Buldoser dan 2
becko tak sanggup menggeser batu menhir di bukit Badigul. Malah tiga
sopir alat-alat berat itu sekarat tanpa sebab. Korban-korban lain pun
berjatuhan....
Badigul, begitu orang menyebut bukit kecil
di kota Bogor bagian Selatan ini. Selintas tak ada yang nampak istimewa
pada segundukan tanah di atas lahan seluas 5000 meter persegi itu. Hanya
ruput halus lapangan golf yang mengelilinginya. Di sisi barat berdiri
sebuah bangunan sport center milik perumahan elite Rancamaya. Di sisi
lain nampak sebuah gedung megah pusat penelitian dan pengembangan agama
Budha. Bukit itu sendiri kini telah menjadi miliki perumahan Rancamaya.
Namun
20 tahun lalu, sebelum Badigul digusur pengembang Rancamaya, bukit ini
adalah sebuah tempat yang amat dikeramatkan masyarakat Sunda. Betapa
tidak, Badigul diyakini sebagai tempat mandapa Prabu Siliwangi. Di bukit
ini sang Prabu sering semedi hingga kemudian ngahiyang menghadap Sang
Pencipta. Dulu orang berbondong-bondong berziarah pada leluhur mereka di
bukit Badigul yang luasnya masih 5 hektar. Saat itu masih terdapat
beberapa alat gamelan sunda yang memiliki kekuatan magis, namun kini
menghilang entah ke mana.
"Dulu bukit itu masih tinggi. Badigul
dikelilingi sebuah telaga yang bernama Renawijaya. Jika orang ingin ke
puncak bukit, mereka harus menyeberangi telaga dan mengambil air wudlu
di sana," tutur Ki Cheppy Rancamaya, 53 tahun, saat ditemui Misteri di
rumahnya.
Berkisah tentang Badigul, Ki Cheppy, spiritualis dan
budayawan ini, merasa miris mengingat masa lalunya. Ia adalah orang yang
mati-matian mempertahankan tempat keramat itu. Namun kekuatan rezim
Orde Baru dan pengaruh uang dari pengusaha membuatnya harus mengakui
kekalahan. Badigul digusur, ia diculik Kopassus dan dipenjarakan tanpa
pengadilan. Setahun lebih Ki Cheppy harus meringkuk di penjara Paledang,
Januari 1992-1993. Tak cukup sampai di situ, setelah keluar Ki Cheppy
kembali melakukan perlawanan terhadap penguasa. Tapi akhirnya ia pun
harus kembali meringkuk di tahanan untuk ke dua kalinya.
Sebuah
pengalaman mistik pun dialami Cheppy saat ia menghuni Blok B 8 Rutan
Paledang, Bogor. Saat itu ia dipanggil sipir, katanya ada keluarganya
yang hendak menjenguknya. Cheppy pun keluar dari ruang tahannya. Namun
belum genap 10 langkah ia meninggalkan ruang tahanan itu, tiba-tiba
terdengar bunyi menggelegar dari ruang tahannya. Sebuah petir yang
menghebohkan seisi napi Paledang menjebolkan tembok kamar tahanan Cheppy
yang tebalnya 75 cm. "Saat itu memang hujan rintik-rintik. Petir itu
membuat lubang berdiameter 50 cm pada dinding penjara. Jika saya ada di
dalam tentu saya sudah mati. Belakangan saya baru tahu kalau petir itu
adalah santet kiriman anak buah Cecep Adireja," tutur Cheppy.
Keberanian
Cheppy untuk mempertahankan Badigul memang bukan tanpa alasan. Ia yakin
seyakin-yakinnya, Badigul adalah tempat keramat peninggalan leluhur
Pakuan Pajajaran. Keyakinan Cheppy itu juga diperkuat oleh keyakinan
banyak masyarakat di sana. Budayawan-budayawan Sunda pun telah
menetapkan situs Badigul sebagai Cagar Budaya yang patut dilestarikan.
Bahkan Solihin GP, tokoh masyarakat Sunda yang kala itu menjabat
Sesdalopbang pun melarang penggusuran keramat Badigul dengan
mengeluarkan nota pribadinya kepada Walikota Bogor. "Siapapun yang
merusak tempat keramat akan kena supata (karma-Red.)," tutur Cheppy.
Cerita-cerita
mistik dan supata yang dilontarkan Cheppy memang terbukti. Seratus
orang buruh bangunan telah mati menjadi tumbal saat bukit Badigul
dibuldoser. Namun ambisi pengusaha real estate untuk meratakan bukit
Badigul tidak pernah luntur. Bukit itu tetap diratakan untuk perumahan
dan lapangan golf hingga ketinggiannya berkurang 6 meteran.
