Aneka keanehan kerap terjadi di
tikungan jalan yang cukup angker ini. Salah satunya adalah keberadaan
hantu Pabaru yang senang menculik manusia....
Nama
Singalang Kariang, mungkin tak akan asing lagi bagi orang yang pernah
melintasi jalan protokol yang menghubungkan Padang-Bukit Tinggi, atau
Padang-Batusangkar di daerah Sumatera Barat. Ketajaman tikungan dan
ketinggian tanjakan menjadi fenomena bagi sopir-sopir truk dan bus yang
melintasi jalan ini. Tapi bukan hanya tajamnya tikungan dan tanjakan
saja yang berkesan bagi orang-orang yang pernah melewatinya. Kejadian
mistis yang beragam juga bisa dijumpai disana.
Bermacam cerita
tentang angkernya lokasi ini seakan tak pernah ada hentinya, terutama
dituturkan oleh sopir-sopir. Ada yang mengaku prenah melihat harimau
besar penunggu tanjakan, ada juga yang mengaku pernah melihat makhluk
tinggi besar yang dipenuhi bulu hitam menyebarang jalan.
Walau lokasi
ini sangat terkenal keangkerannya. Buktinya, ada juga pedagang asongan
yang menjadikan tempat ini sebagai areal usaha mereka. Singalang Kariang
sebagai halte penungguan bus menjadi tempat mereka menjajakan dagangan.
Ada
kisah mistis menarik sekaitan dengan aktivitas para pedangang asongan
itu. Salah seorang di antara mereka, pernah disekap selama tiga malam
oleh Pabaru, hantu yang terkenal di daerah itu. Nah, Penulis menuturkan
kisahnya seperti berikut ini....
Kerasnya tuntutan hidup, membuat
kami melupakan rasa takut. Beberapa orang di antara kami pedagang
asongan, jarang yang berani turun di lokasi Singalang Kariang pada malam
hari. Dari tujuh puluh orang yang biasa berjualan dilokasi itu pada
siang hari, cuma ada empat orang yang mempunyai keberanian untuk
berjualan pada malam hari.
Salah satu dari keempat pengasong itu
adalah Dedi Rahmat. Entah datang dari mana keberaniannya, dia seperti
tak pernah terpengaruh dengan cerita-cerita yang beradar di Singgalang
Kariang.
Dedi Rahmat, sepulang berjualan sering bekerja sebagai
Banpol (semacam polisi cepek-Red) ditanjakan
Singalang Kariang. Memang,
tanpa bantuan dari Banpol, truk-truk yang bermuatan berat sedikit ragu
untuk menaiki tanjakan. Dari sejumlah Banpol itu, hanya Dedi Rahmat yang
berani bekerja sampai larut malam.
Merasa bekerja sebagai Banpol
lebih mendatangkan hasil, Dedi meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai
pedagang asongan. Setaip malam dia menjadi "polisi cepek" di areal
tanjakan angker itu. Karena keberaniannya ini, para pedagang asongan
yang berjualan malam hari menjadi bertambah banyak.
Memang Dedi
terkenal sangat pemberani. Ia mengaku telah banyak melihat wujud
penghuni Singalang Kariang. Misalnya saja, dia pernah melihat bola api
yang melintasi jalur itu. Bahkan dia juga pernah didatangi makhluk
tinggi besar yang menyerupai gorila. Pernah pula melihat tiga orang
bocah telanjang yang sedang bermain-main ditepi jalan.
Berkat keberanian yang dimilikinya Dedi tak pernah lari dan berniat untuk menghentikan pekerjaannya sebagai Banpol.
***
Jum'at
sore. Waktu itu hujan turun sangat lebat. Bus yang melintasi Singalang
Kariang tiba-tiba terperosok di tepi jalan. Banyak penumpang mengalami
luka-luka, dan tiga orang meninggal dunia. Sedangkan sopir bus dapat
selamat tanpa sedikitpun luka. Sopir itu mengatakan kecelakaan itu
terjadi disebabkan oleh keterkejutannya ketika melihat bayangan hitam
melintas di jalan, hingga secara reflek kakinya menginjak rem dan stir
dibantingkan ke kiri, sehingga membentur tembok pengaman. Silaing
Kariang semakin seram akibat kejadian itu.
Baru sehari setelah
kejadian, dua orang pemuda yang melintasi jalan itu dengan menggunakan
kendaraan Kijang Super, pingsan di atas tanjakan. Ketika mereka siuman,
mereka menceritakan kalau mereka baru saja menabrak dua orang anak
kecil yang melintas di jalan itu.
Mendengar laporan kejadian, orang-orang yang pernah melihat sesuatu di sana sangat membuat pedagang asongan takut.
Malam
minggu waktu itu, aku (Penulis) turun di Singalang Kariang kira-kira
pukul 22.00 WIB. Kendaraan masih ramai. Maklum malam minggu.
Aku
duduk di tembok jalan sambil melihat ramainya jalan. Tapi entah apa yang
membuatku sangat ingin berjalan mendekati batu cadas di depan tempatku
duduk. Dan saat itu aku melihat seorang berpakaian serba hitam, membawa
dua ekor anjing. Aku mendekatinya tapi dia menjauh dariku.
Ketika aku
berhenti mendekatinya, dia pun berhenti seakan memberiku waktu untuk
terus mendekati. Aku pun berjalan kembali untuk mendekatinya. Dia pun
berjalan kembali untuk menjauhiku, begitu seterusnya.
