Sejumlah pemeluk Kristiani yang fanatik mengalami penderitaan
sebagaimana dialami Kristus. Pada tubuh mereka tumbuh luka. Mereka
berdarah. Mengapa demekian? Apakah ini fenomena tentang stigmata? Apakah
mereka tidak kesakitan? Masih banyak pertanyaan senada yang tersisa
untuk dijawab.
Gemma Galgani adalah seorang anak yatim.
Usianya 23 tahun dan berhasrat menjadi biarawati. Namun kehendak alam
tidak mengijinkan dirinya menggenakan jubah putih itu. Dia menderita
penyakitTBC tulang belakang. Dia menerima nasibnya dengan pasrah dan
akhirnya bekerja sebagai pembantu rumaha tangga. Tapi Gemma tidak lupa
pada cita-citanya. Dia tetap rajin berdoa dan sangat taat kepada
Tuhannya. Suatu hari ketika sedang berdoa menjelang hari peringatan
penyaliban Yesus Kristus, Gemma mengalami sebuah penglihatan yang
mengubah jalan hidupnya. Keesokan harinya, saat membuka pintu kamar
Gemma, ibunya menjerit ketakutan. Tangan dan pungung Gemma dipenuhi
tanda seperti bilur-bilur luka dan pakainnya basah oleh darah. Inilah
gejala awal dimulainya Stigmata. Stigmata selalu terjadi pada hari Kamis
dan menghilang dengan sendirinya keesokan harinya. Luka stigmata
biasanya menutup pada hari Jumat dengan meninggalkan bekas berwarna
keputih putihan.
Peristiwa ini terjadi pada 1901. Kasus Stigmata yang terawal
diberitakan terjadi berabad-abad yang lalu yaitu pada tahun 1224. Santo
Fransiskus dari Assisi mengalami Stigmata saat menjalani retret spritual
(khalwat) di gunung Alvernia Itali. Namun sejak 1909 sudah banyak kasus
Stigmata yang dilaporkan.
Seorang pemimpin agama berdarah Spanyol yang menunjuk dirinya Paus
berkali-kali mengalami Stigmata dengan luka dibagian kepala seperti
akibat memakai mahkota duri dan luka di lambung selama tahun 1970 an.
Pastor Pio Fortgione memperoleh Stigmata pada tahun 1915 di usianya
yang ke28. Semenjak itu dia terus terus mengalami Stigmata sampai akhir
hayatnya pada 1968.
Pastor Pio salah satu penerima Stigmata yang paling dihormati. Pada
kedua telapak tangannya terdapat luka berbentuk lubang sehingga dia
selalu mengalami kesakitan. Tapi Pastor Pio tidak pernah mengeluh
sedikit pun karena daya tahan nya yang luar biasa.
Teresa Neumann, seorang Bavaria yang miskin menderita sakit yang
tidak bisa disembuhkan. Dia mengalami Stigmata di tahun 1926. Luka-luka
muncul di daerah tangan, lambung, dan dahinya. Bobot badannya turun
drastis. Sejumlah dokter yang memeriksanya heran melihat kenyataan itu.
Dunia kedokteran lebih dikejutkan lagi dengan fakta aneh pada diri
Theresia. Meskipun wanita itu tidak mengeluarkan sekresi (keringat, air
seni, feces dsb.) dan sistim pencernaan nya rusak, dia bisa berumur
panjang.
Cloretta Robinson seorang bocah seumur 10 tahun, mengalami Stigmata
pada tahun 1972. Dia mampu hidup selama 19 hari setelah kejadian itu.
Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan, sebab dia warga kulit hitam non
Katholik yang mengalami Stigmata. Ada kasus lain yang tentang seseorang
yang menangis darah yang dianggap sebagai tanda stigmata sesungguhnya.
Kasus-kasus Stigmata seperti ini terus terjadi bahkan hingga masa
kini. Pertanyaan yang terbit berkaitan dengan ini, siapa orang-orang
yang mengalami Stigmata itu sendiri?
Istilah Stigmata berarti luka yang diderita Yesus sejak dia
ditanggkap, diadili, dan disalibkan.Orang-orang yang mengalami Stigmata
juga mengalami luka diberbagai bagian tubuh seperti Yesus. Darah sehat,
bukan karena suatu penyakit. Luka-luka itu sering tetap menganga dalam
waktu lama, tapi tidak mengalami infeksi. Dunia kedokteran semakin
dipenuhi tanda tanya sebab luka-luka itu muncul dan menghilang dengan
sendiri nya. Munculnya luka Stigmata diduga tergantung pada kondisi
sadar hingga kondisi trance manakala si penerima stigmata mengalami
penyatuan diri dengan penderitaan kristus. Stigmata biasanya terjadi
pada masa paskah, pada hari hari besar gereja pada hari Jumat, terutama
Jumat Paskah yang dikenal sebagai Jumat Agung.
Kasus Stigmata terutama terjadi di kalangan Gereja Katholik Roma.
Gereja juga tidak mempunyai jawaban mendasar mengenai penyebabnya.
Banyak percobaan dilakukan untuk menghadirkan Stigmata lewat hipnosis.
Namun hasilnya justru malapetaka. Luka itu membuat kulit merah dan
sekali terjadi pendarahaan. Selain itu, reaksinya bertolak belakang
dengan stigmata yang sebenernya, dimana lukanya sembuh dengan
sendirinya.
Begitulah,semua penjelasan itu masih belum mampu menguak misteri
Stigmata hingga saat kini. Satu-satunya penjelasan yang mungkin bisa
diterima, peristiwa Stigmata pastilah memiliki hubungan dengan pikiran
bawah sadar penerima Stigmata dengan penyaliban Yesus Kristus. Apa
penyebab sebenarnya tentu masih misteri. Muncul dan sembuhnya luka tetap
merupakan keajaiban. Sejauh ini belum ada teori dalam ilmu kedokteran
yang sanggup menjelaskan fenomena stigmata.