Naga siluman bernama Ki Klower tak menghendaki Damphar Pasir Intan
diangkat dari alam gaib. Maka terjadilah perang tanding untuk
memperebutkan harta pusaka yang diduga sebagai benda peninggalan Putri
Ong Tien ini. Bagaimana kisah lengkapnya?
Diberitakan,pada tahun
1471 Syarif Hidayatullah melakukan muhibah ke Cina, menghadap Kaisar
pada waktu itu yang bernama Hong Gie, putra dari Yung Lo, yang masih
dalam garis keturunan Dinasti Ming (1368-1642). Muhibah Syarif
Hidayatullah ini dapat terjadi berkat hubungan baiknya dengan Laksamana
Cheng Ho dan sekertarisnya yang bernama Ma Huan, serta seorang pujangga
Cina terkenal bernama Fhei Hsin.Ketiganya telah berkunjung ke Cirebon
dan telah memeluk Islam.
Di istana Kaisar Cina, Syarif
Hidayatullah bertemu dengan Putri Ong Tien atau yang bernama asli Lie A
Nyon Tien. Mereka ternyata saling mencintai. Malangnya,hubungan cinta
mereka tidak disetujui oleh Kaisar. Karena itulah Syarif Hidayatullah
dipulangkan, atau istilah masa kini dideportasi ke Cirebon.
Hubungan
asmara yang sekian waktu lamanya telah terputus itu akhirnya kembali
bersemi. Karena kuatnya kecintaan Putri Ong Tien kepada kekasihnya,
Syarif Hidayatullah,maka Kaisar Hong Gie meluluskan permintaan putrinya
untuk berkunjung ke Cirebon. Dengan sebuah kapal besar yang dinakhodai
oleh Loi Guan Hien, dan dikawal oleh Panglima Guan Chang, rombongan
Putri Ong Tien tiba di pelabuhan Cirebon. Kedatangan rombongan dari Cina
ini dengan membawa berbagai macam barang bernilai seni tinggi, seperti
keramik,poslin dan sebagainya, yang akan diberikan kepada Syarif
Hidayatullah, yang ketika itu telah diangkat sebagai Tumenggung dengan
gelar Sunan Gunung Jati. Pengangkatan ini dilakukan oleh Pangeran Walang
Sungsang alias Cakrabuana Sri Mangana Kuwu Cirebon.
Barang-barang
persembahan Putri Ong Tien itu sebagian besar masih bisa kita lihat
hingga saat ini di Istana Gunung Jati Cirebon.Antara lain berupa
piring-piring panjang yang terbuat dari keramik dan poslin,kongkong,
bokor-bokor kuningan dan lain sebagainya. Namun, ada suatu barang yang
terlupakan oleh sejarah. Barang dimaksud berupa damphar atau alas duduk
yang terbuat dari batu marmer atau giok yang disebut dalam tulisan ini
sebagai Damphar Pasir Intan. Dinamakan Pasir Intan adalah karena
lempengan marmer ini memiliki citra aneh mirip dengan gemerlapnya ribuan
intan bila disorot dengan lampu senter, atau bila terkena cahaya.
Menurut
informasi gaib yang diperoleh, damphar ini dulunya digunakan oleh Putri
Ong Tien sebagai alas duduknya, sehingga disebutkan dia memiliki aura
kecantikan yang sangat luar biasa. Setelah dinikah oleh Syekh Syarif
Hidayatullah pada tahun 1481, Putri Ong Tien kemudian berganti nama
menjadi Ratu Mas Sumanding. Cucu Raja Yung Lo dari Dinasti Ming ini
kemudian wafat pada tahun 1485.
Berita gaib menyebutkan,
sepeninggal Putri Ong Tien alias Ratu Mas Sumanding,Dampar Pasir Intan
menjadi salah satu benda kesayangan Syekh Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati. Kanjeng Sunan menjadikan damphar ini sebagai alas
tempat duduknya. Konon, khasiat dari damphar ini juga yang salah satunya
membuat usia Sunan Gunung Jati menjadi amat panjang,yakni meninggal
dalam usia 120 tahun. Beliau wafat persis malam Jum’at Kliwon pada tahun
1586. Lantas,bagaimana nasib Damphar Pasir Intan sepeninggal Sunan
Gunung Jati alias Sayyid Kamil alias Syekh Maulana Jati?
Informasi
gaib menyebutkan bahwa benda keramat tersebut diwarisi oleh Pangeran
Adipati Kuningan. Dia adalah anak angkat Putri Ong Tien dan Syarif
Hidayatullah,sebab dari pernikahannya mereka tidak diberi keturunan.
