Dipecat dari pekerjaan sebagai General
Manager Marine View di Jackson Island, Frank Lampard, 41 tahun, membuka
usaha Sex Shop di Kingcross, Sydney, Australia. Modal usaha toko
kelontong yang menjual pernik kenikmatan ranjang dan alat-alat imitasi
seksual itu dijalaninya dengan serius. Hasilnya cukup menggembirakan.
Perharinya, Frank bisa memasukan uang sebesar 30 ribu dollar Australia
dengan rasio keuntungan 25 persen.
Yang
jadi masalah besar bagi Frank, hanya sewa tempat yang cukup tinggi,
berikut pajak usaha dan pajak-pajak lain seperti restrebusi parkir dan
juga PPN yang cukup besar. Tapi pria bujang tua itu tetap saja
melenggang dengan usahanya, walau margin keuntungan begitu tipis setelah
menghitung pajak ini dan itu yang memberatkan.
Pada suatu malam,
sekitar 19.45. waktu Sydney, datang seorang gadis cantik memakai blus
merah dengan sal putih di lehernya. Gadis berambut hitam gelap itu
berwajah Puerto Rico, suatu negara kecil di Amerika Selatan. Dengan
wajah sumringah, gadis yang mengaku PSK di Bondi Beach itu memesan
Electric Pomp merk Masculine Talk untuk kenikmatan sebelum tidur.
Semacam vibrator karet perangsang kenikmatan seks.
"Aku
selalu menggunakan alat itu sebelum melayani tamu. Oleh karena itulah
aku bertahan selama 10 tahun sebagai pekerja seks komersial, PSK!" desis
gadis itu, sambil memainkan kunci sedan Porche warna biru laut yang
terparkir di toko Frank.
Walau mencuat perasaan ingin tahu
menggantung di batin Frank, tapi laki-laki asal Derby County Inggris
Utara itu berdiam diri saja. Batinnya, bagaimana seorang pelacur seperti
itu menggunakan alat agar dia juga merasa puas dalam melayani tamu.
Tapi walau Fank tidak bertanya, gadis umur 35 tahunan mengaku bernama
Lila Caparita itu bercerita dengan sendirinya.
"Tidak adil dong kalau
saya hanya memuaskan pelanggan sementara saya menderita. Walau saya
dibayar saat melakukan hubungan seks, saya pun harus menikmati hubungan
intim itu secara total," desis wanita berkulit agak coklat dan cantik
itu.
Frank terus mencari barang yang sedang dicari gadis itu. Tapi
sampai 20 menit benda itu tidak ditemukan. Namun Frank yakin bahwa benda
yang dicarinya masih ada satu, pekan lalu terjual empat unit.
"Aku
yakin barang yang anda cari ada, tapi aneh, kemarin saya masih lihat di
sini adanya, tapi sekarang kok tidak ada lagi ya?" tanya Frank, tidak
menuntut jawaban.
Mendengar Frank mengoceh sendiri, Lila Carparita
menggoyang-goyangkan kepalanya. Sementara kunci Porche terjatuh ke
lantai dan dia memungutnya. Tapi kunci itu ternyata masuk ke bawah
kolong rak VCD dan LD yang terpajang di bagian depan. Lila minta bantuan
Frank mencari kunci Porche itu. Karena mempertimbangkan pelayanan
pelanggan, Frank berbaik hati mencari kunci bergantungan simbol lovers
itu.
"Oh, terima kasih Anda membantu mencari kunci saya yang terjatuh!" ungkap Lila, berbasa-basi.
"Ah, tidak apa-apa, don't mention it!" tekannya.
Anehnya, kunci itu ternyata tidak ditemukan. Di kolong rak, di kolong meja kasir dan kolong safety box pun, tidak ada.
"Kemana kunci Anda itu?" tanya Frank.
Perempuan ayu kemayu itu menggeleng, kemudian mengembangkan kedua tangannya pertanda tidak mengerti.
"Oh, misterius! Tempat ini tempat misterius!" celetuknya.
Pencarian
kunci itu berlangsung lama. Untung malam itu tidak ada pembeli lain
yang masuk. Frank Lampard berdua saja dengan Lila dan mereka terus
mencari kunci kontak itu ke tiap pojok. Makin jauh pencarian, makin
tidak ada setitik pun tanda-tanda kunci itu akan ditemukan.
