Kisah
mistis ini dialami sepasang kekasih di daerah Garut, Jawa Barat.
Gara-gara berhubungan intim di bawah pohon beringin yang angker, sang
pacar mendadak hamil besar. Janin genderuwo ada di dalam
kandungannya...!
Sudah
satu tahun lebih, aku menjalin cinta dengan Rangga. Sejujurnya, meski
jalinan cinta kami dari hari ke hari kian akrab dan mesra, tapi kami
masih bisa menjaga diri. Tidak tergoda untuk melakukan hubungan seks di
luar batas. Hanya sebatas peluk dan cium biasa yang sopan.
Kami
memutuskan, biarlah "yang satu" itu sebagai kado spesial nanti jika
kami sudah menikah. Ya, begitu aku dan Rangga pernah bersepakat. Namun
pada suatu hari kesepakatan yang selalu kami jaga itu akhirnya jebol
juga.
Kami
bukan hanya tergoda hingga berani melakukan hubungan seks seperti
layaknya suami isteri, tapi juga telah membuatku hamil besar mendadak
yang amat aneh dan mengerikan.
Kejadian
aneh itu berawal ketika hari itu Rangga sengaja datang ke tempat
kerjaku. Maksudnya selain untuk menjemputku pulang, juga mengajakku
makan malam di Saung Paniisan, sebuah restoran dengan suasana alam
pegunungan yang terletak di daerah selatan Kabupaten Garut.
Jarak dari pusat kota
ke restoran itu kurang lebih 12 Km. Jalan aspal menuju ke restoran itu
tidak begitu ramai tapi syarat dengan panorama alam pegunungan yang
hijau oleh hamparan kebun teh.
"Hari ini aku dapat bonus lumayan dari kantor. Aku mau ngajak
kamu makan malam di restoran itu!" Ucap Rangga, tersenyum.
kamu makan malam di restoran itu!" Ucap Rangga, tersenyum.
Laki-laki berusia 28 tahun yang bekerja di sebuah Bank Swasta itu lalu menuntunku masuk ke dalam mobilnya.
"Oke, makasih banget! Tapi awas kalau pulangnya sampai kemalaman!" pelototku, bercanda.
Rangga
hanya tersenyum mendengar candaku itu. Di mobil dalam perjalanan kami
yang romantis itu kemudian terganggu oleh cuaca alam yang tidak
bersahabat. Di tengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun begitu deras.
Jalan aspal yang kami lalui tampak pekat oleh guyuran air hujan
bercampur kabut.
"Sebaiknya kita berhenti saja dulu, Ga!" perintahku, khawatir. Hujan memang turun semakin deras.
"Iya,
tapi kita berhenti dimana? Di sekitar sini jauh dari rumah pendududk.
Sisi kiri kanan jalan hanyalah hamparan kebun teh!" Komentar Rangga
seperti bingung.
Tapi
tak lama kemudian Rangga menghentikan mobilnya di bawah sebuah pohon
beringin besar yang tumbuh menjulang di sisi kiri jalan. Meski tampak
samar oleh guyuran hujan berbaur kabut, tapi aku masih bisa melihat
bahwa pohon beringin itu berada di samping gundukan tanah mirip kuburan.
Di sekeliling gundukan tanah itu tumbuh beberapa jenis tanaman liar.
"Untung
saja ada pohon beringin besar ini. Lumayanlah, berhenti di bawah pohon
beringin ini. Mobil agak terlindung dari guyuran hujan!" Ucap Rangga
lega setelah mematikan mesin mobilnya.
"Tapi
aku merasa tak nyaman kita berhenti disini, Ga. Kesannya di sini
angker," ucapku meringis dengan bulu kuduk yang tiba-tiba meremang.
Sementara
mataku memperhatikan guyuran hujan dan angin yang menyapu daun dan
ranting-ranting pohon raksasa itu, entah mengapa tiba-tiba saja aku
melihat ranting dan dahan-dahan pohon beringin itu seperti memancarkan
suatu kekuatan aneh yang membuatku bergidik takut.
