Karena
cintanya tak terbalas, si pemuda mengirim guna-guna dengan cara
menginjak-injak Al Qur'an di kuburan. Apa yang terjadi? Guna-guna ini
menyerang pasangan pengantin baru Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni. Di saat
sang suami hendak menyentuhnya, Eni Nuraeni melihat tampang Wahyu
berubah jadi genderuwo...
Kesaksian aneh ini di peroleh
dari pasangan suami-isteri muda Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni di
Sukabumi, Jabar. Akibat pengaruh guna-guna, mahligai rumah tangga yang
mereka cita-citakan nyaris saja karam tanpa pelabuhan terakhir.
Di
hari pesta perkawinan, Eni Nuraeni mendadak lari meninggalkan kursi
pelaminan sambil menjerit-jerit ketakutan. Semua tamu undangan dibuat
kebingungan, sementara Wahyu Hidayat tercekam ketidakmengertian atas
sikap isterinya yang mendadak sangat ketakutan melihat dirinya. Lantas,
apa yang sesungguhnya terjadi?
"Waktu itu, aku tidak melihat Kang
Wahyu yang berada di sisiku. Tapi yang kulihat adalah sosok pria
menyeramkan. Wajahnya ditumbuhi bulu yang sangat lebat, mata besar merah
menyala, begitupun mulutnya nampak sangat merah seperti baru menghisap
darah. Karena itulah aku lari sambil menjerit-jerit ketakutan," Eni
Nuraeni menceritakan pengalamannya kepada Penulis beberapa pekan silam.
Ketika
itu, Wahyu tentu saja tak menyadari perubahan yang telah terjadi
terhadap dirinya. Ya, dia tak tahu apa yang jadi penyebab sehingga di
mata sang isteri tampangnya berubah jadi sosok pria menyeramkan yang
wujudnya sangat mirip genderuwo.
"Waktu itu, saya benar-benar bingung
dan tak mengerti apa yang telah terjadi. Banyak orang yang menganggap
Eni hanya berhalusinasi atau kerasukan makhluk halus, sehingga dia
berubah kalap. Tapi ternyata persoalannya tidak sesederhana itu," cerita
Wahyu, menambahkan kesaksian yang dituturkan isterinya.
Benar kata
Wahyu, persoalannya memang tidak sesederhana seperti yang diduga oleh
banyak orang. Eni Nuraeni bukan sekedar berhalusinasi atau kerasukan
makhluk halus. Dia kalap karena melihat tampang suaminya yang berubah
jadi genderuwo akibat pengaruh kekuatan guna-guna. Ilmu hitam ini
dikirim oleh seorang pemuda bernama Danang (bukan nama sebenarnya-Pen)
yang jatuh cinta berat kepadanya, namun Eni menolaknya sebab dia lebih
mencintai Wahyu Hidayat.
Kisah nyata Wahyu, Danang dan Eni, sungguh
merupakan segi tiga cinta yang sangat menarik, sekaligus penuh daya
cekam. Bagaimanakah kisah tersebut terjalin? Berikut ini rekaman
kesaksian Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni selengkapnya…:
Hanya
selang sehari setelah akad nikah yang digelar di sebuah masjid yang ada
di lingkungan tempat tinggal keluarga mempelai wanita, pesta pernikahan
antara Wahyu Hidayat dan Eni Nuraeni pun akhirnya digelar dengan sangat
meriah. Upacara penyambutan mempelai pria yang dilakukan dengan adat
Sunda juga berjalan lancar, penuh haru dan kebahagiaan. Setelah
syair-syair tradisi Sunda dilantunkan, maka mempelai pria dan wanita
dipertemukan. Bak raja dan ratu, mereka kemudian dikawal menuju ke
pelaminan yang telah ditata sedemikian rupa, sehingga terlihat sangat
indah.
Segalanya memang tampak meriah, penuh keceriaan. Irama degung
yang mengalun syahdu mengiringi langkah dua sejoli itu menuju pelaminan.