Saat
puncak badigul telah tercukur 6 meter itu muncul sebuah batu menhir
sebesar mobil sedan. Anehnya batu sebesar itu sama sekali tak goyang
saat dibuldoser. Penasaran dengan itu, pihak perumahan mendatangkan dua
becko untuk menarik batu keramat itu. Tapi dua becko itu pun tak sanggup
menggoyangkan batu itu. Bahkan satu becko malah patah saat menariknya.
Secara logika batu itu seharusnya dapat digusur oleh buldoser. Saat
itulah kesadaran para buruh tentang kekuatan mistik bukit Badigul mulai
terbuka. "Tapi mereka terlambat, 3 orang supir alat berat itu pun mati,"
tutur Cheppy.
Mengingat keanehan-keanehan yang terjadi, akhirnya
pihak perumahan sepakat untuk tidak memindahkan batu itu. Batu itu tetap
di tempatnya kemudian dibenamkan dan kembali timbun dengan tanah.
Jadilah bukit Badigul kini sebagai lapangan golf dengan sport center dan
pusat penelitian agama Budha di sebelahnya.
Memang ironis, hanya
untuk membuat sebuah lapangan golf dan pusat kebugaran, pihak pengembang
harus menghancurkan cagar budaya. Mereka juga harus bertentangan dengan
kepercayaan masyarakat sekitar yang meyakini kekeramatkan Badigul.
Alhasil mereka harus menumbalkan 114 orang buruh untuk mencukur 6 meter
bukit Badigul. "Kita berurusan dengan makhluk di dunia lain. Tapi mereka
juga punya tempat dan habitat di bumi ini. Jika mereka diganggu, mereka
pun bisa mengganggu kita," jelas Cheppy.
Tentang kekeramatan bukit
Badigul, mungkin hanya Cheppy yang pernah menyibak tabir mistiknya. Ia
adalah penduduk asli Rancamaya, Bogor Selatan. Ia adalah orang yang
paling rajin bermunajat di sana. Ia sering melakukan kontak batin dengan
penguasa gaib bukit Badigul. Bahkan ia juga pernah melakukan meditasi
dan puasa selama 100 hari di bukit itu.
Dikisahkan Cheppy, suatu
malam ia tengah melakukan meditasi di puncak Badigul. Menjelang tengah
malam, ia melihat seekor anjing hitam yang diapit dua ekor anjing kecil
berbulu putih di kiri kanannya. Dalam hati, Cheppy yakin itu bukan
binatang sungguhan. Sebab tak mungkin binatang-binatang itu tiba-tiba
muncul di hadapannya tanpa diketahui dari mana datangnya. Tidak mungkin
pula anjing itu bisa ke puncak Badigul, sebab harus menyeberangi telaga
Renawijaya.
Binatang-binatang yang tampak gagah itu memandang heran
ke arah Cheppy. Tapi sedikit pun Cheppy tak bergeming dari tempatnya
duduk. Cheppy tetap konsentrasi dengan meditasinya. Sesaat ia melihat
ajing berbulu hitam itu menengadahkan kepalanya pada Cheppy. Tapi ia tak
mengerti apa maksudnya. Dan dalam ketidak mengertian itu, sekedipan
mata saja anjing-anjing aneh itu hilang dari pandangan Cheppy.
Malam
yang lainnya, Cheppy juga pernah menemukan fenomena mistik yang sulit
diterima akal sehatnya. Malam itu, Cheppy sengaja datang ke Badigul
untuk melanjutkan meditasinya. Dari rumah, ia membawa segala
perlengkapan sajen yang diperlukan di keramat Badigul. Cheppy berharap
malam itu ia akan mendapatkan sesuatu yang selama ini ia cita-citakan.
Lepas
Maghrib Cheppy duduk tepekur menghadap Kiblat. Tepat tengah malam,
ketika Cheppy tengah khusuk meditasi sambil memejamkan matanya.
Tiba-tiba ia melihat sepertinya matahari terbit dari balik gunung Salak.
Sinarnya terlihat benderang menerangi seantero alam. Gunung Salak
terlihat jelas, pohon besar hingga rumput kecil dan perumahan penduduk
di kaki gunung itu terlihat jelas.
Sesaat Cheppy tak yakin, ia sadar
bahwa gunung salak itu berada di sebelah barat. Mana mungkin matahari
terbit dari arah barat. Ia lalu mengusap-usap matanya. Dan seketika itu
pula bumi kembali gelap gulita. Tak nampak lagi matahari yang benderang
di balik gunung salak itu. Yang tertinggal hanya kedipan-kedipan kecil
dari lampu yang terpasang di rumah-rumah penduduk. "Itu benar-benar aneh
dan saya mengalaminya sendiri. Kekuatan mistik Badigul memang nyata,"
jelas Cheppy.