"Kamu
tak perlu takut, Rin! Ketakutanmu mungkin karena pengaruh cuaca buruk
di sekitar sini. Sebentar lagi juga hujan reda. Santai saja!" Ucap
Rangga enteng sambil menggeser duduknya lebih dekat padaku.
"Aku
siap jadi pelindungmu, Sayang! Jangankan manusia, hantu atau genderuwo
yang berani mengganggumu akan aku labrak," celoteh Rangga tertawa sambil
mengelus-elus pipiku.
Aneh,
ucapan Rangga itu seperti langsung dijawab oleh suatu kekuatan yang
membuat hujan mendadak turun semakin deras. Angin pun tiba-tiba
bergemuruh kencang seperti hendak meruntuhkan pohon beringin itu.
Bersamaan
dengan itulah, samar-samar kulihat sesosok bayangan hitam meloncat dari
ketinggian pohon itu dan turun tepat di depan mobil kami. Satu detik
kemudian bayangan itu berubah wujud menjadi seekor kera raksasa yang
menyeringai seram.
Tapi
detik berikutnya makhluk aneh itu tiba-tiba menghilang seperti di telan
guyuran hujan. Anehnya, Rangga yang duduk di sampingku seperti tak
melihat apa-apa. Malah bersamaan dengan menghilangnya makhluk itu,
Rangga kemudian menghujani wajahku dengan ciuman dan kecupan liar,
bahkan di bibir dan leherku.
Sesaat
ketakutan itu hilang. Aku merasakan kenikmatan yang menjalar di leher
dan bibirku. Tapi diam-diam aku merasa heran melihat perubahan pada diri
kekasihku itu. Tidak biasanya Rangga bersikap kasar dan liar dalam
bermesraan. Dan yang lebih mengherankan, sorot matanya tiba-tiba
terkesan aneh. Sorot mata yang menyala menahan gairah!
"Ga,
sudahlah! Aku takut...tadi aku melihat...." Aku memohonnya, Tapi
ucapanku itu terputus karena Rangga kembali mengulum bibirku. Begitu
buas, namun hangat menjalar di seluruh tubuhku.
Rangga
seperti sengaja tak memberiku kesempatan mengelak dan berkata. Bahkan
pelukan, ciuman dan rabaannya lebih nakal dan berani. Ingin rasanya aku
meronta dan memprotes ulah nakal laki-laki yang sangat kucintai itu.
Tapi,
aku sungguh tergoda oleh cumbuan yang gila itu. Tang kulakukan malah
membalas dan melayani setiap gerak permainan cintanya. Kami pun kemudian
hanyut dalam permainan cinta yang panas gairah. Suara guyuran hujan dan
angin makin membuat kami lupa diri.
Akhirnya,
dijok mobil belakang kami lalu menuntaskan hasrat seks itu dengan tubuh
setengah telanjang dan posisi setengah rebah! Ketika hujan mulai reda
kami masih terkapar kelelahan merasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru
saja kami lewati. Ya, kesepakatan kami untuk tidak melakukan hubungan
seks di luar nikah itu akhirnya jebol juga.
Karena
hari sudah mulai Maghrib, kami membatalkan rencana makan malam di
restoran Saung Paniisan. Kami lalu memutuskan untuk pulang.
Besoknya,
keanehan itu terjadi. Ketika menggeliat bangun dari tidur aku merasakan
sesuatu membebani perutku. Dan betapa terkejutnya aku manakala kulihat
perutku tiba-tiba menggelembung besar seperti hamil 9 bulan.
Sesaat
aku merasakan seperti tengah bermimpin. Tapi ketika dengan gemetar
tanganku merasakan rabaan dan elusan di perutku, aku jadi sadar bahwa
aku tidak bermimpi.
