Konon,
jin jenis ini biasa menampakkan diri dalam wujud seekor katak raksasa,
dengan tengkuk membawa api berkobar-kobar. Api inilah yang bisa membakar
apa saja....
Istilah
Kemangmang mungkin sudah tercetus sejak berabad-abad silam. Dia
dipercaya sebagai makhluk yang berada dalam lingkup alam gaib. Termasuk
bangsa jin.
Berbeda
dengan jenis jin lain yang punya karakter dan bentuk penampakkannya
menyerupai fisik manusia, Kemangmang wujud penampakkan fisiknya
disebutkan berupa sosok katak air dalam ukuran jumbo. Setidaknya,
kepercayaan semacam ini tumbuh subur di kalangan masyarakat Pantura,
Jawa Barat, khususnya di daerah Indramayu dan sekitarnya.
Selain
ukurannya ratusan kali lipat dari ukuran katak air atau Bangkong biasa
yang hanya sekepalan tangan orang dewasa, pada bagian antara kepala
dengan punggung, atau persisnya di sekitar tengkuk Kemangmang, akan
muncul api yang berkobar-kobar.
Api
pada tengkuk Kemangmang ini bukan halusinasi ataupun hanya api
fatamorgana, melainkan api yang sanggup membakar kayu-kayu kering. Konon
dengan sebab ini, di sejumlah lokasi rawa-rawa dan pertambakan di
wilayah Pantai Utara Jawa Barat, kerap terjadi insiden kebakaran hutan mangrove (bakau) yang, Banyak yang menduga kebakaran ini akibat ulah Kemangmang.
Uniknya
lagi, api pada tengkuk Kemangmang ini tidak akan padam walau terkena
air sekalipun. Tiap kali muncul ke permukaan air rawa, scara spontanitas
api pada tengkuknya akan berkobar-kobar.
Sama
seperti makhluk gaib pada umumnya, jin berwujud katak raksasa ini tidak
pernah berani muncul pada siang hari. Kemangmang hanya melakukan
penampakkan pada malam hari, khusus di sekitar areal rawa yang jauh dari
pemukiman.
Karena
keganasannya yang dapat membinasakan
manusia akibat kobaran apinya, tak heran bila berpuluh-puluh tahun silam, keberadaan Kemangmang menjadi momok di kalangan penggembala kerbau di kawasan Pantura, khusus di wilayah pedesaan Kabupaten Indramayu.
manusia akibat kobaran apinya, tak heran bila berpuluh-puluh tahun silam, keberadaan Kemangmang menjadi momok di kalangan penggembala kerbau di kawasan Pantura, khusus di wilayah pedesaan Kabupaten Indramayu.
Para
penggembala kerbau ketika itu selalu mencari lokasi yang subur
rerumputannya, disertai genangan air melimpah. Pasalnya, kerbau termasuk
binatang darat yang tidak tahan sengatan panas matahari sehingga harus
sering berkubang.
Untuk
memenuhi selera binatang ternaknya, para penggembala kerbau terpaksa
tinggal berhari-hari di areal rawa-rawa. Mereka inilah yang kerap
menyaksikan fenomena penampakkan Kemangmang, dengan api pada tengkuknya
yang berkobar-kobar.
Dalam
suasana gelap, penggembala kerap kali dikejutkan oleh munculnya kobaran
api di tengah-tengah rawa yang tergenang air dalam radius puluhan
hektare. Api ajaib ini berkobar-kobar sesaat di permukaan air lalu
hilang. Tidak berapa lama, kobaran itupun muncul lagi di tempat yang
berbeda. Fenomena mistik ini terus-menerus berlangsung selama beberapa
belas menit.
Apa
yang diburu Kemangmang dalam kemunculannya di tengah rawa, sampai hari
ini belum ada jawaban yang pasti. Sebab jenis makanan apa yang
disukainyapun masih misterius.
Jin
Kemangmang ini konon hanya muncul dan bermain-main dengan kobaran
apinya di permukaan rawa. Tapi, sesekali makhluk halus ini menebar
malapataka bagi manusia.
