“Waktu itu, sekitar jam 4 subuh, saya
bersama lima teman nongkrong di jembatan Simpang Benteng di Kota
Mempawah,”
Agus kelahiran Kota Mempawah, Ibu kota
Kabupaten Pontianak, yang terletak sekitar 67 kilometer dari Kota
Pontianak. Sekitar 1,5 tahun lalu, dia masih tinggal di Mempawah dan
belum bekerja sebagai satpam.
Dia dan teman-temannya sering nongkrong
di jembatan yang terletak di daerah yang biasa disebut Simpang Benteng.
Meski namanya Simpang Benteng, tutur Agus, tapi daerah itu bukanlah
persimpangan. Memang, sekitar 50 meter dari tempat itu, dijumpai
persimpangan tiga, yang satu di antaranya merupakan akses menuju Kota
Singkawang.
Di areal yang oleh warga setempat
diyakini angker dan ada penunggunya itu, berdiri sebuah jembatan besi
untuk melintasi anak sungai yang memotong, disebut Jembatan Benteng.
Nah, di situlah ada belokan mematah yang sangat tajam menuju ke kanan,
jika ditempuh dari arah Kota Pontianak.
Meski letaknya sudah di Kota Mempawah,
areal itu gelap gulita pada malam hari. Kala itu, ujar Agus, di sekitar
Simpang Benteng, ada tiga buah rumah toko (ruko) di kiri jalan.
Kemudian di sebelah kanannya, ada sebuah rumah penduduk.
“Agak sepi, karena pemukiman penduduk
agak ke arah dalam. Lagi pula sekitar beberapa puluh meter dari
jembatan itu, ada kuburan,” kata dia.
Malam itu, seingat Agus, merupakan malam
Jumat. Dia dan lima temannya nongkrong di Jembatan Benteng, menemani
seorang rekannya yang berjualan bensin eceran di pinggir jembatan itu.
“Kalau malam sering pengendara melintas, dan kadang-kadang mereka beli
bensin juga,” ujar Agus.
Menjelang pukul 04.00, dia dan lima
temannya melihat sesosok putih melintasi tempat itu. Agus yakin, dia
tidak salah lihat. Sosok itu persis gambaran kuntilanak yang sering
diceritakan warga setempat.
“Pakaiannya putih, rambutnya panjang
hingga kaki. Saya dan kelima teman melihat sejelas-jelasnya dalam jarak
sekitar 10 meter,” ucap Agus, yang mengaku masih merinding jika
mengingatnya.
Sosok kuntilanak itu melintas dengan cara
melayang. Dia tampak menyerat peti mati dengan rantai. Tanpa suara,
karena dalam penglihatan mereka, sosok kuntilanak dan peti mati itu
seperti melayang.
“Kami segera lari menjauh menuju ruko
yang ada di situ. Kuntilanak itu melayang ke arah kuburan. Setelah
hilang dari pandangan kami, bensin eceran jualan teman saya segera
dikemas, dan kami kabur naik sepeda motor, pulang,” tutur Agus.
Sebelumnya, Agus mengaku pernah
diceritakan oleh para orangtua, kalau Simpang Benteng itu angker dan
ada penunggunya. Dia pun pernah mendengar cerita, sering muncul
kuntilanak menyeret peti, pertanda akan ada korban jiwa esok harinya.
“Ini benar terjadi, besoknya sekitar
pukul 10 pagi, saya dengar ada pengendara sepeda motor yang kecelakaan
dan meninggal seketika di Jembatan Benteng. Saya dan teman-teman sampai
tiga pekan tak berani muncul ke situ,” ucap Agus.
Menurut catatan Tribun Pontianak, daerah
tersebut memang rawan kecelakaan. Meski dalam tahun ini tidak
merenggut korban jiwa, tapi kecelakaan kecil nyaris terjadi tiap pekan.
Jalan tersebut memiliki ruas jalan belokan mematah yang cukup tajam,
dan lagi jalan itu merupakan lintasan akses dari Kota Pontianak menuju
Singkawang, dan sebaliknya