Semua mata memandang kagum ke arah mereka. Para remaja putra dan putri
menatap dengan perasaan iri. Ah, betapa sempurnanya kecantikan Eni
Nuraeni hari itu. Tubuhnya yang tinggi semampai tampak begitu serasi
dalam balutan busana pengantin ala Sunda. Lelaki di sebelahnya juga
begitu tampan dan sangat sepadan dengannya. Pokoknya, mereka benar-benar
pasangan yang sangat serasi.
Irama degung terus mengalun syahdu, dan
pasangan pengantin pun telah tiba di sisi pelaminan. Tibalah saatnya
upacara Adat Sungkeman, yakni mempelai wanita diharuskan mencium ujung
kaki mempelai lelaki, dan setelah itu mempelai lelaki mengajaknya
berdiri lalu mencium kening mempelai wanita.
Selama beberapa waktu
sepertinya semua akan berjalan dengan lancar. Dengan gerakan yang sangat
anggun, Eni Nuraeni merundukkan badannya lalu mencium ujung kaki Wahyu
yang telah resmi menjadi suaminya, sebagai tanda bahwa dia siap
berbakti. Suasana sesaat berubah hening dalam iringan merdu irama
degung. Namun, keheningan ini kemudian berubah mencekam ketika Eni
Nuraeni mendadak lari meninggalkan pelaminan sambil berteriak-teriak
ketakutan. Dia menabrak orang-orang yang menghalangi langkahnya, sebelum
akhirnya dia bersembunyi di dalam kamar pengantin.
"Tidaaak…pergi…pergi…pergiii…!?"
demikian jerit mempelai wanita hanya sesaat setelah mempelai pria
membimbingnya untuk berdiri dan siap mencium keningnya sebagai tanda
kasih sayang yang tulus. Setelah itu, dia terus lari bagai kesetanan,
sehingga membuat suasana yang syahdu berubah jadi mencekam. Bahkan,
Wahyu Hidayat sempat terjatuh karena Eni mendorongnya sebelum lari
meninggalkannya.
Mengapa pengantin wanita berbuat seperti itu
terhadap pengantin pria? Bukankah mereka saling mencintai? Kebingungan
ini dirasakan oleh semua orang yang hadir, terutama keluarga dari kedua
belah pihak. Namun, keluarga Eni-lah yang paling bingung, sekaligus malu
atas kejadian ini.
"Kenapa kamu bersikap seperti itu, Nak? Kenapa
kamu mendadak jadi ketakutan melihat suamimu, bukankah kamu
mencintainya?" tanya Hajjah Rohimah, Ibunda Eni.
Sambil berusaha menghentikan tangisnya, Eni menjawab, "Saya takut, Bu! Yang tadi itu bukan Kang Wahyu."
“Kalau bukan Wahyu suamimu, lalu dia itu siapa?” desak Hajjah Rohimah dengan suara yang sabar.
“Aku
nggak tahu, Bu. Tapi, aku lihat yang tadi benar-benar bukan Kang Wahyu
suamiku. Dia itu makhluk yang sangat menyeramkan. Hih, wajahnya seperti
genderuwo!” jelas Eni diselingi sedu-sedan tangisnya.
Hajjah Rohimah
dan beberapa ibu lainnya yang ada dalam kamar itu saling pandang antara
satu dengan yang lainnya. Mereka tentu saja heran dan tak habis pikir
mendengar penjelasan Eni Nuraeni. Mengapa Eni mengaku melihat pria
dengan wajah menyeramkan, padahal yang mereka lihat di pelaminan sana
jelas-jelas adalah Wahyu Hidayat yang gagah dan tampan?
"Ya,
sudahlah! Mungkin kamu kelelahan saja, Nak!" ucap Hajjah Rohimah, coba
menetralisir suasana. Dengan berbisik dia lalu meminta tolong salah
seorang dari kaum perempuan paruh baya yang ada di kamar itu untuk
menghadirkan Wahyu. Tak berapa lama kemudian, sang mempelai pria telah
ada di ruangan itu.
