Jumat, 16 Desember 2011
BERBURU HARTA KARUN TUANKU DATUK TAMBUSAI
Konon, harta karun berupa lantakan perhiasan emas itu merupakan peninggalan Tuanku Datuk Tambusai. Dedengkot gaib yang menjaganya berwujud sosok kera putih raksasa mirip Hanoman. Siapapun bisa mengangkatnya. Asalkan....
Perekonomian Indonesia terus terpuruk. Moralitas masyarakat pun semakin terancam oleh produk-produk kebudayaan asing yang sama sekali tidak sesuai dengan karakter bangsa. Karena itulah, kita harus senantiasa berhati-hati dalam mensikapi segala macam pengaruh negatif. Hal ini penting kita lakukan demi tegaknya negeri tercinta ini.
Dalam kesempatan kali ini saya akan menceritakan pengalaman yang cukup menegangkan, yang ada hubungannya dengan kesulitan dalam mencari dan mencoba merubah nasib dari keterpurukan ekonomi yang kian parah. Bahkan kejadian yang saya alami ini, saya meyakinnya, pasti bukan hanya saya saja yang mengalaminya. Ya, mungkin puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang yang telah mengalaminya.
Harapan saya, mudah-mudahan apa yang saya alami dan banyak suadara kita yang lain lakoni ini, mungkin bisa diambil hikmah dan pelajaran di dalamnya. Supaya kita di kemudian hari, kita tidak terjebak dalam hal-hal yang musykil dan di luar jangkuan pemikiran kita manusia normal pada umumnya.
Waktu itu, saking didorong rasa ingin tahu dan keinginan untuk membuktikan adanya dunia alam lain, yang konon ceritanya menyimpan berbagai misteri, terutama prihal adanya dana gaib dan harta karun yang terpendam di dalamnya, maka saya nekad melakukan apa yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Waktu itu saya mendengar ada sejumlah orang yang telah sanggup atau mampu untuk
melakukan ritual transaksi peminjaman atau penarikan dana gaib. Tepatnya menarik harta karun yang terpendam di berbagai lokasi yang diyakini sebagai tempat penyimpanannya. Harta dimaksud disebutkan sebagai barang peninggalan dari kerajaan atau kesultanan zaman dahulu.
Berbekal informasi yang ada, rencana perburuan harta karun itu mulai saya susun bersama dengan beberapa orang teman. Sesuai dengan rencana, ritual perburuan akan kami lakukan di sebuah hutan yang di daerah Riau, Sumatera Barat. Ada bagian dari kawasan hutan ini yang disebut-sebut sebagai letak penyimpanan harta karun dari suatu kesultanan tempo dulu. Bahkan disebutkan kalau bagian hutan ini dulunya merupakan lokasi istana kesultanan dimaksud. Karena begitu angker, maka masyarakat setempat menyebut titik rimba belantara ini sebagai Hutan Larangan.
Menurut cerita masyarakat setempat, yang kemudian diperkuat dengan teropong batin kami dan ahli spiritual lain,, memang pada titik ini terdapat banyak sekali harta terpendam yang merupakan milik kerajaan Tuanku Datuk Tambusai pada zaman silam.
Kami memulai perburuan gila itu persis pada alam tanggal 12 Januari 2006. Setelah kami mempersiapkan semua keperluan ritual, dengan bekal keyakinan dan mohon doa serta perlindungan dari Allah SWT, kami yang beranggotakan 5 orang yang salah-satunya sebagai petunjuk jalan, bergerak menuju lokasi Hutan Larangan.
Anggota rombongan ini persisnya saya berdua dengan adik perguruan saya, dan yang 2 orang lagi bertugas untuk berjaga-jaga di lokasi perburuan, sementara yang seorang adalah penunjuk jalan yang kami bayar. Memang, orang ini disebut-sebut sebagai yang tahu persis di mana titik Hutan Larangan yang konon menyimpan harta karun Tuanku Datuk Tambusai itu.
Kebetulan sekali, waktu itu bertepatan dengan terjadinya huru-hara mencekam yang disebabkan oleh amukan gajah-gajah hutan yang menyerang para penduduk di sekitar hutan, akibat habitat alamiah mereka yang terusik. Akibat kemarahan gajah-gajah ini, penduduk akhirnya bersiasat menjebak mereka. Akhirnya, banyak sekali gajah yang mati karena diracuni oleh warga ketika itu. Karena banyaknya gajah yang mati, beberapa bagian hutan dipenuhi dengan bau busuk bangkai yang memuakkkan. Bahkan, beberapa kali kami menemukan bangkai gajah yang telah membusuk dan dikerubungi belatung-belatung menjijikkan.