Entah berapa
jauh jarak yang aku tempuh untuk mengikutinya. Aku tak tahu pasti. Yang
jelas, dalam perjalanan itu aku banyak melewati rumah-rumah mewah
bagaikan melintasi sebuah kota besar. Padahal, dalam keadaan normal di
tempat itu tidak ada rumah mewah dan tempatnya juga cukup sepi.
Sesampai
di sebuah rumah, yang rupanya rumah milik orang yang kuikuti, kulihat
orang itu memasukkan anjing-anjingnya ke kandang, Anehnya, dia juga
membawa aku masuk ke rumahnya.
Walau kami seperti sudah saling
mengenal, namun tak ada percakapan yang terjadi antara aku dengannya.
Ketika aku masuk ke rumah itu, aku disuguhi minuman dan makanan. Bahkan
kemudian aku diajak bertamu ke rumah-rumah mewah yang dia katakan
sebagai tetangganya.
Setelah berkeliling, aku kemudian dipersilahkan
tidur di salah satu kamar. Entah berapa lama aku tertidur. Ketika aku
terbangun, aku sudah berada di pangkuan pak tua yang menyelamatkan aku.
Pak Tua itu telah menemukanku tidur diatas dahan kayu yang tak terlalu
besar untuk menahan tubuhku.
Pak Tua yang kemudian kuketahui bernama
Pendi Khatik Marajo itu mengatakan, bahwa ia menemukanku ketika hendak
mencari daun untuk ramuan obat. Dia melihatku tertidur diatas dahan kayu
dengan pulasnya.
Karena telah mengerti apa yang telah terjadi, Pak
Pendi segera memajat pohon itu dan membawaku turun. Dengan keahlian yang
dimilikinya dia membaca mantra untuk membebaskan aku dari pengaruh
setan.
Aku menceritakan apa yang bisa kuingat kepada Pak Pendi tanpa
satupun yang tersisa. Pak Pendi memberiku ramuan yang harus kuminum
untuk membersihkan perutku dari jamuan setan yang telah termakan olehku.
Kemudian
Pak Pendi menceritakan kepadaku kalau yang telah membawaku itu adalah
hantu Paburu. Pak Pendi juga mengatakan kalau aku bernasib mujur, karena
jarang orang yang telah dibawa berhari-hari dapat ditemukan kembali.
Bulu kudukku merinding mendengar cerita Pak Pendi barusan. Rupanya, aku
telah dibawa selama tiga hari tiga malam dan telah banyak memakan
ramuan-ramuan setan itu.
Semenjak kejadian itu aku berubah total. Aku
tak punya keberanian lagi untuk berjualan malam, apalagi bekerja
sebagai Banpol di Singgalang Kariang.
Tiga bulan setelah kejadian
itu, tepatnya ketika dua hari memasuki bulan suci Ramadhan tahun 2003,
Dedi yang terkenal dengan keberaniannya kerasukan setan di lokasi
Singalang Kariang itu.
Dedi yang semula sangat pendiam berubah 90
derajat. Dia sangat suka bercerita, tapi ceritanya suka ngawur. Dedi
dirawat di rumah sakit. Tapi setelah tak ada perubahan, Dedi dibawa
pulang ke rumahnya dan didatangkan orang pintar untuk mengobatinya.
Namun,
tak satupun orang pintar yang dapat menyembuhkannya. Menurut
orang-orang pintar yang pernah merawatnya, Dedi dirasuki oleh penunggu
Singalang Kariang, memang suara Dedi sering berubah-rubah ketika
berbicara. Tapi aku menjadi bertanya sendiri dalam hatiku apa benar
tubuh manusia bisa dimasuki makhluk lain lebih dari satu makhluk?
Kian
hari Dedi kian lupa dengan jati dirinya. Dia sering menyebutkan
perkataan yang aneh-aneh, kadang dia berbahasa Inggris dan kadang bahasa
Jawa.
Ketika ditinggal sendirian di rumah ketika semua orang pergi
mengikuti shalat sunnah Idul Fitri, Dedi berlari keluar rumah sambil
membawa sejerigen minyak tanah dan sebungkus korek api. Ia memandikan
diri dengan minyak tanah ke sekujur tubuhnya dan menyalakan korek api
untuk membakar tubuhnya.
Api segera membakar tubuhnya. Tetangga yang
melihat api yang berjalan, segera berupaya memadamkannya ketika tahu
kalau Dedi lah yang berada di balik api tersebut. Api dapat dipadamkan
dan Dedi tersungkur jatuh dengan badan melepuh.
Dedi dilarikan ke
rumah sakit yang berada di kota Bukit Tinggi. Kemacetan jalan karena
ramainya kendaraan di jalan dihari lebaran itu membuat aku dan
kawan-kawan menangis menahan haru, mendengar suara erangan kesakitan
yang keluar dari mulut Dedi.
Kami sangat menyayangkan apa yang telah
terjadi pada Dedi. Padahal dia seorang pemberani dan bertanggung jawab.
Demi menghidupi keluarganya dia menghapus rasa takut di hatinya.
Hampir
satu tahun aku tak berani untuk menceritakan peristiwa yang pernah
kualami. Keanngkeran Singalang Kariang yang sebelumnya hanya kuanggap
hanya cerita untuk menakut-nakuti saja, tapi semuanya telah aku alami,
ditambah lagi aku harus kehilangan Dedi yang mati secara tragis akibat
membakar dirinya sendiri.
Aku menuliskan semua ini setelah
mengumpulkan keberanianku. Aku merasa semua ini lebih baik diketahui
banyak orang untuk menghilangkan kesombongan seperti yang kami alami
selama ini.