Kisah lain yang lebih unik juga diceritakan Cheppy.
Malam itu ia tengah wirid di Badigul. Karena penat, ia celentang
merebahkan dirinya di tengah padang rumput puncak Badigul. Tapi sesaat
kemudian ia tersentak kaget. Dari atas langit ia melihat seperti
seberkas sinar keperakan jatuh menimpa dadanya. Seketika ia memegangi
dadanya yang terasa sesak. Dan mendadak, tangannya menyentuh benda pipih
yang dingin. Ia pun langsung menggenggamnya. Kini di tangannya
tergenggam sebilah kujang --- sebuah pusaka Pajajaran yang keampuhannya
tak perlu diragukan lagi. Dan tatkala Misteri mencoba, ternyata, kujang
itu memiliki daya kekebalan bagi siapa pun yang memegangnya.
Masih
seputar fenomena mistik Badigul, Cheppy menceritakan suatu hari di tahun
1994 warga Bogor dihebohkan oleh penemuan telapak kaki raksasa di
Batutulis dan Rancamaya. Berita yang menghebohkan itu pun diliput oleh
media-media cetak dan elektronik di Jabotabek. Di Jalan Batutulis
terdapat sebuah telapak kaki kiri sepanjang 1 meter. Jelas sekali
telapak kaki itu bukan rekayasa manusia.
Sementara di Rancamaya juga
terdapat sebuah telapak kaki kanan yang panjangnya sama dengan yang
ditemukan di Batutulis. Lalu orang berimajinasi, kalau kaki itu adalah
milik gaib Prabu Siliwangi. Sang Prabu sengaja mendatangi Batutulis
kemudian loncat ke Rancamaya hanya dengan sekali langkah saja. Tak cuma
itu, ternyata di sekitar puncak Badigul terdapat empat telapak kaki yang
panjang dan besarnya sama. "Sang Prabu ke Batutulis lalu ke Rancamaya
dan mengelilingi puncak Badigul," begitu jelas Ki Cheppy ketika ditanyai
wartawan saat itu.
Kekeramatan bukit Badigul memang meyakinkan. Tak
seorang warga Rancamaya pun yang dihubungi Misteri meragukan
keangkerannya. Sejak batu keramat itu tak sanggup dibuldoser, tak
seorang buruh pun yang mau melanjutkan pekerjaan di sana. Mereka takut
terkena kutuk atau supata Eyang Prabu Siliwangi. "Kami tidak mau mati
jadi tumbal," tutur Ujang warga Rancamaya yang waktu itu ikut melakukan
pembabatan lahan di Badigul.
Ketakutan Ujang memang beralasan. Ia
menceritakn beberapa orang rekannya yang mati akibat ikut meratakan
tanah di bukit Badigul. Waktu itu, Herman dan beberapa teman Ujang
diperintahkan untuk mengeruk tanah di puncak Badigul. Lewat tengah hari
setelah mereka istirahat pekerjaan itu dilanjutkan. Namun alangkah
terkejutnya Herman dan kawan-kawannya. Mereka melihat seekor ular hitam
di atas tanah merah bukit Badigul. Tanpa pikir panjang ular itu mereka
pukul ramai-ramai dengan batang kayu dan batu. "Esok harinya, Herman dan
dua orang temannya itu dikabarkan sakit meriang lalu sore harinya mati
semua," kisah Ujang pada Misteri.
Tentang Supata yang didawuhkan
Prabu Siliwangi itu ternyata tidak hanya menimpa kuli bangunan atau
buruh pekerja perumahan Rancamaya. Tapi juga menimpa seluruh
penggede-penggede Perumahan elit itu. Cecep Adireja misalnya, tuan tanah
yang menguasai pembebasan lahan untuk perumahan itu akhirnya mati
mengenaskan. Tuan tanah yang disebut-sebut pemilik Hotel Salak, Bogor,
ini meninggal setelah mengalami sakit berkepanjangan yang tak jelas
sebab musababnya. Begitu pun dengan kakak dan adik Cecep, mereka mati
setelah mengalami sakit yang tak sanggup diobati dokter. "Tidak hanya
keluarga Cecep, supata itu juga diterima Kapolsek Ciawi dan lurah
Rancamaya waktu itu. Mereka juga mati setelah mengalami sakit parah yang
tak jelas penyakitnya," jelas Cheppy.