Pangeran Adipati Kuningan sendiri adalah anak dari Ki Gedheng Kemuning
Kuningan Raja Lur Agung.
Dalam perkembangan selanjutnya, Damphar
Pasir Intan jatuh ke tangan salah seorang pembesar Belanda, setelah
berhasil merebutnya dari tangan keluarga Pangeran Adipati Kuningan.
Seperti dikatahui, pada masa itu dapat dikatakan Cirebon dan seluruh
Tanah Jawa memang sudah berada dalam kekuasaan dan kendali penjajah
Belanda.Ditangan pembesar Belanda ini Damphar Pasir Intan kemudian
diubah fungsinya menjadi sebuah meja.
Demikianlah sekilas
informasi yang dapat kami sampaikan mengenai asal-usul Damphar Pasir
Intan. Memang, silsilah yang kami beberkan di atas bukanlah berasal dari
sumber-sumber sejarah resmi, seperti babad atau buku-buku tentang
sejarah lainnya, khususnya yang bertalian dengan Sejarah Kerajaan
Cirebon dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di dalamnya. Apa yang kami
tuliskan mengenai riwayat Damphar Pasir Intan ini semata-mata hanya
bersumber dari riyadoh dan kontemplasi gaib yang dilakukan oleh kami.
Maka dari itu, sudah barang tentu informasi ini tak sepenuhnya valid.
Karena itulah, jika seandainya ada Pembaca atau pihak-pihak tertentu
yang memiliki sumber literatur mengenai sejarah Damphar Pasir Intan,
maka amat berguna untuk menjadikannya sebagai bahan koreksi dari tulisan
ini.
Pengetahuan kami tentang keberadaan benda kuno ini
sesungguhnya berawal dari diskusi dengan Habib Syekh Husein bin Syekh
Ahyad Al Adzomatulkhon. Sang guru yang sangat kami hormati menyebutkan
bahwa dirinya telah mendapatkan wangsit mengenai keberadaan suatu pusaka
yang amat disayang oleh Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati. Disebutkan juga bahwa pusaka yang belum diketahui berupa apa
jenisnya itu berada di sebuah areal yang masih ada hubungannya dengan
sejarah pendudukan Belanda di kota Cirebon dan sekitarnya.
"Cobalah Andika telusuri di mana keberadaan pusaka itu sekarang!" Demikian amanat sang guru.
Demi
melaksanakan amanat tersebut, kami pun segera mencari informasi. Dari
beberapa rekan yang biasa berkecimpung dengan masalah gaib, akhirnya
kami memperoleh kabar tentang keberadaan bekas tangsi, atau mungkin juga
markas Belanda, yang ada di daerah Blok Ciledug, Cirebon.
Di
tempat itu kabarnya banyak sekali pusaka yang terpendam dan sudah
dikuasi gaib. Beberapa orang telah mencoba untuk melakukan pengangkatan,
tapi hasilnya selalu nihil. Mereka tak kuat menghadapi perlawanan para
penunggu gaib tempat
itu. Demikian sepenggal informasi yang dibeberkan seorang teman.
Dengan
sinyalemen tersebut, naluri kami mengatakan bahwa tempat itu sangat
mungkin adalah tempat yang dimaksudkan oleh Habib Syekh Husein bin Syekh
Ahyad Al Adzomatulkhon, sesuai dengan wangsit yang diterimanya. Guna
membuktikannya, kami pun langsung melakukan pengecekan secara langsung,
yakni dengan mendatangi lokasi bekas tangsi Belanda itu. Ternyata,letak
tempat ini persis di tengah-tengah areal persawahan, dengan luas yang
diperkirakan lebih dari satu hektar. Yang tersisa memang hanya tinggal
puing-puing bangunan yang telah luluh lantak, kecuali sebuah bangunan
kecil yang masih utuh atapnya. Bisa jadi bangunan ini dulunya merupakan
pos penjagaan. "Menurut keterangan Pak Kasman, 63 tahun, warga desa
setempat, sejak zaman dulu tak ada orang yang berani mendekati
puing-puing bekas tangsi Belanda itu. Tempatnya angker sekali, Mas!
Waktu saya kecil, kalau ada hewan ternak yang masuk ke tangsi itu pasti
akan mati. Katanya dimangsa ular siluman, "kisahnya.