"Coba kau lihat. Ini Wahyu suamimu, bukan?" kata Hajjah Rohimah kepada putrinya.
Eni
mengangkat wajahnya, lalu memandang Wahyu yang berdiri di hadapannya.
Herannya, kali ini dia tidak ketakutan lagi. Bahkan, begitu melihat
Wahyu dia langsung bangkit dan menubruknya. Tangisnya pun kemudian
mengembang dalam pelukan lelaki ini.
"Maafkan Eni, Kang! Tadi itu,
Eni benar-benar nggak lihat Kang Wahyu, tapi Eni lihat sosok makhluk
menyeramkan itu," rengek ini dalam tangisnya.
Semua yang hadir
menarik nafas lega. Termasuk Haji Nursaid, ayahnya Eni. Juga Haji Ahmad
Satiri, ayahnya Wahyu. Bahkan, kedua orang tua ini kemudian saling
berbisik dan coba menyimpulkan apa yang sesungguhnya telah terjadi
terhadapi diri Eni. Ya, mereka menduga bahwa Eni kelelahan, sehingga
berhalusinasi yang macam-macam.
Halusinasi? Ternyata tidak
sesederhana itu. Buktinya, keanehan itu kembali terjadi hanya selang
beberapa jam kemudian. Tepatnya setelah pesta pernikahan itu usai, dan
pasangan pengantin telah bersiap menikmati malam pertamanya.
Ya,
malam itu sekitar pukul 23.30 WIB. Suasana rumah sohibul bait telah
sepi, sebab para tamu telah pulang ke rumahnya masing-masing. Kesempatan
ini sungguh sangat dinantikan oleh Wahyu Hidayat. Sebagai pria normal,
dia pasti sudah tak sabaran ingin menikmati kehangatan tubuh wanita yang
sangat dicintainya. Dengan sebuah isyarat kedipan mata, dia mengajak
Eni untuk meninggalkan arena pentas organ tunggal yang digelar di
halaman rumah Haji Nuarsaid yang memang sangat luas. Eni sendiri cukup
mengerti dengan keinginan suaminya, sebab sesungguhnya dia pun sangat
ingin merasakan bagaimana sebenarnya malam pertama itu. Sebagai remaja
dari keluarga terhormat dan teguh mengemban ajaran agama, selama
berpacaran mereka memang sangat membatasi hubungan. Sentuhan yang mereka
lakukan paling-paling hanya sebetas saling meremas tangan.
Sebagai
sejoli yang telah lama memendam hasrat birahi, begitu tiba di dalam
kamar mereka langsung berpagut dengan penuh gelora. Nyaris, tak ada
kata-kata yang keluar dari mulut mereka, kecuali desah dan rintih
kenikmatan, serta deru nafas mereka yang saling memburu dengan cepat.
Satu demi satu busana ditanggalkan, sehingga tak ada batas lagi di
antara mereka.
Namun, keindahan sorgawi itu mendadak berubah jadi
neraka. Ketika Wahyu bermaksud melaksanakan tugas pertamanya sebagai
suami, persisnya ketika dengan lutut gemetar dan darah mendidih dia siap
melakukan penetrasi malam pertama, mendadak Eni memperlakukannya dengan
sangat kasar. Dengan sekuat tenaga Eni menendang perutnya. Buk! Wahyu
mengaduh kesakitan. Tubuhnya hampir jatuh terjerembab dari atas kasur
berseprai merah jambu. Sementara, sambil menjerit-jerit ketakutan Eni
berlari ke sudut kamar.
"Tidaaak…pergi…pergi…pergiii…!?" teriak Eni dengan air mata yang langsung menganak sungai di atas wajahnya yang cantik kemayu.