Hari itu, perjalanan kami tempuh selama hampir 8 jam. Perjalanan ini persisnya kami mulai dari kota Bagan Batu. Dan beberapa kali kami harus melewati pos penjagaan perkebunan sawit, karena memang lokasi perburuan yang akan kami tuju letaknya di dalam hutan yang dikelilingi oleh perkebunan sawit.
Tepat pukul 23.20 WIB, kami tiba di lokasi perburuan. Tanpa membuang waktu lagi, kami langsung melakukan ritual untuk melakukan proses transaksi penarikan. Ritual ini kami awali dengan meminta izin dari lelembut penguasa Hutan Larangan.
Berbagai doa keselamatan kami panjatkan, agar kami terhindar dari pengaruh negatif kawasan tersebut. Dalam ritual ini tak ketinggalan pula muncul berbagai makhluk gaib yang ada di situ. Mereka berhasil kami jumpai melalui kekuatan batiniah tingkat tinggi. Namun, dari sekian banyak makhluk halus itu suma satu makhluk yang berbentuk seperti monyet putih, atau biasa disebut dengan Hanoman, yang sepertinya ingin menghalangi maksud kedatangan kami.
Namun, syukurlah! Setelah kami melakukan ritual komunikasi dan transaksi penarikan harta tersebut, kami mendapat kesepakatan dengan semua gaib yang ada. Termasuk dengan sosok kera putih mirip Hanoman itu. Intinya, kami diizinkan untuk mengambil keberadaan harta yang terpendam selama ratusan tahun tersebut. Jumlahnya amat fantastis! Mungkin tidak terhitung lagi.
Berdasarkan hasil terawangan gaib kami, ditambah dengan penjelasan lelembut yang menguasainya, diketahui kalau semua harta tersebut kebanyakan berbentuk barang jadi, seperti: perhiasan, dan perabotan yang terbuat dari emas.
Setelah berhasil meneropong keberadaan harta karun yang kami buru, dan kami juga telah berhasil bernegosiasi dengan makhluk halus yang menguasainya, untuk sekedar menghimpun energi, beberapa saat lamanya ritual kami hentikan. Untuk sementara waktu, kami melakukan musyawarah, yang intinya untuk mencari kesepakatan bagaimana baiknya untuk melanjutkan proses penarikan harta tersebut. Karena kami yakin bahwa kalau kita berhubungan dengan yang namanya makhluk gaib, tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi hal ini,menyangkut harta karun yang selama ini telah mereka kuasai.
Proses penarikan kami lanjutkan setelah kami peroleh kesepakatan dengan anggota bahwa kami akan meminta bukti terlebih dahulu keberadaan barang tersebut, sekaligus untuk membuktikan bahwa barang tersebut adalah emas asli.
Masalahnya, yang kami takutkan adalah ritual itu akan berakhir percuma. Setelah capek-capek kami keluar tenaga, biaya dan pikiran, tidak tahunya yang kami dapatkan bukan emas. Ya, umumnya hanya berupa Kuningan Sari, seperti yang selama ini sering terjadi.
Untuk itulah, kembali kami melakukan proses negoisasi kepada gaib yang menguasai tempat itu, khususnya harta karun dimaksud. Ya,. dengan kesepakatan kami meminta bukti terlebih dahulu, maka diharapkan ritual bisa berjalan sukses.
Setelah memakan waktu lebih satu jam kami melakukan negosiasi, akhirnya tercapailah kesepakatan. Intinya, kami diizinkan untuk mengambil beberapa macam jenis harta karun yang terpendam.
Tepat pukul 1.30 WIB, kami telah selesai melakukan proses negoisasi. Dari negosiasi gaib itu kami memperoleh kesepakatan untuk penarikan harta karun yang dijanjikan terhadap kami. namun hal itu harus dilakukan esok harinya. Tepatnya pukul 12.00 WIB, atau ba'da sholat Dzuhur.
Malam itu, kami beranjak dari lokasi perburuan untuk kembali lagi besok siangnya. Dalam perjalanan pulang ke tempat peristirahatan kami yang tidak jauh dari lokasi perburuan, semua anggota termasuk saya, tidak banyak mengeluarkan kata-kata. Maklumlah, keadaan kami waktu itu memang sudah sangat letih. Bahkan, sebagian anggota ada yang tertidur di mobil.
Sampai tiba di tempat peristirahatan tidak banyak yang kami lakukan. Setelah sholat malam, kami langsung mencari tempat masing-masing untuk merebahkan badan.