"Tidak...tidak...tidaaak...!?" Tak sadar aku menjerit-jerit saking takut daan terkejutnya.
Sekujur
tubuhku mendadak terasa lemas, kepalaku terasa pening dan tatapanku
berkunang-kunang. Bersamaan dengan itu samar-samar kulihat ayah dan
ibuku berhamburan masuk ke kamarku.
"Ada apa, Rini? Ada apa?" Tanya ayah dan ibuku serempak dengan wajah panik dan heran.
Namun
sebelum aku bisa menceritakan apa yang telah terjadi pada perutku,
tatapan mataku tiba-tiba mengelam gelap dan akhirnya aku tak sadarkan
diri.
Ketika
sadar aku sudah berada di sebuah kamar berbilik bambu. Di manakah aku?
Pikirku menerawang heran sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi
pada diriku. Ketika aku mencoba bangkit dari terbaring, tiba-tiba aku
merasakan lagi sesuatu membebani perutku. Reflek tanganku ini
meraba-raba perutku. Dan betapa terkejutnya aku manakala tahu bahwa
perutku masih menggelembung besar. Aku pun kembali menjerit-jerit saking
takut dan terkejutnya. Aneh, heran, bingung, kesal dan takut mendadak
bersatu padu dalam dadaku.
Tak
lama kemudian ayah dan ibuku masuk ke kamar, disusul seorang laki-laki
tua berpakaian garmis putih, dan di belakang laki-laki tua itu muncul
sosok yang amat kukenal, Rangga. Agaknya, orang tuaku telah menghubungi
Rangga dan menceritakan kejadian aneh yang telah menimpa diriku. Wajah
kekasihku itu tampak pucat dan gelisah.
"Syukurlah
kamu sekarang sudah sadar, Rini! Kamu pingsan cukup lama, hampir dua
puluh empat jam lebih!" Ucap ibuku sambil menghampiri dan duduk di bibir
tempat tidur.
"Kami
merasa heran dan panik melihat perutmu yang tiba-tiba membesar seperti
itu. Kami lalu memanggil dokter untuk memeriksa perutmu itu. Dokter
mengatakan bahwa perutmu sehat-sehat saja, tak ada kelainan atau
pembengkakan di dalamnya.
Tapi
yang membuat kami terkejut heran, dokter itu lalu mengatakan bahwa kamu
tengah hamil besar!" Jelas ayahku dengan dahi berkerut dan berkali-kali
menggelengkan kepala seperti tak habis pikir.
"Apa,
aku tengah hamil? Ah, tidak mungkin! Orang hamil itu harus melalui
proses satu atau dua bulan dan seterusnya. Mana ada orang hamil mendadak
besar seperti ini?" Tak sadar aku bersungut-sungut saking heran dan tak
percaya mendengar penjelasan ayahku itu.
"Tenanglah,
Rini! Itulah sebabnya kami membawamu ke Tasikmalaya ini untuk
konsultasi dan sekaligus minta pendapat dari Ajengan Sukma. Kami
khawatir kamu kena teluh atau diganggu makhluk halus atau roh jahat!"
Jelas ibuku seraya menoleh pada laki-laki tua berpakaian garmis yang
berdiri di samping ayahku.
"Neng
Rini memang tengah hamil besar. Tapi kehamilan Neng Rini ini tak wajar,
karena pengaruh jahat genderuwo. Makhluk halus jenis ini memang pada
kesempatan tertentu bisa berbuat jahat, terlebih pada orang yang bicara
sombong dan berani melakukan perbuatan tak senonoh di tempat angker di
mana makhluk itu berada," jelas Ajengan Sukma sambil menoleh ke arah
Rangga.
"Apa Nak Rangga ini kekasihnya Neng Rini?" tanyanya dengan suara bijak, sambil menatap Rangga.
