Peristiwa ini dikisahkan oleh Bu Arni, kepada Penulis. Gara-gara ulah anak ambar, usaha cateringnya nyaris bangkrut....
Banyak
yang tidak percaya bahwa kelahiran anak yang belum waktunya, orang Jawa
lebih suka menamakan trekan atau anak ambar, maka di alam gaib mereka
akan tumbuh dan berkembang. Meski lain dunia dengan ayah dan ibunya,
menurut kepercayaan, anak ambar ini suatu saat pasti akan meminta
sesuatu pada orang tuanya. Kadang ulahnya bikin pusing si orang tua,
seperti apa yang dialami Bu Arni.
Tahun 1964, Bu Narni mengandung
yang pertama kali dari perkawinannya dengan suami terkasih Bapak Yam.
Bayi yang sangat didambakan ini, sayangnya pada usia kandungan 3 bulan,
harus keluar ke dunia atau keguguran. Bayi ini dikuburkan di halaman
belakang. '
Tahun 1980, rumahnya terkena gusuran proyek PBS, dan
dipaksa pindah tempat, termasuk kuburan bayi tersebut dipindahkan di
makam leluhurnya. Saat dipindahkan ini, malamnya Bu Narni bermimpi
ditemui pemuda ABG yang mengaku sebagai putranya. Wajahnya tampan dan
berkulit putih.
“Dia minta dibelikan baju dan celana baru. Tapi waktu
itu saya tak tahu siapa dia. Setelah saya tanyakan pada sesepuh
kebatinan yang kebetulan masih Eyang saya sendiri, dikatakan kalau
pemuda itu anak pertama saya yang keguguran,” cerita Bu Arni.
Sesuai permintaan, pakaian dan celana ditaruh di kuburan si anak ambar yang telah diberi cungkup kecil.
Tahun 90-an, pemuda yang sama menemuinya lagi. Dia menangis dan bersujud di pangkuan Bu Narni.
Dalam
pertemuan dua dimensi itu, pemuda itu ternyata di alamnya sana belum
dikasih nama. Ia minta diberi nama. Oleh Eyangnya, pemuda di alam lain
itu
diberna nama Bagus Anggoro. Prosesi pemberian nama ini juga harus
dilakukan dengan tradisi bancakan atau pemberian nasi gudangan pada
anak-anak kecil sekampung.
Cukup lama juga Bagus Anggoro tak menemui
ibunya. Kebetulan Bu Arni punya usaha catering. Menginjak tahun 2004,
usaha cateringnya mulai mendapat cobaan. Sepi dan tak laku. Berbagai
usaha pembenahan namun tetap saja jebol. Bu Arni selallu merugi.
Akhirnya,
Bu Arni meminta petunjuk Eyangnya, Wongso Suyuso. Saat Eyang Wongso
melakukan ritual dialog, tampak pemuda yang sudah cukup umur datang
menghadap dengan wajah kesal dan marah.
“Kamu itu siapa, kok mengganggu anakku Arni?” tanya Eyang Wongso.
“Eyang ini sama saja, masa lupa sama cucunya sendiri. Aku Bagus Anggoro, anak pertama Bu Arni.” Jawabnya.
“Kalau kamu anaknya, kenapa mengganggu ibumu?” tanya Eyang Wongso.
Bagus
Anggoro, pemuda dari dimensi lain yang dilahirkan dari garba Bu Arni
ini tertunduk. Dia kesal dan lalu menangis, “Ibu tak sayang padaku. Aku
kan sudah banyak membantu, tapi kenapa ibu tak pernah memperhatikanku."
Dari
dialog itu, ternyata Bagus Anggoro merasa tak diperhatikan orang
tuanya. Makanya dia bikin ulah, rejeki yang mengalir dari usaha catering
ibunya itu dikacau. Uang itu diambil dan disembunyikan di alamnya sana.
"Lalu apa yang kamu inginkan?" tanya Eyang Wongso.
"Aku minta dibelikan cincin!"
"Untuk apa?"
"Bagus, kan, sudah besar, ya, untuk tunangan."
"Oh, jadi kamu mau kawin, to?”
“Iya!” ujarnya.
Hasil
dialog gaib ini segera disampaikan pada Bu Narni dan segera saja
dibelikan cincin kawin sepasang. Pada malam yang telah dihitung (hari
baik) cincin itu dikuburkan di nisan Bagus Anggoro.
Malam harinya Bagus Anggoro menemui ibunya lewat mimpi. Ia membawa calon istrinya, wanita yang amat cantik.
Setelah
itu Bu Arni terbangun dengan peluh bercucuran. Keesokan paginya, ia
langsung datang ke rumah Eyang Wongso Suyono, dan menceritakan apa yang
telah terjadi semalam.
Menurut Eyang Wongso, anak ambar di alam sana
juga tumbuh seperti manusia. Bahkan juga kawin segala. Mereka membentuk
komunitas tersendiri, pisah dengan alam jin dan alam arwah. Peristiwa
seperti ini memang sangat sulit diterima akal sehat.
Sejak itu, usaha
Bu Arni mulai membaik dan tak lagi ada gangguan yang misterius.
Fenomena seperti ini masih sering kali terjadi dilingkungan kita.