Minggu, 04 Desember 2011

PERBURUAN PUSAKA DAMPHAR PASIR INTAN

Naga siluman bernama Ki Klower tak menghendaki Damphar Pasir Intan diangkat dari alam gaib. Maka terjadilah perang tanding untuk memperebutkan harta pusaka yang diduga sebagai benda peninggalan Putri Ong Tien ini. Bagaimana kisah lengkapnya?

Diberitakan,pada tahun 1471 Syarif Hidayatullah melakukan muhibah ke Cina, menghadap Kaisar pada waktu itu yang bernama Hong Gie, putra dari Yung Lo, yang masih dalam garis keturunan Dinasti Ming (1368-1642). Muhibah Syarif Hidayatullah ini dapat terjadi berkat hubungan baiknya dengan Laksamana Cheng Ho dan sekertarisnya yang bernama Ma Huan, serta seorang pujangga Cina terkenal bernama Fhei Hsin.Ketiganya telah berkunjung ke Cirebon dan telah memeluk Islam.

Di istana Kaisar Cina, Syarif Hidayatullah bertemu dengan Putri Ong Tien atau yang bernama asli Lie A Nyon Tien. Mereka ternyata saling mencintai. Malangnya,hubungan cinta mereka tidak disetujui oleh Kaisar. Karena itulah Syarif Hidayatullah dipulangkan, atau istilah masa kini dideportasi ke Cirebon.

Hubungan asmara yang sekian waktu lamanya telah terputus itu akhirnya kembali bersemi. Karena kuatnya kecintaan Putri Ong Tien kepada kekasihnya, Syarif Hidayatullah,maka Kaisar Hong Gie meluluskan permintaan putrinya untuk berkunjung ke Cirebon.  Dengan sebuah kapal besar yang dinakhodai oleh Loi Guan Hien, dan dikawal oleh Panglima Guan Chang, rombongan  Putri Ong Tien tiba di pelabuhan Cirebon. Kedatangan rombongan dari Cina ini dengan membawa berbagai macam barang bernilai seni tinggi, seperti keramik,poslin dan sebagainya, yang akan diberikan kepada Syarif Hidayatullah, yang ketika itu telah diangkat sebagai Tumenggung dengan gelar Sunan Gunung Jati. Pengangkatan ini dilakukan oleh Pangeran Walang Sungsang alias Cakrabuana Sri Mangana Kuwu Cirebon.

Barang-barang persembahan Putri Ong Tien itu sebagian besar masih bisa kita lihat hingga saat ini di Istana Gunung Jati Cirebon.Antara lain berupa piring-piring panjang yang terbuat dari keramik dan poslin,kongkong, bokor-bokor kuningan dan lain sebagainya. Namun, ada suatu barang yang terlupakan oleh sejarah. Barang dimaksud berupa damphar atau alas duduk yang terbuat dari batu marmer atau giok yang disebut dalam tulisan ini sebagai Damphar Pasir Intan. Dinamakan Pasir Intan adalah karena lempengan marmer ini memiliki citra aneh mirip dengan gemerlapnya ribuan intan bila disorot  dengan lampu senter, atau bila terkena cahaya.

Menurut informasi gaib yang diperoleh, damphar ini dulunya digunakan oleh Putri Ong Tien sebagai alas duduknya, sehingga disebutkan dia memiliki aura kecantikan yang sangat luar biasa. Setelah dinikah oleh Syekh Syarif Hidayatullah pada tahun 1481, Putri Ong Tien kemudian berganti nama menjadi Ratu Mas Sumanding. Cucu Raja Yung Lo dari Dinasti Ming ini kemudian wafat pada tahun 1485.

Berita gaib menyebutkan, sepeninggal Putri Ong Tien alias Ratu Mas Sumanding,Dampar Pasir Intan menjadi salah satu benda kesayangan Syekh Syarif  Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Kanjeng Sunan menjadikan damphar ini sebagai alas tempat duduknya. Konon, khasiat dari damphar ini juga yang salah satunya membuat usia Sunan Gunung Jati  menjadi amat panjang,yakni meninggal dalam usia 120 tahun. Beliau wafat persis malam Jum’at Kliwon pada tahun 1586. Lantas,bagaimana  nasib Damphar Pasir Intan sepeninggal Sunan Gunung Jati alias Sayyid Kamil alias Syekh Maulana Jati?