Sebelum
areal rawa diubah menjadi petakan empang bandeng dan tambak udang,
masyarakat yang mukim di sekitar pantai utara Indramayu sudah cukup
akrab dengan penampakkan jin Kemangmang. Bahkan, sampai saat inipun
disebutkan jin dalam wujud katak raksasa dengan tengkuk menyala-nyala
itu masih muncul sewaktu-waktu, terutama di lokasi yang jauh dari
pemukiman penduduk.
Uniknya
lagi, keberadaan kemangmang, di satu sisi kerap dinantikan, karena
sebagai isyarah atau petunjuk kemakmuran pangan di desa setempat. Namun
disisi lain, tidak ada seorang pun yang berharap akan bertemu dengannya,
karena jika apes, bukan hanya cidera. Bahkan nyawapun jadi taruhannya.
Setidaknya,
hal seperti itu dialami dua orang penggembala kerbau di areal rawa-rawa
Blok Rawa Tengkele, Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.
Carkiman,
23 tahun, warga Genteng, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu,
bersama teman seprofesi Tarim (45 tahun), yang tinggal di desa tetangga
dengan Carkiman, dapat dicatat sebagai saksi mata yang menyatakan kalau
Kemangmang memang masih ada.
Peristiwanya
terjadi waktu Carkiman bekerja sebagai buruh gembala kerbau pada
juragan di desanya. Statusnya hanya pawongan atau buru gembala kerbau
milik H. Ridwan. Carkiman mendapatkan tugas menggembalakan sepuluh ekor
kerbau berbagai jenis kelamin dan usia.
Upah jasa sebagai buruh gembala kerbau bukan berupa uang cash,
melainkan berupa gabah tiap usai panen musim rendeng. Untuk mendapatkan
lokasi yang cocok bagi binatang gembalanya, Carkim memilih menetap di
sekitar rawa-rawa Blok Rawa Tengkele, berlokasi di luar wilayah desa
tempatnya tongga;.
Di
tempat itu tidak hanya dia sendiri. Beberapa buruh gembala kerbau
lainnya pun menetap di lokasi yang sama. Sehingga puluhan ekor kerbau
memenuhi kawasan rawa-rawa tersebut.
Dari
sejumlah buruh gemgala kerbau yang ada, Tarim merupakan penggembala
yang paling ramah serta sangat akrab dengan Carkim. Sama seperti halnya
Carkiman, pria paruh baya itupun hanya berstatus buruh gembala.
Malam
itu di kawasan rawa masih gerimis sisa hujan tadi siang. Carkiman dan
Tarim sepakat tidur bersama dalam gubuk milik H. Ridwan. Sore menjelang
Maghrib, Tarim baru kembali dari rumah majikannya buat mengambil
perbekalan. Dalam kantung kresek warna hitam yang dibawanya terisi penuh
gula, kopi, rokok dan makanan kering.
Carkiman
yang sudah kehabisan perbekalan, merasa bersyukur lantaran temannya
selalu membuka tangan untuk saling menolong dalam hal akomodasi.
Tanpa
mengenal jam dan waktu, dua teman karib yang beda usia itupun duduk
bersila di atas tikar pandan di lantai gubuk yang lembab. Dua cangkir
kopi masih mengepulkan asap dengan baunya yang gurih. Ditingkahi kepulan
asap rokok keretek murahan dari lubang mulut keduanya.
Untuk
mengisi malam, Tarim paling banyak bicara. Dia dengan bangganya
menceritakan setumpuk pengalaman sepanjang kariernya sebagai penggembala
kerbau.
Selain
pengalaman manis dan pengalaman pahit dalam hal ekonomi, sebagian di
antaranya berkaitan dengan pengalaman mistis yang sangat mencekam.
Selama
puluhan tahun menggembala kerbau dan bermukim dari rawa yang satu ke
rawa yang lainnya, sudah tidak terhitung dia menemukan pengalaman
mistis.
