Makhluk itu tidak pernah ditemukan secara meyakinkan. Yang ada
hanyalah cerita dan foto-foto kabur yang masih dipertanyakan
keasliannya. Tapi mengapa mitos dan legenda mengenai makhluk serupa kera
besar itu hadir mendalam di berbagai kebudayaan?
Makhluk
besar berbulu yang berjalan seperti manusia itu disebut-sebut
bersembunyi di hutan-hutan atau wilayah yang sulit kita jangkau. Di
Amerika utara mereka disebut Bigfoot atau Sasquatch. Di Asia, terutama
kawasan Himalaya, mereka dikenal dengan Yeti atau manusia salju yang
mengerikan. Di Amerika Selatan, kawasan Amazon, ada sebutan Mapinguari,
sedang di Australia julukannya adalah Yowie.
Benarkah makhluk-makhluk itu ada di alam nyata? Seorang Sherpa tua di
Himalaya pernah berkata, “Yeti itu ada di balik pikiran semua manusia,
hanya mereka yang diberkatilah yang tidak dihantui makhluk itu.”
Ada atau tidak, yang jelas banyak kebudayaan memiliki cerita tentang
manusia berbulu. Penampakan mereka di Amerika Utara dan Asia sudah
dibicarakan sejak awal tahun 1800-an. Walau sudah banyak cerita, foto,
dan jejak kaki mereka, namun sejauh ini belum pernah ada bukti ilmiah
bahwa mereka ada. Tidak pernah ditemukan kotorannya, tulang belulangnya,
serta tubuhnya, hidup atau mati.
Laporan mengenai bigfoot yang pertama didokumentasikan adalah jejak
yang ditemukan seorang pedagang Kanada tahun 1811. Nama bigfoot (kaki
besar) kemudian dikenal luas setelah adanya laporan media mengenai jejak
kaki besar yang ditemukan di Bluff Creek, California, tahun 1959.
Sedangkan foto bigfoot paling terkenal diambil tahun 1967 walau masih
diperdebatkan keasliannya.
Baru-baru ini, para pencari bigfoot seolah mendapat harapan baru
ketika rambut bigfoot ditemukan penduduk Teslin di Yukon. Mereka
mengklaim menemukan rambut tersebut di sekitar jejak-jejak besar yang
ditinggalkan makhluk setinggi 3 meter, serupa manusia, yang terlihat di
halaman rumah mereka awal bulan ini.
Para ahli genetik dari University of Alberta kemudian menguji DNA
rambut itu untuk mencari tahu siapa pemiliknya. Para peneliti
sesungguhnya menduga rambut itu berasal dari beruang atau bison yang
umum dijumpai di Yukon. Namun bila yang ditemukan itu ternyata sesuatu
yang baru, kita mungkin semakin dekat pada pengungkapan misteri bigfoot.
Adapun hasil penelitian tersebut sudah diumumkan minggu lalu.
Namun itu nanti dulu. Apapun hasil penelitian Universitas Alberta,
mitos mengenai bigfoot sepertinya tidak butuh fakta ilmiah untuk selalu
menarik perhatian orang.
Mitos atau benar ada?
Bigfoot adalah sesuatu yang nyata bagi mereka yang mengaku pernah
melihatnya. Tapi opini ini terbagi dua. Sebagian orang meyakini bigfoot
sebagai makhluk berdarah daging, sementara lainnya – termasuk suku-suku
asli di Amerika – mempercayainya sebagai makhluk halus yang menampakkan
diri kepada manusia di saat terjadi kesusahan.
Ralph Gray Wolf, seorang anggota suku Indian Athapaska dari Alaska,
mengatakan, sasquatch menampakkan diri untuk membantu kelompok yang
sedang menghadapi masalah. Mereka membawa pesan perlunya suatu
perubahan.
Hal yang sama juga ditemukan di Inggris, berkait dengan legenda yang
sudah terdengar sejak berabad-abad. Dua tahun lalu beberapa peneliti
mengadakan ekspedisi ke Danau Bolam, dekat Newcastle. Mereka menelusuri
penampakan makhluk tinggi besar dan gelap yang didengung-dengungkan
sejak 18 bulan sebelumnya. Pada suatu hari di tepian danau yang rimbun,
enam orang dari kelompok itu akhirnya melihat apa yang mereka sebut
sebagai Beast of Bolam.
“Apa yang mereka lihat bukanlah bigfoot atau sasquatch. Ia adalah
sosok kabur di pepohonan, dan lebih mirip hantu daripada makhluk
berdaging. Lagipula, andai makhluk itu berdaging, Inggris bukanlah
tempat yang cocok bagi mereka,” kata Richard Freeman, dari Centre for
Fortean Zoology, yang salah satu temannya menjadi saksi penampakan
tersebut.
Hal itu membuatnya yakin, legenda-legenda mengenai bigfoot – juga
Manusia Besar Kelabu dari Ben MacDhui di Skotlandia dan Raja Kelabu di
Wales – sesungguhnya adalah makhluk paranormal. “Mereka bukan hantu atau
jiwa makhluk yang sudah mati. Saya kira mereka lebih kompleks dari
itu.”
Dalam perjalanannya sebagai pemburu monster profesional, Freeman
telah berkelana di seluruh dunia mengumpulkan cerita dan petunjuk
mengenai makhluk-makhluk misterius. Ia menemukan di banyak kebudayaan,
ada type makhluk yang selalu muncul. Ia menyebutnya sebagai model umum
monster internasional, yang di antaranya adalah naga beserta reptil
raksasa lain, makhluk kera besar seperti sasquatch dan yeti, orang-orang
kerdil seperti orang pendek dan kurcaci, burung raksasa, serta anjing
dan kucing jadi-jadian.
“Mungkin monster-monster ini serupa dengan makhluk-makhluk yang
ditemui leluhur kita. Persepsi leluhur mengenai makhluk itulah yang
tersisa dalam pikiran kita. Nah, dalam kondisi tertentu, makhluk itu
seolah muncul di hadapan kita.”
“Makhluk dalam pikiran itulah yang sebenarnya sering muncul. Bila
kita mempercayai keberadaan sesuatu, maka apa yang kita lihat seringkali
mewujud sebagai apa yang kita yakini,” kata Freeman.
Sebagai contoh, dalam percobaan di Loch Ness, para peneliti
mengapungkan sebatang kayu di danau yang dikenal dihuni monster itu.
Kayu diletakkan sore hari ketika sekelompok wisatawan berkunjung.
Hasilnya, sebagian besar pengunjung yakin telah melihat Nessie, sang
penghuni danau!
Orang-orang itu sepertinya sudah memiliki keyakinan tentang
keberadaan monster, sehingga mudah bagi mereka mengatakan, “Saya melihat
Nessie, atau bigfoot, atau Yeti,” ketika mereka melihat sesuatu.
Nah, mengenai penampakan sasquatch terakhir di Yukon, hasil
penelitian laboratorium menunjukkan bahwa bulu yang ditinggalkan sang
monster ternyata adalah bulu bison. Tapi seperti kejadian-kejadian
sebelumnya, cerita dan penampakan bigfoot diperkirakan bakal terus
muncul. Pencarian akan terus berlangsung. Dan kebenaran mengenai
keberadaannya akan tetap tersimpan di mata mereka yang pernah
melihatnya.