Keterangan
tersebut memang tidaklah berlebihan. Berdasarkan sumber-sumber lain yang
diperoleh, sudah beberapa kali pihak pemerintah lewat lembaga terkait
berusaha merekontruksi bangunan yang tentu saja memiliki nilai sejarah
itu. Namun, ketika rehabilitasi bangunan akan dilakukan, selalu saja
terjadi keanehan. Kabar santer menyebutkan bahwa sering kali muncul
gangguan gaib berupa penampakan ular siluman dengan ukuran yang sangat
besar. Karena itulah akhirnya bangunan tersebut dibiarkan
terbengkalai."Katanya ular siluman itu berupa Naga yang kepalanya
sebesar mobil," tegas Pak Kasman sambil bergidik.
Cerita yang
sulit diterima akal ini, setelah dilakukan penerawangan gaib,memang
bukanlah hal yang berlebihan. Saat kami melakukan kontemplasi, memang
terlihat gambaran kelam bangunan tersebut di masa lalu. Rupanya, selain
menjadi markas Belanda, bangunan ini juga kerap menjadi ajang eksekusi
mati bagi warga pribumi yang dianggap membangkang oleh Kompeni. Areal
bekas tangsi Belanda itu memang telah menjadi semacam komunitas bangsa
gaib. Apa yang disebutkan Pak Kasman tentang Naga itu juga benar adanya.
Berdasarkan penerawangan kami, ada dua dedengkot bangsa siluman yang
bercokol, disamping makhluk-makhluk halus rendahan lainnya. Kedua
dedeongkot siluman itu yang satu bernama Ki Klower, berwujud seekor Naga
bertubuh hitam legam. Sedangkan yang satunya bernama Pangeran Ki Ageng
Pasopati, berwujud seekor Naga bertubuh biru. Sesungguhnya, kedua
makhluk inilah yang menguasai secara absolut pusaka-pusaka yang
terpendam di tempat itu.
Setelah berhasil menghimpun segenap
informasi, baik yang berasal dari sumber alam nyata maupun hasil
penerawangan gaib, maka kami kembali menemui Habib Syekh Husein bin
Syekh Ahyad Al Adzomatulkhon. Setelah menyimak semua informasi yang
dibeberkan,
sang guru barulah memberikan petunjuk-petunjuk penting untuk melakukan
penyedotan. Di antaranya sang guru mengajarkan apa yang disebut sebagai
Syahadat Mazmal, sebuah ilmu kesaktian yang hanya dimiliki oleh Pangeran
Sutawijaya Gebang alias Ki Gede Gebang. Dengan ilmu warisan Mbah Kuwu
Cakrabuana inilah Ki Gede Gebang dikenal sebagai tokoh sakti yang
sanggup menaklukkan bangsa makhluk halus.
"Jadikan Syahadat
Mazmal ini sebagai jurus pamungkas. Ingat, jika tidak diperlukan,jangan
sekali-kali Andika gunakan!" Pesan sang guru. Sesuai waktu yang
ditentukan, maka ritual penarikan pusaka pun siap dimulai. Sebelumnya,
kami telah menyiapkan berbagai sarana yang diperlukan,yakni: 2 botol
Minyak Jakfaron Turki yang sebotol harganya 7 juta rupiah, Apel Jin, 7
macam Jajanan Pasar yang manis rasanya, serta kayu, daun, dan getah
Cendana. Semua sarana tersebut harus diletakkan pada wadah berupa nyiru
yang terbuat dari anyaman bambu.
Pas malam Selasa Kliwon, sekitar
pukul 23.00 WIB, dengan cara sembunyi-sembunyi, kami mendatangi lokasi
angker bekas tangsi Belanda itu. Kebetulan, malam itu udara sangat
cerah dan bulan sedang purnama. Meski suasana begitu senyap dengan
kesenyapan yang sanggup menghentikan aliran darah, namun kami telah
bertekad untuk tidak gentar menghadapi tantangan apapun.Berharap tidak
ada seorang pun tahu ritual yang akan dilakukan, maka kami sengaja
mengambil lokasi di dalam bangunan kecil yang diduga kuat sebagai bekas
pos penjagaan. Letak bangunan kecil ini mungkin berjarak sekitar 7 meter
dari bangunan induk.
Setelah menunaikan Sholat Hajat 2 rakaat
dan bertawasul kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, para malaikat,
para wali dan para karuhun Cirebon, kami pun mulai mengamalkan apa
yang disebut sebagai Asma Qutho Qoshot warisan Mbah Kuwu Cakrabuana.