"Kenapa, Eni? Ada apa…apa yang terjadi? geragap Wahyu, penuh ketidakmengertian.
Kemesraan
yang telah mereka rajut musnah dalam seketika. Di luar kamar
orang-orang terdengar menggedor-gedor pintu, sambil berteriak-teriak
menanyakan apa yang telah terjadi….
***
"Malam pertama kami
gagal, sebab aku lihat waktu itu wujud Kang Wahyu benar-benar berubah
menjadi genderuwo yang sangat menyeramkan," kenang Eni.
"Kejadian ini
hampir saja berakibat fatal, sebab keluarga saya mendapat malu besar
akibat perlakukan Eni terhadap diri saya di malam pertama itu. Untung,
saya bisa memberikan pengertian kepada mereka, terutama kepada ayah saya
yang memang temperamental itu," tambah Wahyu.
"Sialnya, kejadian
aneh di malam pertama itu terulang juga di malam-malam berikutnya.
Setiap kali Kang Wahyu berniat melakukan tugasnya sebagai suami, maka
saya selalu melihat wujud dan tampangnya berubah menjadi makhluk
mengerikan itu," sela Eni Nuraeni.
Dengan nada kecut, Wahyu pun ikut
menegaskan, "Karena kejadian tersebut terus berulang, akibatnya ayah
saya meminta agar saya segera menceraikan Eni. Waktu itu, ayah saya
sudah sampai pada suatu kesimpulan bahwa Eni gadis yang kurang waras."
"Untungnya,
Kang Wahyu tidak mengikuti saran itu. Dia malah mengajak saya berobat
atau berkonsultasi kepada beberapa orang paranormal dan kyai, sebab Kang
Wahyu mulai yakin kalau apa yang terjadi dengan diri saya itu memang
diakibatkan oleh sesuatu yang tidak wajar," timpal Eni sambil bergayut
manja di atas bahu suaminya yang bidang.
***
Wahyu memang
begitu mencintai Eni, karena itu dia lebih percaya pada dirinya sendiri,
ketimbang pendapat ayahnya yang mengatakan kalau Eni gadis yang kurang
waras. Bahkan, Wahyu meyakini ada sesuatu kekuatan yang mempengarui
syaraf Eni, sehingga setiap kali akan disetubuhinya maka Eni akan
melihat wujud dan tampang dirinya berubah menyeramkan seperti genderuwo.
Setelah
sampai pada keyakinan tersebut, Wahyu akhirnya mengajak Eni berobat
kepada beberapa orang kyai dan paranormal. Sayangnya, usahanya ini tidak
membawa hasil. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Kyai Abdul Munir di
Lebak, Banten, yang memberinya petunjuk bahwa keanehan yang diderita
oleh Eni itu hanya mungkin bisa sembuh di tangan seorang pemuda yang
rajin membaca dan menelaah kitab-kitab Ilmu Hikmah. Tapi, siapakah
pemuda yang dimaksud?
"Kalau berjodoh, Nak Wahyu pasti akan segera menemukannya." Demikian pesan Kyai Abdul Munir.
Wahyu
dan Eni coba meyakini kebenaran pesan orang tua yang sangat terkenal
dengan kemustajaban perkataannya itu. Karenanya, mereka tak lagi
berusaha mendatangi orang-orang pintar lainnya. Walau mereka memendam
penderitaan yang sangat berat, sebab sebagai pasangan suami isteri namun
tak bisa melakukan hubungan intim, tapi mereka berusaha untuk tetap
bersabar. Wahyu pun tak mau memaksakan hasratnya, sebab hal ini bisa
membuat isterinya berubah sangat histerius. Ya, bila Wahyu berusaha
mengintimi isterinya, maka Eni selalu melihat Wahyu berubah menjadi
sosok monster yang sangat menyeramkan itu.
Dengan cinta, halangan
sebesar apapun akan bisa dilalui. Kebenaran fatwa ini sungguh sangat
mengena untuk menggambarkan akhir dari penderitaan yang dialami oleh
pasangan Wahyu dan Eni.
