Pantai Kalap yang
angker itu dipercaya berpenghuni makhluk halus yang bisa diajak
berkolaborasi dengan manusia. Salah satunya untuk mendapatkan anak.
Caranya, dengan bersetubuh di areal pantai tersebut. Kisah mistis
berikut ini salah satu contohnya....
Ini benar-benar aneh,
tapi nyata. Sepasang suami isteri muda terpaksa harus kehilangan
anaknya karena digondol makhluk gaib. Ini terjadi gara-gara mereka lupa
akan nazarnya. Kisah ini dialami suami isteri yang tinggal di daerah
Samuda, Kec. Hanau, Kab. Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
Bagaimana kisah mistisnya? Berikut penuturan keluarga pelaku kepada
Penulis....
Jauhari namanya. Pria ganteng yang bekerja di kantor
swasta ini menikahi seorang dara cantik bernama Ida. Namun hingga
beberapa tahun usia perkawinan mereka belum juga dikaruniai anak.
Padahal mereka begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam rumah
tangga mereka.
Telah banyak dukun maupun dokter yang mereka hubungi,
namun tak juga membuahkan hasil. Hingga akhirnya Jauhari berputus asa.
Dia lebih banyak melamun daripada bekerja. Hal ini membuat Ida,
isterinya jadi uring-uringan. Apalagi Jauhari sering bolos bekerja,
sehingga terancam dipecat dan kehilangan penghasilan.
Untung saja
atasan Jauhari masih mau mengerti dengan apa yang dirasakan oleh anak
buahnya. Dengan niat tulus ingin membantu kesulitan karyawannya, suatu
hari Jauhari dipanggil ke ruang kerja si Bos.
"Akhir-akhir ini aku
lihat semangat kerjamu sangat menurun. Kau tahu, ini berdampak sangat
tidak baik bagi perusahaan, mengingat kau menempati posisi penting di
perusahaan ini. Ceritakanlah, apa sesungguhnya yang terjadi pada
dirimu!" kata si Bos dengan sikap sangat familier.
"Maafkan saya,
Pak! Saya memang ada masalah. Dan itu sangat mengganggu pikiran saya,"
jawab Jauhari. Dia menceritakan perihal yang membuat hatinya galau,
yakni tentang keinginannya untuk segera mempunyai anak, tapi tidak juga
kesampaian.
Mendengar itu sang Bos langsung tersenyum. "Aku punya
cara untuk masalahmu ini. Tapi coba-coba dululah. Ini belum tentu
berhasil," katanya.
"Cara bagaimana, Pak?" Jauhari langsung tertarik.
"Begini…,"
sang boss langsung mendekatkan mulutnya ke arah telinga Jauhari agar
suaranya terdengar lebih jelas. ":Kau tahu lokasi Pantai Kalap kan?
Lokasi yang selama ini dipandang angker tapi membawa berkah di daerah
kita. Nah, kau bawalah istrimu ke sana, lalu lakukan persetubuhan.
Sambil begitu kau memohonlah agar dikaruniai anak." Sang Bos lalu
tersenyum. "Ini sudah dicoba oleh relasi bisnisku dulu, dan ternyata
terbukti berhasil. Tapi ingat, sesudah itu kau ucapkan nazarmu apa yang
akan kau lakukan kalau kau dikaruniai anak, lalu tepati janjimu itu!"
"Semudah itukah, Pak?" Jauhari terbelalak.
"Ya, kau cobalah dulu. Semoga berhasil!" Tandas si Bos.
Meski
dengan hati setengah tak percaya Jauhari menuruti juga saran Bosnya.
Saat hari libur tiba, dia mengajak istrinya ke tempat yang dimaksudkan.
Pagi
hari itu juga mereka ke Pantai Kalap, tempat orang biasa melakukan
ritual untuk berbagai macam hajat. Memang, sebagaian orang menganggap
tempat ini merupakan sarang makhluk halus.
Setelah mereka sampai di
Pantai Kalap yang letaknya sekitar 100 Km. dari kota Sampit, keduanya
turun dari sepeda motor. Lalu, di semak-semak di pinggir pantai
keduanya melakukan percumbuan hingga Jauhari terpancing gairahnya. Lalu
dia melepas seluruh pakaiannya. Karuan saja hal ini membuat istrinya
terbelalak sambil tersenyum geli. Tapi dia juga akhirnya melepas seluruh
pakaiannya.
Begitulah, hari sudah menjelang sore ketika keduanya
selesai berasik masyuk. Keduanya berkeringat dan terengah-engah. Lalu
cepat-cepat memakai baju masing-masing.