"Gila, benar-benar gila, kemana kunci itu?" batin Frank.
Tidak
terasa, waktu menunjukkan pukul 21.00 malam. Jam itu adalah jam toko
Frank harus tutup. Sementara kunci mobil itu belum ditemukan juga.
"Bagaimana kalau Anda telepon ke rumah dan minta dikirim kunci duplikat mobil itu?" usul Frank.
"Oh,
maaf Tuan, kunci duplikat yang Anda maksud, saya tidak mempunyai.
Duplikat kunci mobil itu adalah yang hilang ini, sementara yang aslinya
sudah lama hilang!" jawab Lila.
"Jadi bagaimana caranya, kunci yang
jatuh itu tidak ditemukan sama sekali di sini. Atau bagaimana kalau saya
telepon montir dan dashboard dibuka, kabel kontak disambungkan dari
dalam. Biasanya hal itu dapat dilakukan bila kunci hilang dan keadaan
darurat. Bagaimana, saya telepon montir panggilan di nomor 3344
sekarang?" desak Frank.
"Anda mengusulkan cara itu karena Anda mau buru-buru menutup toko ini kan?" tanya Lila.
"Jujurnya
iya, Nona. Jam sudah menunjukkan angka 9.15 malam, toko ini malah biasa
saya tutup pukul sembilan. Jadi, maaf Nona, saya harus menutup toko
ini!" kata Frank.
"Ya, ya, saya emang mengganggu Anda, ya, saya telah
merepotkan Anda karena kunci itu. Tapi mana Electric Pomp yag saya
pesan tadi?" tanya Lila.
Frank baru ingat, perempuan itu mau beli
suatu barang, tapi sebelum barang itu ditemukan, barang yang lain, yaitu
kunci Porche hilang. Maka itu, selama beberapa jam, perhatian berubah
dari Electric Pomp ke kunci kontak yang raib.
Barang yang dipesan
ternyata ditemukan. Adanya di rak pojok kanan ujung tertutup dibalik
korset karet. Benda itu segera diberikan Frank kepada Lila, dan Lila
mengamati benda itu.
"Oh, bagus, ini original dan inilah yang biasa saya gunakan!" celetuknya.
"Oke, oke, saya ambil barang ini. Oh ya, berapa harganya? Saya kok tidak melihat lebel harga di produk ini!" pancing Lila.
Frank kembali memegang benda itu dan mencari lebel harga komputer yang biasa tertera di sisi kanan bungkus plastik bening.
"Oh,
maaf Nona, lebelnya terhapus karena kaver barang ini pernah terkena
bensin. Harganya 700 dollar. Ya hanya 700 dollar!" sungut Frank.
Lila
mengeluarkan dompet di dalam tas gantungnya. Setelah menghitung-hitung
uang dalam dompet, Lila pun memberikan tujuh lembar pecahan seratus
dollar kepada Frank. Lila memasukkan benda itu ke dalam tasnya lalu
pamit pergi meninggalkan Frank.
"Terima kasih tuan, maaf saya telah merepotkan Anda malam ini!" sorong Lila.
"Tapi bagaimana cara Anda menjalankan mobil Anda itu?" tanya Frank serius.
"Tenang
tuan, saya bisa membuka pintu dan menghidupkan mesin mobil itu dengan
satu telunjuk kiri!" katanya, cuek, sambil berlalu.
Ekor mata Frank
terus membuntuti punggung gadis itu. Dengan langkah pasti dia mendekati
Porche dan mengacungkan telunjuk kirinya ke arah pintu. Benar saja,
pintu secara otomatis terbuka dan Lila masuk ke dalamnya. Di belakang
setir, telunjuk itu kembali diacungkan, tapi kali ini mengarah ke decker
kunci kontak. Ajaib, mobil langsung menderu dan mesinnya kontan hidup.
"Perempuan
itu memang hebat. Dia bukan saja pelacur, tapi juga ahli sulap
profesional. Dia pastilah bukan WTS biasa!" pikir Frank.
