Konon,
jin ini adalah penggemar kepala bekakak ayam yang dijadikan sesajen di
kuburan. Siapa yang berani mengambil kepala bekakak ayam tersebut untuk
jimat judi, maka dia akan menghadapi terornya. Berikut adalah kisah
mistis berkaitan dengan kepercayaan tersebut....
Jin
kepala miring! Sesuai dengan namanya, sosok makhluk halus yang satu ini
memang kelihatan cukup menyedihkan. Badannya sama seperti manusia
biasa, hanya yang membedakannya dari posisi kepalanya. Tulang lehernya
seperti patah, menyebabkan kepalanya terkulai miring.
Sesungguhnya
jin kepala miring tidak membahayakan. Dia tidak seperti jin kemangmang,
banaspati maupun jin cekik yang dapat menyerang bahkan menghabisi nyawa
manusia.
Jin
kepala miring kemunculannya tak lebih hanya sebatas teror semata, dan
unjuk giginya pun hanya di depan orang yang telah menyinggung harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Makanan
kesukaan jin ini diantaranya adalah bekakak ayam buat sesaji di kuburan
orang yang meninggal. Ayam yang dipanggang ini tidak seluruhnya
disantap melainkan hanya diambil bagian kepalanya saja.
Maka,
bagi siapapun yang dengan sengaja mencuri kepala bekakak ayam sesaji
penguburan, niscaya bakal diteror habis-habisa. Jin kepala miring bakal
menampakkan sosoknya dimanapun orang itu berada.
Wasda,
48 tahun, salah seorang "korban" teror jin kepala miring akibat tabiat
iseng yang melekat pada pribadinya. Sepanjang malam, pria tamatan SD
yang beranak tiga orang putera ini sama sekali tak dapat tidur.
Akibat
kejadian yang dialaminya itu, pria beristerikan Ny.Tarinih, 40 tahun,
ini mengucapkan ikrar dalam hatinya, tidak akan berlaku iseng lagi,
sebab keisenganlah yang ternyata mendatangkan kesengsaraan.
Sewaktu
ditemui Misteri di rumahnya, Desa Ujung Pendok, Wasda dengan
gamblangnya menuturkan fenomena gaib yang benar-benar membuat jiwanya
tersiksa itu.
"Sama sekali bukan bermaksud menantang makhluk gaib, tetapi hanya semata-mata memperturutkan keisengan saya saja," cetus Wasda.
Keisengannya
itulah yang membuat ayah dari Masnun, Kasda dan Darma ini menyesal
seumur hidup. Sampai kapanpun dia tidak akan mengulangi perbuatan itu
lagi.
Bahkan
bukan hanya dia seorang diri yang dihantui rasa takut bukan kepalang
itu, tapi sanak keluarganya pun ikut-ikutan dibuat repot. Teror jin
berwujud pemuda lajang tersebut akhirnya berhasil dihalau, setelah salah
seorang adik iparnya sengaja mendatangkan kelompok pengajian.
Sebanyak
70 anggota pengajian, semalam suntuk membaca petikan ayat Qursyi di
rumahnya. Berkat karomah ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan secara
berjamaah, makhluk gaib itupun berhasil dihalau dan tidak bisa lagi
menampakkan wujudnya di depan Wasda.
Hari itu, bakda shalat Ashar, dari corong pengeras suara Masjid Al-Manfaat disampaikan kabar duka cita atas meninggalnya salah seorang warga, akibat jatuh dari atas pohon mangga.
Wasda
dan puluhan warga lainnya langsung melakukan ta'ziah ke rumah orangtua
Darno. Suasana berkabung pun menyungkupi penghuni Blok Pulo. Sebagian
besar sanak famili menangis histeris atas meninggalnya pemuda lajang
yang tiga bulan mendatang bakal menikahi kekasihnya itu.
Proses
pemakaman, mulai penggalian liang lahat hingga penguburan berlangsung
lancar dengan memakan waktu hingga menjelang Maghrib. Seusai petugas
lebai membaca talkin, seluruh sanak famili maupun pengiring meninggalkan
kompleks pemakaman umum. Yang tertinggal hanya bekakak ayam yang
diletakkan di sisi gundukan tanah kuburan Darno. Hal ini memang sudah
menjadi tradisi turun-temurun bagi sebagian warga pedesaan di Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.
Malamnya,
seusai shalat Isya, secara diam-diam, tanpa ditemani siapapun, Wasda
menerobos pintu gerbang kompleks TPU. Dengan gerak-gerik penuh
kewaspadaan, dia melangkah di antara sela-sela gundukan kuburan menuju
ke bawah pohon Angsana Kawak, dimana Darno sore tadi dimakamkan.
Dalam
suasana cukup gelap dan tanpa diterangi lampu senter, pandangannya
dipentang lebar-lebar hingga berhasil menemukan nampan yang diatasnya
teronggok bekakak ayam.