Informasi gaib menyebutkan bahwa benda keramat tersebut diwarisi oleh Pangeran Adipati Kuningan. Dia adalah anak angkat Putri Ong Tien dan Syarif Hidayatullah,sebab dari pernikahannya mereka tidak diberi keturunan. Pangeran Adipati Kuningan sendiri adalah anak dari Ki Gedheng Kemuning Kuningan Raja Lur Agung.

Dalam perkembangan selanjutnya, Damphar Pasir Intan jatuh ke tangan salah seorang pembesar Belanda, setelah berhasil merebutnya dari tangan keluarga Pangeran Adipati Kuningan. Seperti dikatahui, pada masa itu dapat dikatakan Cirebon dan seluruh Tanah Jawa memang sudah berada dalam kekuasaan dan kendali penjajah Belanda.Ditangan pembesar Belanda ini Damphar Pasir Intan kemudian diubah fungsinya menjadi sebuah meja.

Demikianlah sekilas informasi yang dapat kami sampaikan mengenai asal-usul Damphar Pasir Intan. Memang, silsilah yang kami beberkan di atas bukanlah berasal dari sumber-sumber sejarah resmi, seperti babad atau buku-buku tentang sejarah lainnya, khususnya yang bertalian dengan Sejarah Kerajaan Cirebon dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di dalamnya. Apa yang kami tuliskan mengenai riwayat Damphar Pasir Intan ini semata-mata hanya bersumber dari riyadoh dan kontemplasi gaib yang dilakukan oleh kami. Maka dari itu, sudah barang tentu informasi ini tak sepenuhnya valid. Karena itulah, jika seandainya ada Pembaca atau pihak-pihak tertentu yang memiliki sumber literatur mengenai sejarah Damphar Pasir Intan, maka amat berguna untuk menjadikannya sebagai bahan koreksi dari tulisan ini.

Pengetahuan kami tentang keberadaan benda kuno ini sesungguhnya berawal dari diskusi dengan Habib Syekh Husein bin Syekh Ahyad Al Adzomatulkhon. Sang guru yang sangat kami hormati menyebutkan bahwa dirinya telah mendapatkan wangsit mengenai keberadaan suatu pusaka yang amat disayang oleh Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Disebutkan juga bahwa pusaka yang belum diketahui berupa apa jenisnya itu berada di sebuah areal yang masih ada hubungannya dengan sejarah pendudukan Belanda di kota Cirebon dan sekitarnya.

"Cobalah Andika telusuri di mana keberadaan pusaka itu sekarang!" Demikian amanat sang guru.

Demi melaksanakan amanat tersebut, kami pun segera mencari informasi. Dari beberapa rekan yang biasa berkecimpung dengan masalah gaib, akhirnya kami memperoleh kabar tentang keberadaan bekas tangsi, atau mungkin juga markas Belanda, yang ada di daerah Blok Ciledug, Cirebon.

Di tempat itu kabarnya banyak sekali pusaka yang terpendam dan sudah dikuasi gaib. Beberapa orang telah mencoba untuk melakukan pengangkatan, tapi hasilnya selalu nihil. Mereka tak kuat menghadapi perlawanan para penunggu gaib tempat
itu. Demikian sepenggal informasi yang dibeberkan seorang teman.

Dengan sinyalemen tersebut, naluri kami mengatakan bahwa tempat itu sangat mungkin adalah tempat yang dimaksudkan oleh Habib Syekh Husein bin Syekh Ahyad Al Adzomatulkhon, sesuai dengan wangsit yang diterimanya. Guna membuktikannya, kami  pun langsung melakukan pengecekan secara langsung, yakni dengan mendatangi lokasi bekas tangsi Belanda itu. Ternyata,letak tempat ini persis di tengah-tengah areal persawahan, dengan luas yang diperkirakan lebih dari satu hektar. Yang tersisa memang hanya tinggal puing-puing bangunan yang telah luluh lantak, kecuali sebuah bangunan kecil yang masih utuh atapnya. Bisa jadi bangunan ini dulunya merupakan pos penjagaan. "Menurut keterangan Pak Kasman, 63 tahun, warga desa setempat, sejak zaman dulu tak ada orang yang berani mendekati puing-puing bekas tangsi Belanda itu. Tempatnya angker sekali, Mas! Waktu saya kecil, kalau ada hewan ternak yang masuk ke tangsi itu pasti akan mati. Katanya dimangsa ular siluman, "kisahnya.