Wiridan Asma Qutho Qoshot ini kami lakukan sampai pukul 02.00 dinihari.
Seusai itu kami kembali meninggalkan areal perburuan pusaka dengan cara
sembunyi-sembunyi, sebab ritual ini salah satu pantangannya memang tidak
boleh diketahui orang lain.
Demikian terus kami lakukan sampai
tujuh malam berturut-turut. Selama itu pula kami harus melakukan Puasa
Mutih, yakni puasa yang bukanya hanya diperbolehkan makan nasi putih dan
minum air putih.Jika pada malam pertama ritual dilakukan pada pukul
23.00 hingga pukul 02.00 dinihari, maka malam kedua hingga ketujuh
dilakukan dari pukul 21.00 hingga pukul 02.00 dinihari. Perjalanan
ritual ini pada awalnya seperti berlangsung lancar, meski hasil yang
diharapkan tidak kunjung tiba. Ya, sejak malam pertama hingga malam
keenam, kami tak menjumpai keanehan yang berarti. Yang menghampiri kami
hanyalah siluman-siluman kelas rendah, yang menggoda dengan berbagai
adegan menyeramkan, yang mungkin bisa saja membuat orang yang tidak
terbiasa melakukan ritual gaib akan kocar-kacir dibuatnya.Tetapi kami
sudah terlampau kebal dengan hal-hal semacam itu.
Memang, pada
malam kelima, kami dapat melihat penampakan sebuah batu menyerupai altar
berwarna putih kecoklatan. Batu ini menyembul dari dalam tanah dengan
gerakan sedemikian rupa, dan begitu sampai dipermukaan terlihat sangat
jelas bahwa pada altar batu itu terdapat gambar berupa macan loreng atau
macan lodaya yang tengah mengaum. Sayang, saat kami bermaksud
menangkapnya dengan power gaib, batu pipih ini langsung menghilang,
seolah disambar sebuah kekuatan yang tak kasat mata. Di malam keenam
sebuah keadaan yang sangat menegangkan berlangsung. Sekitar 3 jam
setelah kami mengamalkan Asma Qutho Qoshot, tanah di sekitar tempat kami
berada tiba-tiba berguncang dengan hebat. Sebelum sadar dengan apa yang
terjadi,terdengar satu suara yang membentak, "Anak manusia kurang
ajar,berani-beraninya kau mengusik ketenanganku!"Perlahan
kami
membuka kedua belah mata, untuk melihat siapa gerangan pemilik suara
sekeras gledek itu. Astagfirullahal’adziim! Sekitar tujuh meter
dihadapan kami, mungkin persisnya pas di bangunan induk bekas tangsi
Belanda itu, bercokol makhluk yang amat menyeramkan.Wujudnya berupa
seekor Naga berwarna hitam legam, dengan mata dan lidah merah menyala.
Benar cerita Pak Kasman tempo hari. Kepala Naga ini besarnya mungkin
sama dengan truk, sedangkan bagian tubuhnya yang lain tidak begitu jelas
terlihat."Maafkanlah jika kedatanganku mengusik ketenangan Andika.
Bukan itu yang menjadi tujuan saya. Maksud saya mengamalkan Asma Qutho
Qoshot warisan Mbah Kuwu Cakrabuana ditempat ini hanyalah karena ingin
mengambil warisan leluhur yang ada disini,sebab saya ditugaskan untuk
mengambilnya," jawab kami sambil terus mengamalkan Asma Qutho Qoshot
dengan Dzikir Qolbi.
Sang Naga yang bernama Ki Klower itu
mendengus, sehingga hawa panas tubuhnya seakan-akan membakar seluruh
alam di sekitar tempat itu."Jika itu yang menjadi tujuanmu, maka
terlebih dahulu kau harus perang tanding denganku!" Sungutnya dengan
suara keras membahana, sehingga tanah kembali bergetar."Bukan tujuanku
untuk menebar kebencian dan angkara murka di antara sesama makhluk
Allah. Namun, jika kau menghalangi niatku untuk mengambil harta pusaka
peninggalan leluhur, maka perang tanding pun terpaksa harus aku jalani.
Persis
seperti dalam film-film fantasi, demi mendengar ucapan kami yang
demikian,sang Naga mendengus sambil menyemburkan api dari dalam mulut
dan lubang hidungnya. Syukur Alhamdulillah, berkat karomah dan kesaktian
Asma Qutho Qoshot, tak sedikit pun api itu dapat menyentuh tubuh kami.