Sebelum
hanyut memikirkan wanita aneh itu, Frank buru-buru menutup kasir dan
melipat rak-rak lipat ke ruang pojok. Hal itu setiap hari dilakukan
Frank saat menutup tokonya. Lalu besok pagi pukul 09.00 pagi, dia
kembali membuka rak itu dan memperhatikan produk-produk yang dijualnya.
Setelah
merapikan ruang dalam, Frank menarik pintu rolling door dan
menggemboknya. Sebelum meninggalkan toko dan keluar dari pintu darurat,
tiba-tiba sebuah benda berdenting jatuh menimpa kaca. Kretek! Bunyinya.
Kaca pajangan pun menjadi pecah.
"Oh Tuhan, suara apa yang jatuh itu?" pikir Frank.
Penasaran
mendengar suara benda jatuh, Frank kembali masuk ke dalam dan
menyalakan lampu. Frank terkejut bukan kepalang, ternyata benda yang
jatuh itu adalah kunci mobil Porche bersimbol lovers.
"Astaga, itu kunci mobil perempuan Puerto Rico tadi!" batin Frank.
Dengan
sigap Frank memungut kunci itu dan mengamatinya. Di balik gambar lovers
tertera nama dan alamat jelas gadis pekerja seks komersial itu. Lila
Carparita, Elm Palm Street 33 D Hamhsring Long, Nort Sydney. Frank
mengantongi kunci itu dan pagi-pagi akan mencari alamat gadis itu dan
memberikan kunci yang hilang itu.
"Tapi ajaib!" pikir Frank, kunci itu kok jatuh dari atas sementara hilangnya ke bawah.
"Aneh, aneh, apa yang terjadi dengan kunci ini?" pikir Frank, bertanya-tanya dalam batin.
Frank
penasaran. Dia mau mengantarkan kunci itu karena pingin tahu siapa
sebenarnya gadis misterius itu. Lila itu siapa, pesulap profesional atau
dia seorang yang benar-benar pelacur. Besok paginya, Selasa 16 Juli
1999, Frank ke alamat yang tertera di kunci itu.
Pukul 07.15, Frank
sudah sampai dialamat itu, kawasan Hamhsring Long, Elm Palm nomor 33 D,
North Sydnye. Frank mengetuk pintu sebuah rumah sederhana dengan taman
bunga yang mulai kering.
"Good morning, Madamme, betulkah ini rumah
Lila Caparita? Saya dari Blackboard Shop Kingcross, mau mengantarkan
kunci kontak mobil Porche Lila yang hilang di toko saya tadi malam!"
ungkap Frank Lampard, pada seorang wanita tua umur 70-an yang membukakan
pintu.
"Hah? Anda tidak salah lihat tuh! Tapi......ya....bagaimana
kalau Anda masuk dulu barang sebentar, kita bicara di dalam!" kata
wanita itu sambil menerima kunci kontak Porche yang diberikan Frank
kepadanya.
Begitu duduk, wanita itu memperkenalkan dirinya bernama
Joanna Caparita. Dia datang sebagai imigran asal Puerto Rico dan mukim
di Sydney sebagai warga negara Australia baru. Lila Caparita adalah anak
kandungnya yang meninggal tanggal 16 Juli 1998 lalu akibat suatu
pembunuhan di pinggir laut Bondxi Beach pukul 19.30 malam.
Hingga
sekarang pembunuh Lila itu masih misterius dan jadi durk number
kepolisian negara bagian New South Wales, NSW. Wanita tua itu
menunjukkan foto Lila dan Frank mengenali betul wajah gambar itu. Sebab
foto itu adalah persis dengan wajah Lila yang dilihatnya tadi malam.
Joanna
yang berjalan lamban itu membimbing Frank ke garasi samping dan membuka
pintu garasi itu. Mobil Porche warna biru laut ada terparkir di dalam
garasi. Mobil itu nampak berdebu karena sudah beberapa lama tidak
digunakan.
"Porche ini adalah kendaraan pribadi Lila dan sudah satu
tahun tidak keluar dari garasi ini. Mobil ini seharusnya dijual, tapi
karena barang bermotor ini kesukaan Lila, untuk menghormati jasad dan
rohnya, saya tidak akan menjual mobil ini, walau harga berapapun!" cetus
Joanna, terbata-bata.
