Kamis, 03 November 2011
KUNTILANAK INGIN MENARIK KEMALUANKU
Kuntilanak
yang akan aku ceritakan ini sering muncul dan menampakan dirinya di
atas pohon Beringin. Konon, pohon itu memang merupakan tempat tinggal si
Kuntilanak. Peristiwanya memang sudah lama terjadi. Waktu aku masih
remaja dan belum menikah. Ketika itu saya masih tinggal dengan orang tua
angkat yang kebetulan menjabat sebagai kepala sekolah SDN 92 Mentok,
Bangka. Jadi, kami tinggal di rumah dinas
dekat sekolah dimaksud. Kebetulan juga, SDN 92 Mentok termasuk sekolahan
paling tua di kota ini. Ketika itu saya termasuk remaja yang bandel.
Salah satunya saya sering keluar malam bersama teman-teman dengan
menggunakan sepeda. Kami sering pergi menonton pertunjukkan musik dan
layar tancap. Walau pun tempat pertunjukkan itu jauh, bukan halangan
bagi kami untuk mendatanginya. Saya pun sering pulang sampai larut
malam, bahkan hingga menjelang pagi. Pokoknya, saya jarang tidur di
rumah. Hingga pada suatu malam, malam Jum’at Kliwon. Malam itu saya
merasa sangat suntuk, sebab semua lamran pekerjaan yang saya kirimkan
tidak ada satu pun kabar pemanggilannya. Tiba-tiba datanglah
serombongan teman-teman mengajakku menonton pertunjukan film di gedung
serba guna di kawasan tempat pengolahan biji timah, atau yang biasa
disebut Peltim. Aku pun segera berangkat. Singkat cerita, usai
pertunjukan, karena hari sudah larut malam jadi kami memutuskan langsung
pulang. Saat mau membukan kunci pengaman sepeda ternyata kuncinya
macet. Karena lama membukanya saya pun ditinggal. Jadi saya pulang
sendirian. Sesampai di rumah waktu menunjukkan pukul 01.30 WIB. Karena
takut mengganggu, akhirnya saya langsung ke belakang rumah, disana
terdapat gudang tua sekolah SD itu. Aku pun tiduran dengan posisi
terlentang dan tangan dilipat di atas dahi, dengan posisi kaki agak
mengangkang. Malam makin bertambah larut, mataku belum juga terpejam.
Tiba-tiba terdengar suara sayu-sayup memanggil namaku. Kedengarannya
dari arah belakang gudang. Ya, dekat pohon beringin. Suara itu mirip
sekali dengan suara temanku, akan tetapi tidak saya hiraukan. Namun
suara tersebut makin lama makin dekat dan terus memanggil:
“Dik…Dik…Marsudik!” “Bukakan pintu, dong, Marsudik!” bunyi suara itu
memanggil namaku. Akan tetapi saya tetap tidak menghiraukannya. Aneh,
akhirnya pintu gudang terbuka sendiri. Kemudian telihat jelas olehku
sesosok wanita bergaun putih, dengan rambut hitam lebat panjang sampai
kelantai. Muka tak terlihat, ditutupi rambutnya. Dia seperti melayang,
mendekat ke arahku. Ya, sedikit demi sedikit makhluk itu mendekatiku.
Saat dia mengangkatkan tangannya kedepan terlihat kukunya yang sangat
panjang dan tajam. Kemudian dia duduk di antara kakiku yang terbuka itu.
Waktu itu aku sudah terbaring kaku, tidak bisa bergerak lagi. Bahkan,
mulut pun terasa bisu. Kemudian, tangan si Kuntilanak perlahan-lahan
kedepan, maksudnya ingin meraih dan menarik kemaluanku. Saya sudah
pasrah, namun masih berharap bisa merapatkan kedua kakiku, sehingga si
Kuntilanak terjepit dengan keras. Tapi tidak bisa. Aku coba berdoa
sebisanya di dalam hati. Akhirnya, Kuntilanak itupun merasa panas. Dia
kemudian terbang keluar sambil tertawa, lalu aku yang sejak tadi
berusaha merapatkan kedua kaki pun baru bisa terlaksana, sehingga kedua
belah kakiku berbenturan sangat keras. Sakitnya luas biasa. Sambil
merasakan kesakitan aku pun masih bisa mencaci maki Kuntilanah itu.
Tetapi dia terus tertawa dan akhirnya hilang. Kejadian ini membuatku
tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya, siang harinya saya merasa senang
sebab seperti ketiban bulan mendapat panggilan kerja di perusahaan
terbesar di Bangka, serta langsung diangkat karyawan tetap hingga
sekarang. Kata orang, kalau kita bertemu dengan Kuntilanak, maka kita
akan mendapat peruntungan. Benarkah? Ah, mungkin saja. Kuntilanak di
Perumahan Suradita Permuhan Suradita Cisauk, Serpong, Kab. Tanggerang,
banyak dihuni Kuntilanak. Endang dan Maya, warga perumahan membeberkan
kesaksiannya. Pada pertengahan September 2003, hari kamis malam Jum’at
Kliwon, Endang dan Maya baru saja pulang dari rumah temannya yang sedang
merayakan pesta ulang tahun. Sekitar pukul 22.30 WIB. Mereka pulang
terburu-buru karena hujan akan turun. Sesampai di depan sebuah rumah
kosong, tepatnya di jalan Kenanga, Endang dan Maya mendengar suara tawa
dari arah rumah itu. Suara tawa tersebut semakin lama semakin jelas
terdengar. Mereka kaget, karena mereka tahu kalau rumah itu tidak ada
penghuninya. Kemudian mereka melihat ke arah rumah itu dan suara tawanya
pun hilang. Namun, tiba-tiba muncul bayangan putih yang sangat jelas
berupa perempuan berpakaian serba putih, mukanya pucat dan mulutnya
bertaring. Melihat pemandangan seperti itu langsung membuat Endang dan
Maya ketakutan. Mereka pun segera lari. Tapi anehnya mereka hanya
berlari di sekitar rumah kosong itu saja. Akhirnya mereka berhenti
berlari karena letih. Dan, suara tawa kembali terdengar bergantian
dengan suara orang menangis. Anehnya, bayangan perempuan tadi
menghilang. Kejadian seperti itu berlangsung sekitar lima belas menit.
Setelah itu suara dari rumah kosong berhenti. Mereka pun langsung
pulang. Keesokkan harinya, Endang menceritakan kejadian yang dialaminya
bersama Maya kepada Ibu Suhaya, 50 tahun, warga asli Desa Suradita yang
tahu persis sejarah tempat tersebut. “Dulu sebelum perumahan ini di
bangun di sini banyak sekali pohon-pohon besar, dan setiap malam Jum’at
Kliwon sering terdengar suara orang menangis dan suara orang tertawa,”
tutur ibu Suhaya. Mungkin, karena tempatnya dulu sudah hilang, maka
jin-jin tersebut mencari tempat baru, dan rumah-rumah kosonglah yang
mereka pilih.
Loading