"Iy...iya...saya
kekasihnya Rini. Bahkan bulan depan saya akan tunangan. Memangnya
kenapa, Ajengan?" Jawab Rangga terkejut menerima pertanyaan yang
tiba-tiba dari Ajengan Sukma itu.
Ajengan
Sukma menarik nafas panjang. Mengulum senyum. Lalu, "Maaf, menurut
peneropongan mata batin saya, Nak Rangga dan Neng Rini pernah melakukan
hubungan intim di tempat angker. Kalian tahu, sewaktu kalian melakukan
hubungan itulah makhluk halus itu datang dan menyusup ke dalam jiwa Nak
Rangga dan ikut merasakan kenikmatan hubungan yang dirasakan Nak Rangga.
Sekali lagi maaf kalau terawangan batin saya ini salah!"
Kontan
ayah dan ibuku saling tatap mendengarnya. Ada ketidaksukaan di wajah
mereka mendengar bahwa aku dan Rangga telah berbuat sejauh itu.
Sementara aku dan Rangga tertunduk mendengarnya.
Penjelasan
Ajengan Sukma itu bukan hanya membuat kami malu dan makin membuatku
ketakutan, tetapi juga telah menghantar ingatanku pada kejadian-kejadian
aneh sewaktu aku dan Rangga hendak pergi ke restoran Saung Paniisan
itu.
Bukankah
ketika itu mobil kami berhenti di bawah pohon beringin besar yang
terkesan angker? Ketika itu juga aku sempat melihat sesosok makhluk aneh
mirip kera raksasa, dan merasakan keganjilan pada diri Rangga saat
berhubungan seks denganku?
Diam-diam aku membenarkan penjelasan Ajengan Sukma yang panjang lebar itu.
"Lalu
apa yang harus kami lakukan, Ajengan? Apapun syaratnya, saya akan siap!
Yang penting perut kekasih saya ini bisa kempis seperti sedia kala,"
ucap Rangga seolah tak sabar. Wajah tampannya bersemu merah karena
menahan malu.
Ajengan Sukma tidak menjawab. Laki-laki berusia 62 tahun itu lalu mengambil suatu bungkusan dari atas lemari di pojok kamar.
"Taburkan serbuk panyinglar
ini di tempat kalian berhubungan intim waktu itu. Tapi sebelumnya,
kalian harus melakoni beberapa syarat. Pertama, kalian harus bertobat
dengan melakukan shalat sunnah taubatan nasuha. Lalu berpuasa selama
tiga hari berturut-turut dan setiap malamnya kalian harus mewiridkan
sholawat sebanyak 333 kali. Insya Allah purut Neng Rini akan mengempis
seperti semula!" Jelas Ajengan Sukma panjang lebar.
Begitulah,
usai melaksanakan syarat yang disebutkan itu, aku dan Rangga lalu pergi
ke tempat di mana pohon beringin besar itu berada, dan kami melakukan
hubungan badan di dalam mobil yang terparkir di bawahnya. Sambil membaca
shalawat kami lalu menaburkan apa yang disebut Ajengan Sukma sebagai
serbuk penyinglar, yang bentuknya mirip tepung putih itu di tanah sekeliling pohon beringin.
Setekah
serbuk gaib itu kami taburkan, suatu keajaiban pun berlangsung.
Bersamaan denga selesainya kami menaburkan serbuk itu, tiba-tiba dari
ranting-ranting bagian atas pohon beringin itu mengepul asap hitam yang
kemudian membentuk suatu gulungan besar.
Sesaat
gulungan asap hitam itu bergerak-gerak ke sana ke mari, namun kemudian
membungbung ke angkasa dan akhirnya menghilang di telan mega. Aneh,
bersamaan dengan menghilangnya gulungan asap hitam itu, tiba-tiba
perutku yang masih menggelembung besar itu mengempis seperti sedia kala.
"Alhamdulillah...! " Ucapku dan Rangga sambil berpelukan dalam suasana haru dan bahagia.