"Apa benar kita akan segera punya anak, Bang?" tanya Ida, penuh harap.
"Mudah-mudahan
saja. Kita hanya berusaha, Tuhanlah yang menentukan. Yang penting kita
harus banyak-banyak berdoa," jawab Jauhari.
Anehnya, sebulan
sesudah peristiwa itu, ternyata Ida memang benar-benar hamil. Hal ini
tentu saja membuat Jauhari bagaikan bermimpi. Dia terbelalak seakan-akan
tidak percaya melihat hasil pemeriksaan di Rumah Sakit.
"Kamu benar-benar hamil, Dik!" cetusnya dengan rasa bangga.
"Iya,
Bang! Aku benar-benar hamil! Dan itu berarti kita akan punya anak,"
kata Ida yang juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Alangkah
bahagianya hati Jauhari dan isterinya saat itu.
"Kalau anakku lahir
nanti, aku akan kelilingi pulau Kalimantan ini tujuh kali, Deh!" kata
Jauhari sambil tertawa. Maksudnya cuma main-main. Tapi anehnya,
bersamaan dengan ucapannya itu tiba-tiba petir menyambar. Keduanya
kaget. Lalu mereka sama-sama terdiam.
"Suara apa itu, Bang?" Tanya Ida, cemas.
"Ya suara petir. Memangnya suara apa?" Jauhari bagai tidak peduli karena kegembiraan hatinya.
Hari-hari
berikutnya, keduanya terus merasakan kegembiraan menanti kelahiran anak
pertama. Akhirnya, anak pertama mereka lahir. Keduanya merasa sangat
bersyukur karena mereka dikaruniai anak laki-laki. Yang lucu dan
menggemaskan, yang kata sebagian orang sangat mirip dengan bapaknya.
"Selamat
aku ucapkan kepada kalian! Kalian beruntung bisa mendapatkan anak
setelah sekian lama dinanti-nantikan," kata sang Bos ketika mendengar
berita kelahiran anak Jauhari.
"Kami memang sangat bersyukur. Ini
berkat petunjuk Bapak. Lokasi Pantai Kalap itu benar-benar hebat, Pak!
Sungguh luar biasa!” Kata Jauhari berapi-api.
"Husy, Abang jangan berkata begitu! Itu sirik namanya, Nang!" Ida coba mengingatkan.
Sang
Bos malah tertawa. "Istrimu itu benar. Kau harus banyak-banyak
bersyukur kepada Tuhan," katanya. “Tapi…ngomong-ngomong kau janji apa
waktu itu di Pantai Kalap?” tanyanya setelah diam sejenak.
Sejenak hening di antara mereka. Jauhari sendiri bingung, sebab waktu itu dia tidak berjanji apa-apa.
"Kalau
kau malu mengatakannya, ya tidak apa-apa. Tapi mesti diingat bahwa
janjimu setelah berhajat di sana harus kau tepati," kata sang Bos lagi.
"Tapi kami tidak berjanji apa-apa," kata Jauhari spontan.
Jawaban
ini membuat sang Bos mengerutkan alisnya. "Tidak berjanji apa-apa? Ah,
tidak mungkin! Bagaimana anak kalian bisa lahir?” ujarnya, seperti
bingung.
Jauhari dan istrinya kembali saling berpandangan. Namun, Ida
tiba-tiba berucap, "Waktu mendapatkan tes positif kehamilanku Bang
Jauhari cuma bilang, jika bayi kami lahir nanti Bang Jauhari akan
berkeliling pulau Kalimantan sebanyak tujuh kali."
"Ah, tapi aku cuma main-main!" sahut Jauharu, cepat. Dia agak terlihat gugup di hadapan Bosnya.
"Mudah-mudahan
tidak apa-apa. Tapi lain kali aku menyarankan kalian harus lebih
hati-hati lagi jika mengucapkan janji. Apalagi yang menyangkut urusan
Pantai Kalap," kata sang Boss.
***
Waktu
terus berlalu. Tak terasa Jauhari dan Ida sudah tiga tahun merasakan
kebahagiaan mempunyai seorang anak. Tak terasa pula Jauhari sudah
melupakan janjinya di masa lalu, yang dia ucapkan sewaktu istrinya
positif mengandung. Dan selama itu, ternyata tidak terjadi keanehan apa
pun.
Memang, janji terkadang sulit ditepati. Apalagi janji yang
menyangkut hal yang mustahil untuk kita laksanakan. Tapi itulah janji.
Kadang-kadang, sebagian dari janji yang kita ingkari malah bisa membawa
malapetaka bagi diri kita. Seperti halnya Jauhari yang telah
mengingkari janjinya.
