Silang pendapat tentang kapan dan siapa yang mula pertama menggunakan
nada atau ritme dari kidungan asmaradhana sebagai gendam asmara atau
ilmu pelet, tak ada yang mampu menjawabnya dengan pasti. Ada yang
menyatakan sebagai karya Sunan Kalijaga, tetapi, banyak pula yang
menepisnya. Terlepas dari silang pendapat yang tersebut di atas, menurut
tutur yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, pada mulanya, hanya
yang menguasai ilmu batin tingkat tinggi saja yang mampu menggunakan
ilmu yang satu ini. Hal tersebut akan tampak dengan jelas jika kita mau
merunut ke belakang barang sejenak, khususnya dalam gerakan ilmu silat.
Pada zaman itu, suatu pelontaran tenaga dalam lewat jurus-jurus
pamungkas yang dilakukan oleh seorang pendekar pilih tanding banyak yang
diilhami oleh bentuk aksara, baik Aksara Jawa maupun Huruf Hijaiyah.
Dengan hanya mencoret-coret atau menuliskan sesuatu di udara kosong,
tetapi, hasilnya benar-benar luar biasa. Keadaan sekeliling bisa porak
poranda, bahkan, lawan bisa tewas dan pepohonan pun berhumbalang tak
tentu arah akibat terkena terjangan angin tenaga dalam yang keluar dari
jari telunjuk si pendekar.
Ini merupakan bukti betapa tata napas yang sempurna, mantra yang ampuh,
ditambah dengan penyatuan cipta, rasa dan karsa yang mumpuni, maka,
seseorang akan mampu menggulung jagat trigati yang ada dalam tubuhnya
sehingga menghasilkan kekuatan yang luar biasa dahsyat. Inilah kemampuan
tiwikrama dari seseorang.
Waktu terus berlalu, seiring dengan perkembangan zaman, maka, kian
terasa betapa budaya spiritual yang diwariskan oleh para nenek moyang
ternyata masih sangat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan umat manusia.
Terutama bagi yang benar-benar mau menjalankan olah batin yang sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan — sebab, apabila tidak dijalankan
dengan saksama, segala sesuatu yang bersifat gaib akan sia-sia belaka.
Dengan kata lain dapat dikatakan, semakin seseorang mampu mendekatkan
diri pada Sang Maha Hidup, yakni senantiasa selalu melakukan gerakan dan
kegiatan olah batin yang sempurna, maka, ilmu yang dikuasainya akan
menjadi semakin sempurna karena ijabahNya.
Selaras dengan keterangan yang tersebut di atas, setelah menjalankan
tata laku dan membaca mantranya dengan sempurna ditambah mampu
membayangkan wanita yang dituju tanpa bergerak sama sekali, maka,
seseorang akan mampu melontarkan kekuatan Gendam Asmaradhana seiring
dengan bertiupnya pawana (angin-pen) untuk menggugah perasaan dan hati
dari wanita yang dituju. Hasilnya pun benar-benar luar biasa, dalam
waktu singkat, si wanita pun akan langsung datang bersimpuh dan menghiba
untuk mengharapkan balasan cintanya.
Itulah sebabnya, kenapa ilmu Gendam Asmaradhana ini tidak boleh untuk
main-main dan hanya diturunkan kepada murid-murid kinasih saja.
Warta berkisah, sejak zaman Mataram, tepatnya pada masa pemerintahan
Sultan Agung Hanyakrakusuma, boleh dikata, Kidung Asmaradhana sudah amat
pupuler di tengah-tengah masyarakat. Tak ada yang bisa memungkiri,
kepopuleran tembang yang berisi mantra atau pitutur luhur (petunjuk
hidup yang baik dan benar-pen) sejajar dengan Kidung Megatruh, Kinanti,
dan Mijil yang acap dilantunkan dalam keseharian. Mulai dari pagelaran
kesenian, khususnya wayang kulit, sampai dengan menunggu kelahiran sang
jabang bayi.
