Di Bali tak hanya ada Leak. Ada juga yang namanya Desti, semacam santet yang menumbalkan roh korbannya kepada Btari Durga....
Selama
ini kita hanya akrab dengan santet buatan dukun di Jawa, Bahkan sebelum
Soeharto lengser kita dikagetkan dengan terbunuhnya ratusan dukun
santet di Jawa Timur, Jawa Tengah, bahkan hampir di seluruh Jawa.
Santet,
teluh, tenung atau apapun namanya disebarkan oleh dukun dengan maksud
melampiaskan sakit hati pelanggan yang memintanya. Santet Jawa konon
dibuat dengan mendatangi kuburan saat malam Jumat Kliwon, kemudian sang
dukun dengan menggunakan telur akan mengirimkan kekuatan kepada para
korbannya.
“Makanya kami menyebutkannya
sebagai kekuatan teluh, karena bahan baku utamanya memang telur,” tutur
Tasrip, dukun santet yang berpraktek di Semawang, Sanur.
Di Bali,
menurut Tasrip yang telah 15 tahun berpraktek membantu korban santet
juga ada kekuatan serupa itu. Tapi namanya bukan santet, melainkan
Desti. Kekuatan Desti bahkan lebih dahsyat, karena bila santet bisa
dipulihkan dalam waktu seminggu, Desti bisa bersemayam di tubuh korban
seumur hidup.
Seperti yang dialami Putu Ana,18 tahun, yang sejak
berusia setahun terserang Desti, bahkan yang terkena bukan dia sendiri.
Tapi juga seluruh keluarganya.
Seperti dituturkan oleh Nyoman
Suparta, 50 tahun, ayah Putu Ana. "Saat anak saya berusia setahun, dia
tiba-tiba panas, ini setelah kakak lelakinya meninggal mendadak juga
karena serangan Desti itu," Suparta mengawali kisahnya.
Anak
lelakinya sempat sakit seminggu, dibawa ke dokter kemudian sembuh, tapi
saat kumat tanpa jelas penyebabnya langsung mati mendadak. Mungkin
karena Putu Ana memang dekat dengan sang kakak dia juga kena pengaruh
Desti.
"Yang pasti,
sejak itu anak saya menunjukkan gejala, kakinya
lumpuh, bicaranya cadel dan tak bisa mengingat apapun," tambah Suparta.
Telah
lebih dari 100 dukun yang didatanginya, lebih dari 100 tempat
dikunjungi untuk memohon kesembuhan, tapi sampai saat Putu Ana yang
semestinya duduk di bangku SMA itu sikapnya masih mirip seperti bocah
umur tiga tahun. Menurut dokter yang memeriksanya Ana ditengarai
mengidap sakit kelainan gen, karena orang tuanya ada hubungan darah.
"Tapi
menurut seluruh dukun yang saya datangi, anak saya dibilang terkena
Desti, arwahnya konon telah dipersembahkan pada Btari Durga untuk
menambah kesaktian orang yang bermaksud jahat itu,” papar dia.
Tasrip
menduga Putu Ana terkena Desti, yang pelakunya iri dan sangat benci
pada keberhasilan keluarga petani sayur ini. Picu persoalannya adalah
ketika Suparta memutuskan kawin lagi karena istri pertamanya tidak
setia. Ketika itulah ada orang yang membantu si pemasang Desti untuk
melampiaskan sakit hatinya.
"Yang pasti dia bukan isteri pertama
saya, karena setalah dibawa ke dukun sakti dia diteropong luar dalam dan
tak ada kekuatan Desti pada tubuhnya. Jadi ada kekuatan lain yang bukan
dari isteri saya yang memasang Desti itu," tegas Suparta.
Yang
pasti, sejak usia 2 tahun selain menunjukkan kelumpuhannya, Putu Ana
juga menjadi lamban cara berpikirnya. Saat berusia 5 tahun, bahkan
tubuhnya melonjak dratis, sehingga dia tak bisa berjalan. "Padahal
makannya biasa saja hanya tiga kali sehari, menurut bidan puskesmas, itu
karena jarang olah raga, tapi menurut dukun memang bawaan Desti yang
menyerangnya," tambah Suparta lagi.
Desti muncul karena permintaan
sang pemohon di kuburan tapi tidak menggunakan telur seperti di Jawa.
"Dukun yang mempraktekkan Desti cukup membawa sesajen lengkap, kemudian
memohon agar penguasa kuburan melakukan ini dan itu seperti permintaan
klien sang dukun, maka dalam hitungan hari si korban akan menunjukkan
gejala mati raga, lumpuh, cadel, lamban berpikirnya, bahkan kadangkala
bila Destinya kuat si korban bisa mati mendadak," ungkap Tasrip.
Konon,
sampai sekarang belum ada cara penyembuhannya. Ini karena dukun yang
memasang Desti biasanya amat sukar dilacak. “Karena biasanya seperti
yang saya alami ada sekitar 8 orang yang saya curigai, mana yang mesti
kita mintai pertanggungjawabannya, salah-salah melahan dia balik
menyeret saya dari sisi hukum karena dituduh memfitnah,” papar Suparta.