Kenyataan inilah yang akhirnya membuat Ki Klower menghilang. Kepalanya
yang sebesar truk itu seperti amblas ke dalam tanah.Demikianlah adegan
menyeramkan yang kami alami di malam keenam. Dan di malam selanjutnya,
yakni malam ketujuh, Ki Klower benar-benar mewujudkan ancamannya. Dia
kembali muncul dengan kemarahan yang sepertinya tak bisa ditahan lagi.
"Semua
bangsa siluman yang bercokol di tempat ini telah pergi karena tak kuat
menahan serbuan hawa panas dari wirid yang kau amalkan. Kerajaan kami
telah porak-poranda. Karena itulah, aku ingin melakukan perang tanding
denganmu, sebelum kuberikan harta pusaka yang menjadi hakmu!" Bentak Ki
Klower dengan suara keras membahana bagai petir memecah angkasa.Tanpa
menunggu jawaban kami, dengan gerakan yang sulit diceritakan lewat
kata-kata, Ki Klower langsung menyerbu. kami yang telah dibentengi oleh
gaib sudah barang tentu dapat mengantisipasi serangan itu. Semuanya
dapat terjadi karena bantuan Khodam dari Asma Qutho Qoshot, sebuah ilmu
warisan Mbah Kuwu Cakrabuana yang sangat langka pemiliknya.Jika saja
malam itu ada orang lain yang menyaksikan pertarungan antara kami dengan
Ki Klower, entah pemandangan apa yang akan disaksikannya. Yang
jelas,kami benar-benar merasakan pertarungan ini dalam dimensi fisik,
bukan dalam dimensi astral. Akan tetapi amat sulit bagi kami untuk
menceritakannya dengan untaian kalimat dan kata-kata, sebab pertarungan
tersebut memang tidak sepenuhnya berada dalam kesadaran kami. Dalam
artian, ada kekuatan lain yang sifatnya gaib, yang membantu setiap
gerakan kami baik saat menghindar maupun saat melakukan penyerangan.
Ya,itulah
yang terjadi, sampai pertarungan sengit itu berlangsung selama
berjam-jam lamanya. Buktinya, hampir semua tenaga kami terkuras habis.
Dan di saaat-saat yang teramat genting, kami mendengar bisikan gaib agar
segera merapal apa yang disebut sebagai Syahadat Mazmal. Ajaib! Saat
kami merapal ilmu yang amat dirahasiakan ini, tiba-tiba Ki Klower
menjerit setinggi langit. Dia seperti terbakar oleh semburan api yang
bersuhu sangat panas. Sekejap kemudian tubuhnya yang besar itu seperti
tersedot masuk ke dalam tanah,lalu menghilang bersamaan dengan suara
jeritannya yang semakin tenggelam.
Apa yang terjadi setelah itu?
kami
merasakan keadaan alam di sekeliling menjadi gelap-gulita. Seluruh
persendian bagai telah dilolosi dari tempatnya. Walau sekuat tenaga
berusaha untuk tetap tegar, namun akhirnya kami roboh dan tak sadarkan
diri".
Gerimis pagi itu seperti sentuhan lembut seorang ibu yang
membangunkan anaknya dari tidur lelap. Ya, kami terjaga dengan tubuh
tertindih oleh sebuah lempengan batu berwarna putih kecoklatan. Di
sekeliling kami nampak juga benda-benda lain berupa bokor-bokor kuningan
dengan bentuk yang amat artistik. Subhanallah! Mungkin inilah
benda-benda pusaka yang dimaksudkan itu. Dihari-hari yang selanjutnya,
kami akhirnya tahu bahwa lempengan batu putih kecoklatan yang menindih
kami itu tak lain dan tak bukan adalah apa yang disebut sebagai Damphar
Pasir Intan, yang diduga sebagai marmer atau giok dari kerajaan Cina.
Benda bernilai tinggi ini diduga bisa berada di tanah Jawa adalah karena
dibawa oleh Putri Ong Tien dalam perjalanannya ke Cirebon guna bertemu
Syekh Syarif Hidayatullah, kekasihnya. Sementara, wadah-wadah kuningan
yang antik itu juga diperkirakan berasal dari negeri Cina.
Demikianlah
sebuah pengalaman cukup menegangkan yang dilakoni oleh kami. Tentu
semua ini dapat kami jalani karena izin dan kehendak Allah semata, sebab
sesungguhnya kami hanyalah seorang hamba yang doif, yang penuh dengan
kekurangan.