Ceritanya, suatu hari Wahyu mampir di rumah
Faturahman, sahabatnya sejak sama-sama di SMA. Ketika itu, mereka pun
berbincang banyak hal. Salah satunya yang paling seru adalah cerita
tentang hubungan cinta antara Fatur dengan Rianti, cewek yang sejak dulu
jadi idolanya, tapi sayangnya tak pernah mau menerima cinta Fatur.
"Sekarang, sehari saja nggak ketemu aku, Rianti itu pasti bisa pusing tujuh keliling!" cerita Fatur, antusias.
"Bukannya
dulu dia paling sebel sama kamu?" sergah Wahyu yang tahu benar
sahabatnya ini tidak pernah bisa mendekati Rianti, apalagi sampai
berhasil merebut cintanya.
"Itu dulu, sekarang keadaan sudah berbalik 180 derajat!"
"Memangnya
kamu apakan dia? Kamu pelet? Ah, nonsens. Pasti dia habis patah hati,
makanya Rianti mau menerima kamu. Ya, mungkin sekedar pelarian. Jadi,
jangan geer dulu deh. Paling-paling juga kamu cuma jadi ban serep,
setelah dia dapat ganti, kamu pasti ditendang."
Fatur malah tersenyum
simpul. Dia menghilang sebentar, kemudian balik sambil menunjukkan
sebuah ikat pinggang kepada Wahyu. "Terus terang, Rianti berubah cinta
berat sama aku karena kekuatan gaib benda ini," katanya sambil memarkan
ikat pinggang tadi..
"Ikat pinggang ini?" belalak Wahyu.
"Ini bukan ikat pinggang sembarangan, Sobat! Namanya Sabuk Pengasihan," jelas Fatur.
Mungkin
karena sudah berjodoh sesuai dengan pesan Kyai Abdul Munir, Wahyu
tiba-tiba merasa sangat tertarik dengan apa yang disebut sebagai Sabuk
Pengasihan itu. Karena itu akhirnya dia bertanya banyak hal berkenaan
dengan piranti mistis tersebut. Dia pun lebih terpesona lagi setelah
mendengar cerita bahwa dengan Sabuk Pengasihan itu Fatur dapat memiliki
cinta Rianti hanya dalam waktu 2 minggu.
"Sekarang, Rianti nggak bisa
lepas dari aku. Malahan, dia mulai sering meminta keseriusanku untuk
menikahinya," tandas Fatur sambil cengengesan. Melihat lawan bicaranya
yang malah bengong, dia pun segera bertanya, "He, kamu kenapa?"
Wahyu
menghela nafas berat, coba menekan perasaan. "Kau tahu masalah yang aku
hadapi dengan isteriku. Kalau kau tidak keberatan, tolong antar aku ke
tempat paranormal muda yang kau sebut bernama Saipudin itu. Ya, mana
tahu dia pemuda yang dimaksudkan oleh Kyai Abdul Munir, seperti yang aku
ceritaka ke kamu tempo hari," cetusnya.
Fatur tak keberatan menemani
kawannya yang tengah dirundung masalah itu berkunjung ke kediaman
Saipudin di Jakarta. Esok harinya, merekapun berangkat ke Jakarta dengan
mengendarai Honda Jazz milik Wahyu. Sesampainya di kediaman Saipudin,
paranormal muda ini langsung melakukan terawangan gaib setelah lebih
dulu mendengar permasalahan yang dihadapi oleh Wahyu dan isterinya.
Menurut
paranormal muda yang banyak menelaah dan mendalami berbagai kitab Ilmu
Hikmah ini, keanehan yang menimpa diri Eni Nuraeni jelas sekali
disebabkan oleh adanya kekuatan gaib semacam guna-guna. Menurut
Saipudin, guna-guna tersebut dilakukan oleh seorang pemuda yang
mencintai Eni, dengan cara menginjak-injak Al Qur’an sambil bersumpah
bahwa Wahyu, pemuda yang menikahi Nuraeni, takkan bisa menyentuh
kesucian gadis yang dicintainya.
