada Misteri.
Nasi sudah menjadi bubur. Keteledoran yang sepele saja harus ditebus
dengan nyawa. Itulah kalau main-main dengan alam halus, apalagi
penghuni jagad lelembut itu yang memiliki pemberang seperti khodam
Pedang Luwuk. Alangkah baiknya bila tak memahami seluk beluk pusaka,
lebih baik tak usah menyentuhnya.
TUMBAL PUSAKA KYAI NOGO PASUNG
Kisah tentang keris pusaka yang membawa kutukan dan pencabut nyawa
bukanlah cerita klise semata. Seperti Keris Mpu Gandring yang melegenda
karena mencabut 7 nyawa ksatria utama. Juga Keris Setan Kober yang
menggegerkan intrik kekuasaan Demak Bintoro.
Meski tak sebesar kedua keris pencabut nyawa tersebut, di era millenium
ini, masih banyak pusaka yang juga haus darah. Pusaka berornamen
seekor naga berlekuk 9 ini mencabut beberapa nyawa tak berdosa. Oleh
pemiliknya, pusaka kutukan ini diberi nama Kyai Nogo Pasung.
Bermula dari seorang pedagang tosan aji yang bermukim di Polokarto,
Miclas Prijanto. Kebetulan dia ditawari agar memahari sebilah pusaka
oleh seseorang yang merasa tak kuat ditempati pusakanya.
Setelah dilihat ternyata pusaka itu ber-ornamen seekor naga berlekuk 9. Pemiliknya minta agar dimahari 3,5 juta rupiah.
Setelah terjadi tawar menawar harga, akhirnya disepakati dan dilepas
dengan mas kawin 1.250.000 rupiah. Dan jadilah pusaka itu menjadi milik
Michlas Prijanto. Karena dia pedagang, maka segera saja ditawarkan
pada para pelanggannya. Memang banyak yang meminatinya untuk dijadikan
koleksi maupun diambil tuahnya.
Dan yang paling getol mengejar adalah Pak Madi, penggemar tosan aji
dari Semarang. Kala itu dilepas dengan mahar 2 juta rupiah. Anehnya,
baru dua bulan pusaka itu dibawa Pak Madi, dikembalikan lagi ke kios
Michlas Prijanto. Wajah Pak Madi tampak kurus kering, kelihatannya
habis sakit yang cukup kritis.
"Pak Michlas, pusaka ini saya kembalikan. Terserah Bapak, mau
mengembalikan mahar saya berapa," kata Pak Madi lirih sambil
menyerahkan pusaka Kyai Nogo Pasung.
"Memangnya kenapa tho, Pak Madi?" tanya Michlas ingin tahu.
Tadinya Pak Madi tak mau menceritakan kisah tragis yang menimpa
keluarganya. Setelah ketempatan tosan aji ini, hanya dalam kurun waktu 2
bulan, ia kehilangan 2 anaknya yang disayangi, akibat sakit yang aneh
dan kecelakaan lalu lintas. Dan dirinya mulai didera sakit-sakitan.
Anehnya, setiap malam Jum'at, Pak Madi selalu mimpi melihat seekor naga
hanya kepalanya saja, menghisap darah manusia.
Mendengar hal itu, Michlas merasa kasihan. Ia hanya memotong 10 persen
dari total pembelian dahulu. Pusaka itu kembali jadi milik Michlas. Dia
lalu membawa pusaka Nogo Pasung ke rumahnya. Anehnya, hanya dalam
waktu satu bulan saja, istrinya sakit parah dan harus opname di rumah
sakit. Sejak ada pusaka itu Michlas pun mengaku selalu kacau
pikirannya, bahkan beberapa kali ia terjatuh dari sepeda motornya. Lalu
ia mulai mengkait-kaitkannya dengan Nogo Pasung.
Beruntung, dalam waktu tak lama ada orang dari Temanggung yang
menanyakan Kyai Nogo Pasung. Orang itu sayangnya hanya berani menawar 1
juta rupiah saja. Karena Michlas ketakutan dengan Kyai Nogo Pasung,
segera saja diberikan. Legalah dia sejak pusaka kutukan pergi,
keluarganya normal kembali seperti sedia kala.
Tiga bulan berlalu dengan damai. Dan di suatu siang, tiba-tiba orang
dari Temanggung yang pernah memahari pusaka Kyai Nogo Pasung datang
lagi. Hati Michlas deg-degan tak karuan. Ia menduga pasti pusaka
kutukan itu akan dikembalikan lagi. Dugaannya ini memang benar.
Menurut cerita pembeli terakhir ini kepada Michlas, kejadian yang
dialaminya jauh lebih tragis lagi. Rumahnya kebakaran dan habislah
harta bendanya. Anehnya saat terjadi kebakaran, meski almari tempat
menyimpan pusaka ini jadi abu, kotak penyimpanan Kyai Nogo Pasung hanya
gosong saja, dan pusaka dan warangkanya utuh.
Hanya dalam tiga bulan menyimpan pusaka ini, tujuh kali dia mengalami
musibah serius. Meski tak sampai meminta tumbal korban jiwa. Sang
pemilik terakhir mendesak Michlas agar mau mengambil kembali pusakanya
ini, atau paling tidak dititipkan untuk dimaharkan ke orang lain.
Michlas si pedagang tosan aji ini benar-benar serba ketakutan dengan
pusaka ini. Beruntung saat itu ada Engkong, seorang suhu keturunan
Thionghoa yang katanya tinggal di Jakarta (Tebet). "Orang-orang tosan
aji hanya tahu nama beliau Engkong saja," cerita Michlas.
Engkong sangat tergiur pada pusaka itu. Michlas segera saja menyerahkan
pusaka itu pada Engkong. Dan waktu itu oleh Engkong hanya dimahari 750
ribu rupiah saja. Dengan teliti Engkong mengamati bilah pusaka
tersebut. Tampaknya dia sangat memahami getar-getar gaib yang tersimpan
di dalam bilah pusaka sangar ini.
Menurut Engkong, tangguh pusaka ini dibuat zaman kerajaan Pajang.
Dapurnya biasa disebut Nogo Nowo atau biasa dinamakan Kyai Nogo Pasung.
Pembawaannya sangat keras dan kasar. Bila tak mampu mengendalikan
perangainya pusaka ini akan membawa bencana, bahkan sampai tumbal nyawa.
Hanya cocok digunakan oleh orang yang bergerak dalam bidang
kemiliteran. Perbawanya, akan membatasi ruang gerak musuhnya atau lawan
politiknya.
Bila dibawa ke medan pertempuran dan dilepas dari warangkanya, akan
tampak terlihat seekor naga hitam yang sangat besar seperti mengamuk.
Kebetulan waktu itu Penulis ada dilokasi tempat transaksi pemaharan itu
berada. Dan sebelum dibawa Engkong, pusaka Kyai Nogo Pasung dapat
diabadikan terlebih dahulu.
Memang, sebaiknya berhati-hati dengan bilah pusaka. Bila tak paham lebih baik tak usah menyentuhnya. Apalagi mengoleksinya.