Dengan
menggunakan kantong kresek, ayam panggang itupun digondol pulang ke
rumahnya. Tanpa mengabari isteri dan tiga anaknya, bekakak ayam itupun
disantapnya di dapur.
Saking
laparnya, hanya dalam waktu sekejap saja, bekakak ayam itupun hanya
menyisakan tulang belulang serta butiran kepalanya. Tulang belulang
dimasukkan kantung kresek tadi untuk dibuang di kubangan sampah yang ada
di belakang rumah. Sedangkan butiran kepala ayam dia bungkus kain putih
lalu dimasukkan ke laci lemari pakaian. Konon, bagi para penjudi dadu,
kepala bekakak ayam sesaji kuburan, diyakini sebagai jimat sangat ampuh.
Cerita
dari mulut ke mulut menyebutkan, dengan mengantongi jimat kepala
bekakak ayam, instingnya jadi tajam saat memilih dadu yang dipegang
bandar.
"Selama
ini, uang saya sering ludus di arena dadu judi. Untuk membalas
kekalahan, sengaja saya manfaatkan jimat kepala bekakak ayam itu," dalih
Wasda saat bercerita kepada Misteri.
Yang
namanya jimat, sudah tentu ada semacam ritual khusus yang mesti
dijalani. Dan malam itu, Wasda sengaja mengadakan ritual khusus di kamar
paling belakang rumahnya.
Dalam
ruangan penyimpangan gabah itulah, dia sengaja melakukan ritual gaib
sesuai dengan petunjuk yang dia peroleh dari orang tua yang selama ini
diandalkan untuk kelancaran usahanya.
Obsesinya
mendapatkan uang banyak dari judi dadu, memotivasi semangat di dalam
dadanya. Dengan semangat yang membara, serangan kantuk berhasil
dimentahkan dan deretan pegellinu pada punggungnya akibat terus-menerus
duduk bersila menghadapi butiran kepala bekakak ayam, sama sekali tidak
dia rasakan.
Batas
ritualpun akhirnya tiba. Dari corong pengeras suara masjid berkumandang
pembacaan ayat suci dilanjutkan kumandang adzan Subuh. Wasda menarik
nafas lega, sebab ritual gaibnya berhasil dilalui tanpa hambatan.
Kepala
bekakak ayam dibungkus lagi dengan lembaran kain putih dan kembali
diamankan dalam laci lemari yang dikunci rapat. Tanpa memperdulikan
keadaannya yang acak-acakan dan kusut masai, Wasda meluruskan punggung
di atas tikar ruang tamu.
Dia
tidur laksana mati, baru terjaga dari tidurnya tepat pas kumandang
adzan shalat Ashar. Ungkapan heran sang isteri tidak dia jawab, Wasda
langsung kabur ke kamar dapur. Perutnya mulai berontak untuk secepatnya
diisi.
Sambil
menyantap nasi dan lalapan, yang terlintas dalam benaknya, acara
hajatan familinya tiga hari mendatang. Sudah jadi tradisi, di sekitar
pentas sandirawara bakal digelar judi dadu.
Saat
itulah Wasda bakal membuat kejutan kepada bandar dadu. Dengan kekuatan
jimat kepala bekakak ayam, dia bertekad menguras habis modal bandar judi
dadu.
Keesokan
malamnya, dia tidur sore-sore. Dia mesti punya bekal buat lek-lekan
pada malam berikutnya di rumah familinya yang akan mengkhitan putera
bungsungnya itu.
Malam
lek-lekan pun tiba. Wasda sudah siap bergadang di rumah Mustafa, si
bandar dadu, hingga Subuh. Sekitar pukur delapa malam, Wasda mengunci
pintu depan rumahnya, sementara tiga anaknya maupun sang isteri siang
tadi sudah sibuk membantu persiapan hajatan itu.
Untuk
tiba di rumah Mustafa, mesti melewati kompleks TPU dilanjutkan
menerobos jalan setapak di antara rapatnya rumpun bambu. Seperti ada
sugesti, selangkah lagi melewati tiba depan pintu gerbang pemakaman,
yang terbayang dalam ingatannya tak lain kuburan Darno. Sehingga tanpa
dapat dicegah, ekor mata Wasda melirik ke ambang pintu gerbang. Bersama
itu pula, aliran darahnya berdesir sangat cepat. Tepat di ambang pintu
gerbang yang temaram, dia melihat seseorang berdiri tegap menghadap ke
arahnya.
Secara
reflek, Wasda menghentikan langkahnya. Di sisi lain, seseorang diambang
pintu gerbang tadi mengayun langkah menghampirinya. Makin diperhatikan,
ada perasaan aneh pada pandangan Wasda.