"Tapi mobil ini tadi malam terparkir di depan
toko saya dan Lila membawa mobil ini ke sana. Lila berbaju blues warna
merah dan sal berwarna putih di leher serta tas gantung warna hitam merk
Lois Vitton. Saya melihat semuanya secara persis!" kata Frank, bingung.
Joanna
membuka laci dashboard dan mengeluarkan sebuah foto yang tersimpan rapi
di dalam sebuah amplop disitu. Foto itu adalah foto terakhir Lila
dengan gaun warna merah dan sal berwarna putih di lehernya.
"Ya, kostum dan sal inilah yang digunakannya tadi malam!" sungut Frank, antusias.
""Ya,
ya, saya percaya Anda melihat dan bertemu dengan Lila anak saya tadi
malam. Tapi Lila sudah mati satu tahun yang lalu. Persis satu tahun
tanggal 16 Juli hari ini. Lihatlah kliping koran Sydney Post, Sydney
Tribune dan Australian Time yang saya simpan di dalam!" ajak Joanna.
Frank
melihat dengan pasti kasus kematian Lila dan sosok mayat yagn tergolek
di tepi laut Bondi Beach. Judul koran-koran itu benar-benar mengerikan.
Frank tergetar dibuatnya, karena yang datang ke tokonya tadi malam
ternyata roh yang maujud. Roh yang membeli barang Electric Pomp dan
memberinya 700 dollar.
Judul koran itu : PELACUR IMIGRAN PUERTO RICO
MATI DIBANTAI DI BONDI BEACH. Yang lain judulnya lebih seraM : CABO
CANTIK MATI BERSIMBA DARAH DI TEPI PANTAI!" Dan lain-lain.
Setelah
menyalami Joanna dan ikut berkabung atas kematian anaknya, Frank kembali
ke toko. Dalam perjalanan pikirannya berkecamuk hebat. Antara mimpi dan
nyata, tapi malam Frank telah menemukan pengalaman baru yang penuh
keanehan. Yaitu, melayani pembeli cantik yang meminta Electric Pomp dan
memberinya 700 dollar utuh.
Uang itu telah tersimpan dalam laci kasir
dan benar-benar uang asli. Dan yang menggetarkan batinnya hingga
sekarang, pembeli jelita itu ternyata sudah mati satu tahun yang lalu.
Tapi buat apa roh gadis itu membeli Electric Pomp dan meninggalkan kunci
simbol lovers itu di tokonya?
Hal itu tetap menjadi pertanyaan
Frank hingga sekarang, pertanyaan demi pertanyaan yang menggantung dan
tak bisa terjawabkan sampai kapanpun. Sampai Frank menjadi mayat sebagai
mana Lila, gadis Puerto Rico yang malang itu.
Yang lebih membuat
Frank merasa aneh, uang 700 dollar pembayaran Lila ternyata berubah
menjadi 700 ribu dollar dan uang itu memenuhi kotak uang di meja
kasirnya. Diatas tumpukan uang, terlihat selembar surat.
Isi surat
itu berbunyi, "Tuan Frank Lampard yang baik. Uang 700 dollar sudah
dirubah menjadi 700 ribu dollar secara sah. Ini uang asli dan sudah
menjadi hakmu. Tolong berikan 40 persen dari nilai ini untuk mama saya
yang kau temui tadi pagi di Hamhsring. Dari Lila Cariparita. Orang
miskin pinggiran pantai yang teraniaya oleh keadaan." Tulis Lila.
Setelah
memberikan 40 % uang itu kepada Joanna, Frank menutup tokonya dan
kembali ke Inggris Utara. Hingga sekarang, Frank tidak pernah balik lagi
ke Australia dan mengubur hidup-hidup kenangan mistis yang menggetarkan
jiwanya itu.
Bulan lalu, Frank jalan-jalan ke Yogyakarta dan
bertemu Penulis di sana. Frank menceritakan kejadian itu dan
memberitahukan bahwa dia tetap bujangan hingga sekarang.
"Kenangan
itu begitu indah sekaligus menakutkan di setiap tanggal 16 Juli setiap
tahun. Sebab hingga 16 Juli 2003 lalu itu, roh Lila terus maujud dan
menemuiku di manapun aku berada," tukas Frank.