"Bagaimana hal itu bisa terjadi,
Pak?" tanya Wahyu sambil memandang takzim pada Saipudin yang meskipun
usianya masih relatif muda, namun sudah sedemikian dalam pengetahuannya,
khususnya dalam hal ilmu gaib.
"Itu sangat mungkin, Pak Wahyu.
Ketahuilah, untuk mengguna-gunai seseorang itu sebenarnya tidak perlu
memakai bantuan dukun atau paranormal aliran hitam. Siapapun bisa
melakukannya asal berani menanggung resikonya. Caranya, ya seperti yang
dilakukan oleh lelaki yang mendendam kepada isteri Anda itu. Dia
bersumpah dengan menginjak-injak Al Qur’an di kuburan, dengan sumpah
yang menghendaki agar Anda tidak bisa bisa menyentuh kesucian gadis yang
juga dicintainya. Karena setan-setan mendengarnya, maka mereka membantu
mewujudkan sumpah lelaki ini. Makanya tak heran kalau hubungan rumah
tangga Anda jadi terganggu,” jelas Saipudin, panjang lebar.
"Tapi, siapa pemuda itu, Pak?" desak Wahyu, penasaran.
Saipudin
tersenyum simpul. "Saya tak mau mendahului Yang Maha Kuasa. Tapi kalau
Allah ridho pada usaha yang kita lakukan, pasti Dia akan menunjukkan
tanda-tandanya. Insya Allah, saya akan membatu mendoakannya," jawabnya,
diplomatis.
Dengan pesan agar jangan sampai diketahui Eni Nuraeni,
Saipudin akhirnya memberikan Sabuk Pengasihan kepada Wahyu, seraya
berpesan agar piranti mistis itu selalu digunakannya….
***
Sambil
menarik nafas lega, Wahyu berkisah, "Setelah memakai Sabuk Pengasihan
itu, Eni memang semakin menyayangi saya. Bahkan dua minggu setelah itu,
saat kami mencoba untuk melakukan hubungan intim, maka keajaiban yang
tidak kami duga sebelumnya berlangsung. Ya, Eni mau menerima saya. Dia
tak lagi melihat saya berubah jadi monster menakutkan itu. Selanjutnya,
tentu Anda tahu apa yang terjadi.”
Setelah tersipu-sipu, Eni ikut
menambahkan cerita suaminya, "Tapi pagi harinya kami mendengar kabar
yang sangat mengejutkan. Kang Danang mengalami kecelakaan di puncak.
Mobilnya masuk jurang, dan dia tewas dalam kecelakaan tersebut."
Siapakah
Danang? Dia adalah pemuda yang pernah melamar Eni, namun Eni menolaknya
karena dia telah menjatuhkan cintanya pada Wahyu Hidayat. Lantas,
apakah Danang yang telah melakukan guna-guna itu?
"Menurut cerita
Sumaryoto, salah seorang sehabat dekat Danang, tiga hari sebelum kami
menikah, Danang memang pernah bersumpah di kuburan sambil
menginjak-injak Al Qur’an. Sumpah ini dilakukan pas tengah malam. Ya,
mungkin itulah yang dimaksudkan oleh Pak Saipudin. Saya kagum karena
beliau bisa menerawang dengan sempurna," cerita Wahyu sembil memeluk
isterinya.
Kini, mereka telah bahagia. Bahkan, Eni Nuraeni sudah
telat tiga bulan. Walau dia tahu cintanya bertambah berat kepada Wahyu
gara-gara Sabuk Pengasihan pemberian Saipudin, namun dia tak pernah
merasa kecewa. Malahan, Eni meyakini hal ini sebagai karunia Tuhan untuk
kebahagiaan mereka.