Nyi Blorong dipercaya sebagai penglima terkuat di kerajaan lelembut Laut
Selatan. Dengan kemampuannya itu, ia di anggap sanggup mewujudkan
setiap permintaan manusia yang mengajaknya bersekutu. Tetapi, benarkah
kepingan-kepingan emas yang diberikan bukan kisah legenda semata?
Ombak
Pantai Selatan bergulung-gulung dahsyat. Bak makhluk apa saja yang ada
disekitarnya. Banyak orang mengidentifikasi tempat itu sebagai daerah
kekuasaan Nyi Roro Kidul atau Nyi Blorong. Tentu saja dengan segenap
senopati dan punggawanya yang terdiri dari bermacam-macam makhluk
halus.
Jika Nyi Roro Kidul selama ini dikenal senagai penguasa
gaib keraton Pantai Selatan, maka Nyi Blorong dikenal sebagai salah
satu petinggi di jajaran keraton Segara Pantai Selatan yang memiliki
kesaktian yang luar biasa.
Karena kehebatannya itu pula. Nyi
Blorong di anggap bisa memback-up sepenuhnya setiap keinginan manusia
yang menjalin persekutuan gaib dengannya. Nyi Blorong yang di gambarkan
sebagai sosok wanita dengan tubuh ular itu di percaya dapat
mendatangkan kekayaan bagi orang yang mengajaknya bersekutu. Dengan
melakukan persekutuan tersebut, setiap kali Nyi Blorong datang akan
meninggalkan keping-keping emas di tempat dia menemui orang yang
menjalin hubungan dengannya.
Emas yang ditinggalkan oleh Nyi
Blorong sengaja diberikan kepada orang yang menghambanya itu sebenarnya
merupakan sisik-sisik tubuh Nyi Blorong sendiri. Sisik-sisik tersebut
akan terus mengalami perubahan setiap kali menerima persembahan sesaji
dari orang yang mengajaknya bersekutu. Sisik-sisik yang ditinggalkan
itu akan berubah menjadi emas murni.
Tampilan Nyi Blorong yang
nampak sebagai seorang ratu dengan kebaya tradisional yang sangat
memikat itu sebenarnya merupakan perwujudan kamulfase dari sosok Nyi
Blorong yang sebenarnya. Karena kesaktiannya, dia bisa nampak seperti
itu. Sebenarnya, kain panjang sulaman benang emas yang dikenakannya itu
adalah wujud dari tubuhnya bagian bawah yang berupa ular raksasa.
Untuk
menyokong penampilan di depan para pemujanya, agar selalu tampil
anggun, cantik, dan berwibawa, Nyi Blorong selalu mensyaratkan kepada
orang yang mempersekutukannya agar melakukan rirual ‘cawis sesaji’.
Ritual tersebut umumnya berlangsung pada malam-malam purnama. Konon,
pada saat malam purnama penuh Nyi Blorong akan tampak semakin cantik,
dan tuah kesaktiannya berpendar sempurna. Tuah kesaktian itu sendiri,
akan mendukung penampilan kecantikannya. Namun, ketika bulan purnama
mulai surut, dia akan segera nampak dengan perwujudan aslinya. Yakni
siluman kepala mirip manusia dengan tubuh bagian bawah berupa ular
raksasa.
Sudah barang pasti banyak syarat yang harus dipenuhi
untuk bisa menjalin persekutuan dengan Nyi Blorong dan mendapatkan
sisik-sisik emas dari tubuhnya. Yang harus dilakukan pertama kali
adalah melakukan ritual ‘mbucal badan’ (berpuasa dan bersemedi) di
wilayah pantai laut selatan selama empat puluh hari empat puluh malam.
Ritual ini sangat menentukan berhasil tidaknya persekutuan. Sebab, pada
ritual inilah Nyi Blorong akan muncul dan memberikan syarat-syarat
khusus kepada yang menginginkan persekutuan.
Bila syarat-syarat
khusus, yang umumnya berupa penampakan wilayah gaib keraton Laut
Selatan dan Nyi Blorong dalam mimpi sudah didapatkan, maka ritual
lanjutan berupa larung sesaji di wilayah laut selatan baru bisa
dilaksanakan. Sesaji pokok yang harus dilarung, biasanya berupa dua
sisir pisang raja, kinang, sekar abon-abon, jajan pasar lengkap, dan
beragam tanaman ubi-ubian atau yang biasanya disebut ‘pala kepandhem’.
Sedangkan barang-barang yang harus dilurung untuk dipersembahkan kepala
keraton gaib Laut Selatan dan Nyi Blorong harus dibagi dua
masing-masing diletakkan dalam sebuah wadah yang terbuat dari kuningan.
Pada
wadah yang pertama disertakan kain panjang bermotif cinde ijem, cinde
abrit, sinjang limar, dan kain penutup dada bermotif solog, gadhung
mlathi, gadhung, udorogo, jingga, bangun tulak, serta tikar pasir yang
ditutupi mori. Selain itu juga harus disertakan minyak wangi, dupa
ratus, dan uang rogam ratusan.
Sedangkan pada wadah yang ke dua
di isi dengan kain panjang bermotif poleng, teluh watu, kain penutup
dada bermotif dringin, songer pandhan benethot, podhang ngisep sari,
bangun tulak, minyak wangi, serta dupa ratus, dan uang rogam seratus
rupiah.
Ritual labuhan barang dan sesaji ini tidak hanya
dilakukan sekali, melainkan harus dilaksanakan secara rutin setiap
tahun pada tangal dan waktu yang sama dengan ritual larungan yang
pertama kali diadakan.
Selain ritual yang diatas, Nyi Blorong
juga menerapkan syarat yang sangat berat bagi orang yang menjalin
persekutuan gaib dengannya. yaitu mereka yang bersekutu dengan Nyi
Blorong sama dengan melakukan kontrak ‘mati’ dengannya. Sebab saat ajal
menjemput, arwah orang tadi akan menjadi bagian dari penghuni keraton
gaib Laut Selatan. Dia akan menjadi abdi dalam dan untuk selamanya di
sana. Selain itu, dalam jangka waktu tertentu, Nyi Blorong juga akan
meminta tumbal nyawa untuk penambahan prajuritnya.
Tumbal jiwa
ini pula yang ikut memberi andil dalam meremajakan kulit ular Nyi
Blorong. Sehingga, semakin banyak tumbal yang dipersembahkan maka akan
semakin banyak keping-keping emas yang akan diterima dari Nyi Blorong.
Oleh karena itu, tumbal nyawa ini tidak hanya berfungsi sebagai
penambahan prajuritnya, tetapi juga sebagai penunjang kecantikan dan
kesaktian Nyi Blorong. Sementara disisi lain, tumbal nyawa manusia ini
akan digunakan sebagai sarana pemuas nafsu Nyi Blorong.
Nyi
Blorong memiliki nafsu seksual yang luar biasa. Dan untuk memuaskan
hasratnya, tumbal-tumbal itulah akan dijadikan semacam budak pemuas
nafsunya. Dengan terpenuhi hasratnya, kecantikannya akan senantiasa
terpelihara. Tidak hanya itu saja, biasanya si pencari pesugihan juga
harus melayani Nyi Blorong pada saat-saat tertentu sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan sisik emasnya. Dan bersebadan dengan Nyi
Blorong tidak jauh sama seperti menyerahkan hidup kepadanya. Sebab. dia
juga menyedot energi kejiwaan untuk menggantikan sisiknya yang
terlepas.