Wajar,
jika dia merasa aneh, sebab orang yang menghampirinya itu tidak lain
Darno yang dimakamkan beberapa sore silam. Makin diperhatikan, keanehan
demi keanehan terus memenuhi benak Wasda. Terutama manakala dia
menyaksikan kepala Darno terkulai ke sisi kiri nyaris rata dengan
bahunya sendiri.
Wasda,
yang semula terbengong takjub kontan terlonjak kaget. Terlebih ketika
Darno menyebut namanya seraya menghiba-hiba supaya kepala bekakak
ayamnya dikembalikan.
Rasa
takjubnya tidak berlarut-larut, dan nalurinya langsung bekerja, bahwa
orang didepannya bukan Darno melainkan jin kepala miring yang meniru
wujud Darno. Apalagi secara kebetulan, saat meninggalnya, leher Darno
pun patah akibat menimpa tanah kering dari cabang pohon mangga dalam
ketinggian belasan meter.
Setelah nalurinya bekerja, Wasda langsung angkat kaki secepat-cepatnya meninggalkan jin kepala miring menuju rumah Mustafa.
Malam
itu merupakan kemunculan perdana sosok jin kepala miring berwujud
Darno. Keesokan malamnya, ketika Wasda sibuk mengamankan uang kertas
dari bandar judi dadu, bahu sebelah kirinya ada yang menyentil. Sambil
menyentil ada suara memanggil namanya. Tapi karena ingar-bingar gamelan
pentas sandiwara, dia kurang paham suara siapa yang memanggilnya dari
belakang itu.
Mulanya
dia hanya menduga salah seorang pemasang judi yang minta pecingan.
Selembar uang kertas seribuan dia sodorkan tanpa menoleh ke belakang.
Tapi tak ada reaksi apapun dari orang di belakangnya.
Lantaran
penasaran, Wasda menoleh ke belakang. Tak disengaja, wajahnya tepat
berhadapa-hadapan dengan wajah yang terkulai di sisi bahu laki-laki di
belakangnya.
Tahu
orang itu sosok Darno dengan kepalanya yang terkulai miring, Wasda
kontan bergidik. Dia mendorong para pemasang judi dadu di depannya, lalu
dia pun lari tunggang-langgang menerobos rumah Mustafa.
Melihat
tingkah Wasda, sebagian pemasang hanya terbengong aneh. Sebagian
lainnya tertawa ngakak karena dianggapnya lucu. Sedangkan bandar judi
dadu menunjukkan muka gondok lantaran sudah separuh modalnya berpindah
ke saku celana Wasda.
Teror ketakutan kian menguasai jiwa Wasda. Akibatnya malam itu dia tidak berani pulang, selain terus diselimuti keresehan.
Keesokan
malamnya, dan malam-malam berikutnya, merupakan saat-saat paling
menegangkan bagi Wasda. Tiap detik selepas waktu Isya, suasana dirasakan
sangat mencekam. Meskipun berada di antara ketiga anak laki-lakinya
yang dua diantaranya mulai beranjak remaja.
Selama
itu pula, dia belum menceritakannya kepada siapapun, tak terkeculai
terhadap isterinya sendiri, tentang apa yang sedang dialaminya.
Sementara, jangankan punya nyali pergi ke warung buat beli rokok,
memasuki kamar mandi buat buang hajat pun dia sama sekali tak berani.
Meskipun
tidak pernah cerita apapun, namun Masnun maupun Kasda sudah merasakan
kejanggalan pada diri ayahnya. Kedua remaja tanggung itupun sudah bisa
membaca jiwa ayahnya yang terguncang. Tak ada lagi ketenangan selain
sosot mata yang gelisah dan penuh aroma ketakutan.
Dilandasi
rasa prihatin yang mendalam, Masnun mengadukan keadaan ayahnya kepada
pamannya yakni adik kandung Ibunya yang memang bertitel Ustadz. Atas
inisiatif kedua remaja tanggung itulah, Ustadz Hamdan mengumpulkan
seluruh anggota jamaah di rumah Wasda.
Sejak
pukul delapan malam hingga dinihari, puluhan anggota jamaah membaca
ayat-ayat suci Al Qura'an. terutama ayat Al-Qursyi yang sudah populer
sebagai ayat suci mengusir syetan. Besar kemungkinan, berkat karomah
ayat suci inilah jin kepala miring tak lagi mampu menghampiri dan
meneror Wasda.
Dirasakannya
sudah tenang, secara empat mata Wasda mengakui perbuatannya di depan
Ustadz Hamdan. Atas saran Ustadz, kepala bekakak ayam yang dijadikan
jimat judi diantarkan kembali ke kuburan Darno. Sedangkan uang sebesar
lima ratus ribu rupiah hasil menang judi dadu disumbangkan seluruhnya
kepada panitia pembangunan masjid di desa tetangga.