Esok harinya, kami berangkat lagi menuju lokasi perburuan, dengan anggotan yang masih tetap seperti kemarin. Tepat waktu Dzuhur, kami tiba di lokasi dan langsung melakukan shalat Dzuhur berjamaah. Selesai melaksanakan shalat, tanpa membuang waktu lagi, kami langsung melakukan ritual penarikan.
Ternyata, ritual penarikan ini tidaklah mudah. Sialnya lagi, si Hanoman yang menjadi dedengkot gaib penguasa harta karun itu malah ingin melakukan negosiasi ulang. Dia menginginkan penarikan dilakukan tengah malam nanti.
Ringkas cerita, tepat pukul 12.20 malam, kami mulai melakukan proses penarikan. Celakanya, seorang anggota kami yang bertugas menjaga kami dari gangguan binatang gajah tiba-tiba muncul sambil berteriak-teriak ketakutan. Rupanya, dia melahit ada gajah yang berlari marah dari ketinggian sekitar 300 meter di atas bukit.
"Oooiii...! Pergi dulu dari situ. Di depan ada Datuk Gadang yang sedang marah menuju ke arah kalian!" Demikian teriak sang teman dari atas bukit.
Yang dimaksud Datuk Gadang adalah gajah sepuh yang sudah dianggap sebagai ketua suku para gajah itu. Karena itulah, demi mendengar teriakan ini, tidak menunggu lama lagi, kami langsung pergi dari areal penyedotan harta, menuju ke atas bukit. dari sini, kami bisa melihat keberadaan gajah-gajah yang sedang marah tersebut. Mereka menuju ke arah lokasi tempat penarikan.
Selang beberapa saat setelah kami rasa situasi sudah aman, kami melanjutkan proses penarikan. Proses penarikan ini tidak memakan waktu lama. Mungkin hanya sekitar setengah jam. Ya, kami sudah mendapatkan beberapa buah perhiasan.
Memang, menurut petunjuk dari gaib, di situlah lokasi dimana kami akan diberikan beberapa contoh perhiasan yang akan kami buat sebagai bukti keberadaan harta karun tersebut, sekaligus memastikan keasliannya.
Setelah selesai ritual, kami kembali melakukan doa keselamatan dan bersyukur ke hadirat Allah SWT, sebab kami telah selamat dan dilindungi dari pengaruh gaib selama proses transaksi, sampai dengan proses penarikan.
Besoknya, siang tepat pukul 13.40 WIB, kami kembali ke tempat peristirahatan untuk melakukan musyawarah dan menyusun rencana guna melakukan proses selanjutnya.
Setelah kami periksa semua barang, ternyata yang kami dapat adalah memang emas murni. Namun hingga tiba malam berikutnya, kami masih belum mendapat keputusan untuk menentuk langkah apa yang akan kami tempuh guna proses selanjutnya.
Sampai tiba waktunya, tepat pukul 12.00 malam, tanggal 14 Januari 2006, adik saya mendapat kontak batin kembali dari monyet putih mirip Hanoman, makhluk dedengkot penunggu Hutan Larangan. Dikatakan bahwa barang harus segera diangkat dari tempat itu sebelum masuk bulan purnama yang akan datang.
Malam itu juga, saya melakukan kontak batin melalui adik saya. Semua anggota terkejut bukan kepalang, dan langsung mengucapkan Istighfar mohon ampunan kepada Allah SWT. Dari kontak batin itu, penunggu Hutan Larangan mau menyerahkan semua harta karun yang ada disitu dengan satu syarat, yakni: kami harus mengorbankan salah satu dari anggota kami di lokasi keramat itu. Persisnya, sang gaib meminta agar kami membunuh Firman, sebutlah begitu, yang masih adik keponakan dari saya, dan harus melakukannya pada titik lokasi penyimpanan harta. Alasan gaib itu memintanya bukan tidak tanpa landasan, tapi karena memang kondisi Firman pada waktu itu sedang "Darah Manis", istilah untuk menyebutkan bahwa yang bersangkutan akan melangsungkan pernikahan seminggu kemudian.
Tentu saja kami menentang permohonan. Lebih baik tak mendapatkan segram emas pun daripada harus mengorbankan nyawa Firman yang sangat taat beribadah itu.
Demikianlah kisah yang saya lakoni sendiri. Kisah ini mungkin hanya sekelumit kesaksian dari mereka yang memiliki sifat tamak dan ketidakpuasan dari apa yang Allah berikan terhadap umatNya. Untuk itulah, semoga kita bisa memetik hikmah dari ini. Semoga kita tidak tergoda untuk melakukan langkah sesat yang dimurkai Tuhan.
Loading