Hari masih pagi ketika Jauhari terkejut mendengar jeritan Ida, istrinya, “Baaang…Abaang!" Dia berteriak dari dalam rumah.
Jauhari bergegas mendatangi istrinya. "Ada apa? Pagi-pagi kok ribut," tanyanya.
Ida
masih kelihatan bingung. "Si Ucit kemana? Tadi waktu aku ke dapur dia
masih di kamar ini. Tapi waktu aku balik ke kamar, dia sudah tak ada
lagi."
"Mana aku tahu! Mama lihat sendiri kan, dari tadi aku sedang
asyik membersihkan halaman. Mungkin dia keluar sendiri dan bermain,:
kata Jauhari. "Cobalah kita cari di halaman belakang. Siapa tahu si Ucit
ada di sana.”
Keduanya jadi sibuk mencari-cari. Tapi si Ucit tidak
juga mereka ketemukan. Bahkan keduanya menggeledah seisi rumah, sampai
ke halaman tetangga segala.
"Kemana ya perginya anak itu? Tidak
biasanya dia seperti ini,” keluh Ida, kian cemas. Keringatnya
bercucuran. Dia mulai khawatir, jangan-jangan putranya menjadi korban
penculikan.
Keduanya terus sibuk mencari-cari. Tapi hingga sore
menjelang Ucit tak jua mereka ketemukan. Keduanya pun semakin panik. Ida
malah sudah berkali-kali menangis.
Jauhari sendiri bingung harus
berbuat apa. Untung saja para tetangga langsung berdatangan dan turut
mencari di sekitar rumah. Setelah sekian lama mencari di mana keberadaan
Ucit, tiba-tiba salah seorang tetangga yang bernama Parno berteriak,
"Hei, anakmu ada di sini! Ada di dalam kamar ini!"
Semuanya tersentak
mendatangi arah suara Parno. Aneh, di kamar itu mereka mendapati Ucit
sedang asik bermain dengan mobil mainannya. Semuanya bingung. Bingung
karena waktu mencari-cari tadi Ucit tidak berada di kamar itu, tapi
sekarang tiba-tiba sudah berada di dalamnya. Padahal, entah sudah berapa
kali kamar itu diobrak-abrik namun Ucit tidak ada di sana.
Ida
menangis terisak-isak sambil memeluk anak itu. “Ucit, kami ke mana saja,
Nak?" tanyanya sambil membelai-belai rambut Ucit yang lebat.
"Ucit
diajak Bibi jalan-jalan," jawab Ucit dengan suara yang masih agak pelat.
Dia sendiri tampak bingung melihat tetangga berdatangan. Semuanya
mengerubung di dalam kamar itu.
"Bibi? Bibi yang mana?" bertanya Jauhari sambil mengerutkan keningnya.
"Bibi
yang naik dan bisa terbang ke atas!" anak itu menunjuk ke langit-langit
kamar. Semuanya menengadah ke sana. Tapi mereka tak menemukan sesuatu
apapun.
"Bibi Dewi cantik sekali. Ucit suka sama dia!" anak itu terus berceloteh membuat yang hadir saling berpandangan.
"Perasaan di er-te kita ini tak ada warga yang bernama Dewi,” celetuk seorang tetangga bernama Ridwan.
Sementara itu, Jauhari merasakan hatinya berdesir aneh. "Ucit diajak kemana saja?" selidiknya.
"Jauh
sekali, Ayah! Ucit ke istana. Uh, enak sekali. Ucit nanti sore mau
dijemput Bibi lagi, disuruh tinggal di istana. Bibi Dewi baik...baik
sekali!" jelas Ucit. Kemudian dia tertawa lucu sehingga membuat yang
melihatnya ternganga.
"Astagfirullah! Jangan-jangan anakmu digondol dedemit, Jo!" Ridwan terbelalak ngeri.
"Ah, kamu jangan ngaco!" sergah Parno.
Tapi
Jauhari merasakan hal yang sama. Dia menangkap suatu ketidakberesan
telah terjadi di rumahnya. Anak kecil sebaya Ucit biasanya jarang sekali
berbohong.
"Sudahlah! Yang penting anakku sudah ditemukan. Aku
berterima kasih sekali kepada kalian. Hampir saja aku berpikir bahwa
anakku menjadi korban penculikan," katanya berusaha mengakhiri
perdebatan.
Pukul setengah lima sore para tetangga yang berkerumun
itu membubarkan diri untuk masing-masing pulang ke rumahnya. Begitu para
tetangga sepi, Jauhari dan Ida pun kembali melakukan aktivitasnya.
