Selasa, 01 November 2011

BERTEMU ALMARHUMAH IBU DI ALAM GAIB

Ketika aku masih bayi merah umur 3 hari, ibuku meninggal dunia karena kondisinya yang lemah sehabis melahirkanku. Aku dan kelima kakakku pun harus merelakan kepergiannya. Aku sendiri kemudian diangkat oleh orang tua yang hingga kini amat menyayangiku.
Bertahun-tahun aku terpisah dari keluargaku tanpa sepengetahuanku. Misteri ini baru terungkap ketika keluargaku di kampung memberi kabar, bahwa nenekku, ibu dari ayahku sakit keras. Dengan sedikit tidak percaya akhirnya kunyatakan aku bersedia pulang.
Sesampai di desa kelahiranku, aku disambut hangat oleh keluargaku. Mungkin sekian tahun terpisah kini dipertemukan kembali, hingga sakit nenekku akhirnya sembuh juga atas kehadiranku.
Setelah tiga hari di desa, aku diajak berziarah ke kuburan ibu dan kakekku. Setelah membersihkan sekitar perkuburan aku membaca Surat Yaasin. Ketika itulah aku merasakan hal yang sangat aneh. Entah kenapa, mataku terasa berat dan tak bisa melihat sama sekali. Rupanya, aku jatuh pingsan.
Ketika siuman dan kubuka mataku, kulihat betapa indahnya suasana kamar tempatku berada. Banyak sekali benda-benda antik yang berkilauan. Bahkan tempat tidurku sendiri beralaskan permadani bercorak keemasan.
“Dimanakah aku?” batinku.
“Budi…!” sapa seseorang yang entah darimana telah ada di sampingku.
Kupandangi orang yang ternyata sesosok laki-laki agak tua namun rambutnya belum beruban, dengan umur berkisar 60-an tahun.
“Tidak usah takut, Nak!” ucapnya kembali.
“Siapa Bapak ini?”.
“Aku adalah kakek dari pihak ibu kandungmu, Nak!”
“Jadi, aku sudah mati?” tanyaku dengan sedikit khawatir.
“Belum, dan lihatlah, itu Ibumu berdiri di dekat pintu!”
Lalu kupandangi ibuku. Kulihat ada senyum di bibirnya dan sebening air mata di pipinya. Ia mendekatiku dan mengusap rambutku.
“Ibu…!” ucapku sedikit bergetar karena haru.
Aku mencoba menerima kenyataan hidupku walau aku sangat bingung, kenapa aku bisa bersama mereka yang sudah lama tiada. Dan aku merasakan dekapan hangat dari orang yang sangat merindukanku. Kemudian aku bertanya dalam kebisuan yang terjadi dengan rasa haru itu.
“Bu, seandainya aku masih hidup kenapa aku berada di tempat ini?”
“Kau tidak usah takut, Anakku! Kami membawamu ke sini untuk bersama kami.”
“Tapi, aku juga akan mati sebelum ajalku?”
“Sudahlah, aku harap kau bisa menyesuaikan diri, Nak!”
Aku tak bisa menolak dan entah kenapa aku menuruti begitu saja keinginan mereka.
Singkat cerita, sudah berhari-hari aku berada bersama almarhumah ibu dan kakekku. Entah di alam apa? Kucoba mengamati keadaan alam di sekitarku. Kulihat bukit-bukit yang membentang luas, dan aku merasakan sangat nyaman. Aku melupakan keadaanku sesungguhnya. Rasanya, aku belum pernah melihat pemandangan alam seperti ini sebelumnya. Begitu menyenangkan.
Tetapi yang membuatku merasa sangat aneh, kenapa setelah berhari-hari berada di tempat ini tak menemukan sosok manusiapun kecuali hanya ibu dan kakek. Hal ini membuatku sangat bingung, hingga suatu saat kuteringat kehidupanku di dunia. Tanpa sengaja aku mendengar bisikan bahwa aku harus pulang. Tetapi bisikan itu hilang begitu saja.
“Aku ingin pulang, tapi jalan mana yang harus kutempuh untuk bisa pulang?” batinku.
Ketika batinku berkecamuk sedemikian, tanpa sengaja kudengar percakapan ibu dan kakek. Sepertinya terjadi sebuah keributan. Kudengar kakek menyebut nama ibuku Ratih.
“Ratih, kita harus memulangkan Budi ke alamnya, karena ini bukan alam untuk dia!” tegas kakekku.
“Ayah, aku tak bisa melepaskan Budi, karena aku tak ingin anak itu diasuh oleh orang yang bukan dari keluarga kita,” jawab ibuku dengan nada memelas. Sempat kulihat ibu menangis.
“Aku tidak mengizinkanmu untuk menahan Budi,” kata kakekku dengan kasar.
Tangis ibu semakin pilu, sampai akhirnya kakek memanggilku. Kakek kemudian menarik tanganku, mengajakku pergi. Ibu terus mengejar kami dan memohon agar aku kembali padanya. Akhirnya, tibalah kami ditepi sungai dan kakek memaksaku untuk menaiki sebuah perahu. Kakek mendorong perahu itu ke tengah.
Aku dan perahu itu dibawa arus yang sangat deras, seperti sebuah jeram. Aku berteriak meminta pertolongan. Sepertinya tak ada yang mendengar teriakanku, sebab yang kulihat hanya pohon-pohon yang besar dan nampak sunyi.
Aku semakin panik karena di hadapanku terdapat sebuah air terjun yang tinggi. Akhirnya, aku hanya bisa pasrah. Air terjun itu itu melemparku ke bawah, dan kurasakan tubuhku lemas tak bisa berbuat apa-apa. Seketika itu pula mataku terasa berat. Semakin lama pandanganku berubah gelap.
Anehnya, ketika siuman dan kubuka kembali mataku, ternyata aku sudah ada di kamarku. Kulihat poster-poster pajanganku. Tak lama berselang, kulihat juga ibu dan ayahku angkatku. Mereka begitu bahagia melihat keadaanku. Dan menurut mereka aku sudah pulih dari sakit.
Kuceritakan apa yang telah kualami saat aku tak sadarkan diri. Kudengar juga penuturan mereka bahwa aku tak sadarkan diri hampir 2 minggu, bahkan sempat seminggu dirawat di rumah sakit. Karena dokter tak mampu mendeteksi keadaanku akhirnya aku dirawat dirumah dengan apa adanya.
Kesehatanku pun mulai pulih, tetapi aku sering bermimpi bahwa kakek berpesan agar aku tidak usah berziarah lagi ke pusara ibuku. Entah kenapa? Aku tak tahu jawabannya.
Aku hanya bisa berdoa pada Allah SWT agar ibu dan kakekku diberi ketenangan. Aku berharap agar Tuhan selalu memberi jalan terbaik buatku. Walau aku bingung apa yang terjadi padaku….
Loading