Karena mengandung makna sebagai cinta yang selalu menyala-nyala dan
gairah yang tak terpadamkan, maka, bukan tak mungkin Kidung Asmaradhana
mengilhami para guru spiritual untuk mengubah syair dan menjadikan
kidungan yang satu ini sebagai upaya menjerat cinta lawan jenisnya.
Perlahan tetapi pasti, akhirnya, Kidungan Asmaradhana pun menjadi suatu
ajian yang banyak digunakan oleh para pembesar di zaman dahulu untuk
mengumpulkan selir-selirnya. Ya … saat itu, semakin banyak mengumpulkan
selir, maka, seseorang akan semakin meningkat pula status sosialnya. Apa
lagi, dalam hidup dan kehidupan manusia jawa, seorang lelaki baru akan
dikatakan lengkap bila dirinya telah memiliki wisma (rumah-pen),
turonggo (kuda, artinya kendaraan-pen), kukilo (peliharaan-pen), curigo
(senjata-pen) dan garwo (istri).
Secara umum, ilmu pelet Gendam Asmaradhana ini memiliki tiga tingkatan
yang satu sama lain berbeda kekuatannya. Dimulai dari tingkat dasar,
madya dan terakhir sempurna yang sudah barang tentu, tingkatan tersebut
baru bisa dicapai bila seseorang telah mampu menjalankan ritualnya
secara utuh, tidak terpotong-potong minimal 7 hari dan maksimal 41 hari.
Di dalam khazanah ilmu pelet yang ada di Tanah Jawa, pengamalan dan
ritual yang harus dilakukan oleh seseorang untuk menguasai ilmu pelet
tingkat tinggi ini adalah dengan cara menggabungkan antara Ilmu Jawa
dengan Islam Persia — tegasnya, penggabungan antara mantra Gendam
Asmaradhana dengan ilmu Lil Mahabbah Jauzun, suatu ilmu yang diyakini
dapat digunakan untuk menjaga hubungan antara suami istri agar tidak
terjadi perselingkuhan di antara keduanya. Sedang objek yang digunakan
adalah pengerahan khodam wifik (yang terjelma dari khodam penghuni
ayat-ayat suci Al Qur’an yang dituliskan ke dalam rajah) dan aurat (bala
tentara malaikat Handayas).
Agar pembaca sekalian tidak penasaran, dengan segala kerendahan hati,
sekali ini penulis akan membedarkan tata cara sekaligus mantra yang
harus diamalkan oleh seseorang yang berm,inat untuk menguasai ilmu pelet
Gendam Asmaradhana; saat menjalankan puasa mutih selama 7 hari 7 malam
dan ngebleng sehari semalam, tiap tengah malam, si palaku wajib membaca
mantra yang tersebut di bawah ini selama 99 kali sambil membayangkan
wajah wanita yang dituju.
Adapun mantranya adalah sebagai berikut:
Shalallahu’alaihi wassalam.
Ingsun niat mateg ajiku-aji Asmaradhana,
Aji saka cakrakembang,
Kagungane Hyang Kamajaya lan Dewi Ratih,
Kang kedadeyan saka kama loro,
Kama abang lan kama putih,
Nyawiji, tunggal ati tunggal karep,
Teka kedep, teka lerep, teka welas, teka asih, jabang bayine … (sebut nama orang yang dituju) karo ingsun pribadi.
Asih tan kena pisah ing selawase saka kersaning Allah SWT,
Lailahailallah Muhammadurrasulullah.
Sekali lagi penulis mengingatkan, karena terkenal dengan
kedahsyatannya, maka, ilmu Gendam Asmaradhana harus benar-benar
digunakan untuk kepentingan yang baik-baik saja — sebab jika diarahkan
untuk hal yang kebalikannya, maka, si pelaku pasti akan mendapatkan
hukumannya.