Maka
upayanya dalam penyembuhan Putu Ana terbilang lamban, apalagi dari
hasilnya sebagai petani sayur dia tak bisa datang setiap saat ke dukun
pemusnah Desti.
Sehari-harinya Ana hanya bisa tergolek lesu di
ranjang yang khusus dibuatkan keluarganya. Untuk mandi atau ganti
pakaian harus dibantu oleh kakaknya yang bernama Ayu. Tapi saat rumahnya
kosong dia kadangkala masih bisa bersijingkat pelahan seperti melata
masuk dapur atau ke kamar mandi.
"Pernah karena rumah kosong
ditinggal penghuni dia nekat pergi ke warung dan hampir diserempet sedan
yang melintas, dan dia hanya ketawa-tawa saat dimarahi. Dia memang tak
sadar akan dirinya," papar Ayu yang bekerja sebagai clening service di
pasar swalayan.
Sejak kejadian itu Ana selalu dikurang dalam kamar,
selain menghindari bahaya dia keluyuran juga menghindarkan agar dia tak
terserang Desti untuk kedua kalinya.
"Sang pemasang Desti konon
menginginkan agar dia mati, karena arwahnya dipersembahkan untuk mencari
kesaktian," tutur Suparti lagi.
Dalam ilmu pe-Desti-an, persembahan
arwah seperti itu memang diperlukan agar kenaikan tingkat sang pengikut
Desti bisa berjalan dengan mulus.
Yang dikorbankan umumnya adalah
orang-orang yang dibenci atau yang membuat sang Desti iri, seperti
halnya Putu Ana tadi. Setelah keadaan keluarganya morat-marit,
kekayaannya ludes untuk berobat, rumahnya selama hampir 10 tahun ini
terbengkalai tak bisa dirombak dan direnovasi, konon ada kalangan
tertentu yang datang mengulurkan tangan untuk membantunya.
"Saya
curiga jangan-jangan dialah yang menyakiti anak saya, karena sebelumnya
dia tak pernah sebaik itu, jadi bantuannya saya tolak. Takutnya setelah
bantuannya itu diterima arwah anak sayalah yang kemudian jadi korban
ketamakan sang Desti," ujar Suparta penuh curiga.
Mereka sekeluarga
akhirnya pasrah, perkembangan Putu Ana yang semakin hari semakin gemuk
sehingga sulit berjalan walau untuk turun ke halaman, dianggapnya
sebagai semacam kutukan.
Terakhir usahanya adalah dengan mendatangi
beberapa tempat di Bali, Jawa, dan Lombok untuk mengurangi penderitaan
Putu Ana. "Belum ketahuan juga hasilnya karena semua dukun di ketiga
tempat itu baik Bali, Jawa, maupun Lombok sepertinya angkat tangan,
mereka mengaku Desti yang menyerang anak saya sudah menyusup sampai ke
sumsum susah diobati," ujarnya sedih.
Santet seperti yang menerpa
Putu Ana termasuk yang kelas super. Ini menurut penuturan Jro Tapakan
Suci, 60 tahun, dukun di Desa Sibang, Bali. Dia baru pertama kali itu
ketemu korban yang lumpuh, lambat berpikir, dan bicaranya cadel.
"Biasanya hanya berakibat si korban linglung, dengan pijatan di batang leher biasnya sembuh dalam sebulan," tambahnya.
Dalam
upaya mengobati Putu Ana, ia melakukannya dengan membuatkan tebusan di
kuburan kampung Putu Ana, Namun juga tak membuahkan hasil. Juga
memberikannya jampi-jampi berupa air suci yang diperoleh di Lumajang,
Tengger, sampai ke Tirta Nadhi di Lombok masih belum menunjuk hasil.
"Hanya
kerakusannya dalam hal makan yang bisa saya atasi. Dulu makannya bisa 5
kali sehari, sekarang sudah seperti orang normal 3 kali sehari," tutur
Jro Tapakan Suci lagi.
Langkah paling akhir yang bakal dia lakukan
adalah menjauhkannya dari lingkungan yang selama ini dicurigai mengirim
Desti itu. "Mungkin dia harus disembunyikan selama setahun di tempat
yang tidak diketahui oleh orang yang menyakitinya, sehingga kekuatan
buruk Desti tak bisa menjangkaunya. Tapi itupun belum bisa dipastikan,
apakah bisa membuat Putu Ana bakal bisa normal kembali," ujarnya.
Yang
pasti, di kala teman seumurnya sudah bersekolah di SMA dan saling kirim
surat cinta monyet, Putu Ana masih tergolek dan sering berjalan
tertatih tatih walau hanya untuk urusan segelas air.
Kalimat yang diketahuinya pun seputar piring, ikan, telur, dan sumur. Namanya sendiri kadang dia lupakan.
"Bagitulah
hebatnya Desti yang menyerang dia, membuat dia jadi ideot, berkembang
lamban dan penderitaannya sungguh-sungguh mengenaskan,” ujar Jro Tapakan
Suci penuh antusiasme.
Benarkah Putu Ana menjadi korban Desti, santet khas Bali? Mungkin perlu penyelidikan lebih lanjut.