Menurut
Tarim, ada beberapa jenis makhluk halus yang biasa bermukim di sekitar
rawa. Namun dari sekian jenis makhluk halus penghuni rawa,
Kemangmang-lah yang paling ganas dan berbahaya.
Di
saat menjelaskan sepak terjang Kemangmang yang mengerikan dan berbahaya
itu, di kejauhan tiba-tiba terdengar suara anjing dalam jumlah banyak.
Bukan hanya menyalak dan mengeram, bahkan ada juga yang melolong panjang
seakan tengah mengundang makhluk halus agar datang di tempat itu.
Saat itulah, sekitar seratus meter di depan gubuk, tepatnya di tengah genangan air rawa, tiba-tiba terlihat api berkobar. Kobaran api itu muncul sesaat, lalu kembali menghilang.
"Masya Allah, kita bakal celaka, Car!" Pekik Tarim, risau. Wajahnya yang semua ceria mendadak berubah tegang.
"Celaka? Apa maksud Mang Tarim?" Carkiman terbengong.
"Barusan kamu melihat kobaran api di tengah air rawa kan?" Tarim balik bertanya.
"Ya, saya melihatnya. Memangnya itu api apaan sih, Mang?"
Tubuh
Tarim bergetar hebat. Bibirnyapun bergetar. Begitu pun suara yang
keluar dari celah bibirnya bergetar dan terbata-bata,
"I...i...itulah...itulah yang barusan saya ceritakan. Itu...itu api
kemangmang, Car!" Urai Tarim.
Jantung
Carkiman nyaris saja copot setelah mendengar penjelasan Tarim. Ternyata
Kemangmang itu wujudnya kobaran api yang tidak padam terkena air.
Lalu
Tarim membenamkan rokoknya ke dalam lantai gubuk yang lembab, sekaligus
meminta Carkiman untuk mematikan rokoknya. Konon, Kemangmang sangat
sensitif terhadap cahaya walau sekecil apapun. Diceritakan, jika sudah
melihat cata, makhluk itu langsung mengejar ke sumber cahaya tersebut.
Tanpa diminta dua kali, Carkiman kontan melumatkan bara rokoknya ke atas lantai hingga padam seketika.
Tidak
berapa lama pula, kobaran api aneh itu muncul di permukaan air rawa,
bahkan hanya berjarak beberapa meter di depan gubuk. Rupanya makhluk itu
sudah melihat cahaya rokok dalam radius ratusan meter tadi.
Baik
Carkiman maupun Tarim langsung memanjatkan doa kepada Tuhan supaya
makhluk itu tidak menyerang. Tapi, belum selesai memanjatkan doa-doanya,
kobaran api berikut sosok katak sebesar kambing gibas secara cepat
melompat dari dalam air dan menerjang ke arah Carkiman dan Tarim.
Menyadri
datangnya bahaya, Tarim menyeret lengan Carkiman sekaligus menerobos ke
samping gubuk. Baru saja keduanya bergulingan di atas tanah becek,
Kemangmang sudah menggempur ke dalam gubuk.
Gubuk
yang terbuat dari anyaman bambu itupun secara cepat terbakar,
menciptakan sinar merah kekuningan. Dari dalam kobaran api gubuk
melesatlah Kemangmang tertuju ke arah keduanya.
Sekuat
tenaga, baik Carkiman maupun Tarim mempercepat larinya. Hanya
mengandalkan cahaya bulan yang remang-remang, keduanya lari
pontang-panting di antara rumpun belukar.
Setelah
jatuh puluhan kali, baru keduanya menarik nafas lega. Keduanya
bersyukur karena tidak sampai dibakar oleh Kemangmang. Malam itu
keduanya tidur di tempat lain yang jauh dari rawa.
Keesokan
paginya, barulah keduanya mendatangi tempatnya kejadian semalam.
Ternyata, di gubuk yang tersisa hanyalah puing-puing hitam sisa arang
gubuk.