Namun,
selesai menyiram bunga dan bermaksud akan berbalik ke dalam rumah,
hidung Jauhari merasakan aroma seperti bunga kenanga. Harum semerbak.
"Bau
darimana ini ya?" pikirnya. Saat dia mengambil sapu lidi di dalam
rumah, bau aroma bunga itu semakin tajam. Bahkan menyengat hidung.
Jauhari
tengok kanan- kiri mencari sumber asal bau itu. Baru saja dia akan
masuk ke dalam rumah untuk menemui isterinya, tiba-tiba terdengar suara
bernada tajam, "Kau sibuk mencariku bukan?"
Jauhari tersentak kaget.
Dia cepat-cepat menoleh ke arah asal suara. Di belakangnya berdiri
seorang perempuan bergaun merah. Cantik sekali, bagaikan bidadari dari
kayangan. Jauhari terpana melihatnya.
"Si...si...siapa kau?” Jauhari
tergagap. Dia mundur selangkah demi menyadari bahwa aroma bunga kenanga
yang tercium tadi adalah berasal dari tubuh perempuan itu.
"Aku? Ah,
rasanya kau tak perlu tahu! Tapi aku datang ke sini untuk mengingatkan
kau akan janjimu dulu. Ingatlah, kau pernah berjanji apa sewaktu
isterimu mengandung sebagai hasil hubungan intim yang kalian lakukan di
Pantai Kalap, di beranda istanaku?"
"Aku…aku…," Jauhari semakin gagap.
"Kuingatkan, Jauhari! Waktu lima tahun bukanlah waktu yang singkat buat menepati sebuah janji!"
"Tapi aku…."
"Sudahlah! Aku sudah cukup memberi masa yang panjang untukmu. Sekarang tiba waktuku untuk mengambil anak itu!"
"Ja...jangan!
Dia anakku, anakku satu-satunya!" Jauhari menjerit ketakutan. Keringat
dingin di tubuhnya bercucuran. Dia bersimpuh di hadapan perempuan itu
sambil menangis.
Saat itulah Ucit muncul di pintu. Dia menatap
lucu ke arah perempuan jelita itu. "Hiii, Bibi Dewi datang. Asyiiik…!”
cetusnya untuk kemudian menghambur ke pelukan perempuan cantik itu yang
serta merta menggendongnya.
"Kita jalan-jalan ke istana lagi, yuk!" ajak Ucit dengan lugunya.
Sementara, Jauhari hanya melongo. Wajahnya pucat. “Ucit, jangan pergi, Nak!" pintanya sambil terus menangis.
"Kau
jangan khawatir, Jauhari. Sewaktu-waktu Ucit masih bisa datang
kepadamu. Terutama di malam Jum'at. Sediakanlah kopi pahit untuknya,
juga sebutir telur ayam kampung. Dengan demikian dia akan selalu
membantumu bilamana kau kesulitan. Percayalah!" kata perempuan itu.
Setelah
itu dia menjentikkan jarinya. Seketika lenyap meninggalkan asap tipis
yang membubung ke angkasa lalu menghilang tersapu angin.
Jauhari
menggigil badannya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya
barusan. Dia baru sadar dari keterpukauannya ketika mendengar isterinya
memanggil.
"Bang, Ucit ke mana lagi?" tanya Ida sambil terpaku.
Jauhari
merasakan mulutnya sulit untuk digerakkan, "Dia… dia…!" kata-kata ini
tak bisa diteruskannya. Saat isterinya mendekat, Jauhari sudah keburu
jatuh pingsan!
***
Hari-hari yang
menyedihkan! Bagitulah yang dirasakan Jauhari bersama Ida, isterinya.
Mereka hanya bisa meratapi nasibnya karena kehilangan anak yang sangat
mereka sayangi.
Namun, sesuai janji Dewi penguasa Pantai Kalai itu,
di waktu-waktu tertentu Ucit memang masih mau mendatangi kedua orang
tuanya. Namun dia telah berubah. Ucit yang dulu lucu kerap datang dalam
wujud raksasa yang menakutkan, yang kemunculannya selalu ditandai dengan
angin ribut di sekitar rumah Jauhari.
Angin ribut itu hingga kini
dipercaya warga sekitarnya sebagai pertanda akan munculnya raksasa hasil
perpaduan antara gaib dan nyata itu. Entah benar atau tidak. Yang
pasti, masyarakat sekitarnya setiap malam Jum'at acapkali mendengar
Jauhari dan isterinya bercakap-cakap dengan sesuatu yang tak nampak di
mata mereka. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa biarpun si kecil
Ucit telah berpindah ke alam gaib, namun tak akan pernah bisa melupakan
kedua orang tuanya.