Keterangan tersebut memang tidaklah berlebihan. Berdasarkan sumber-sumber lain yang diperoleh, sudah beberapa kali pihak pemerintah lewat lembaga terkait berusaha merekontruksi bangunan yang tentu saja memiliki nilai sejarah itu. Namun, ketika rehabilitasi bangunan akan dilakukan, selalu saja terjadi keanehan. Kabar santer menyebutkan bahwa sering kali muncul gangguan gaib berupa penampakan ular siluman dengan ukuran yang sangat besar. Karena itulah akhirnya bangunan tersebut dibiarkan terbengkalai."Katanya ular siluman itu berupa Naga yang kepalanya sebesar mobil," tegas Pak Kasman sambil bergidik.

Cerita yang sulit diterima akal ini, setelah dilakukan penerawangan gaib,memang bukanlah hal yang berlebihan. Saat kami melakukan kontemplasi, memang terlihat gambaran kelam bangunan tersebut di masa lalu. Rupanya, selain menjadi markas Belanda, bangunan ini juga kerap menjadi ajang eksekusi mati bagi warga pribumi yang dianggap membangkang oleh Kompeni. Areal bekas tangsi Belanda itu memang telah menjadi semacam komunitas bangsa gaib. Apa yang disebutkan Pak Kasman tentang Naga itu juga benar adanya. Berdasarkan penerawangan kami, ada dua dedengkot bangsa siluman yang bercokol, disamping makhluk-makhluk halus rendahan lainnya. Kedua dedeongkot siluman itu yang satu bernama Ki Klower, berwujud seekor Naga bertubuh hitam legam. Sedangkan yang satunya bernama Pangeran Ki Ageng Pasopati, berwujud seekor Naga bertubuh biru. Sesungguhnya, kedua makhluk inilah yang menguasai secara absolut pusaka-pusaka yang terpendam di tempat itu.

Setelah berhasil menghimpun segenap informasi, baik yang berasal dari sumber alam nyata maupun hasil penerawangan gaib, maka kami kembali menemui Habib Syekh Husein bin Syekh Ahyad Al Adzomatulkhon. Setelah menyimak semua informasi yang
dibeberkan, sang guru barulah memberikan petunjuk-petunjuk penting untuk melakukan penyedotan. Di antaranya sang guru mengajarkan apa yang disebut sebagai Syahadat Mazmal, sebuah ilmu kesaktian yang hanya dimiliki oleh Pangeran Sutawijaya Gebang alias Ki Gede Gebang. Dengan ilmu warisan Mbah Kuwu Cakrabuana inilah Ki Gede Gebang dikenal sebagai tokoh sakti yang sanggup menaklukkan bangsa makhluk halus.

"Jadikan Syahadat Mazmal ini sebagai jurus pamungkas. Ingat, jika tidak diperlukan,jangan sekali-kali Andika gunakan!" Pesan sang guru. Sesuai waktu yang ditentukan, maka ritual penarikan pusaka pun siap dimulai. Sebelumnya, kami telah menyiapkan berbagai sarana yang diperlukan,yakni: 2 botol Minyak Jakfaron Turki yang sebotol harganya 7 juta rupiah, Apel Jin, 7 macam Jajanan Pasar yang manis rasanya, serta kayu, daun, dan getah Cendana. Semua sarana tersebut harus diletakkan pada wadah berupa nyiru yang terbuat dari anyaman bambu.

Pas malam Selasa Kliwon, sekitar pukul 23.00 WIB, dengan cara sembunyi-sembunyi, kami mendatangi lokasi angker bekas tangsi Belanda itu. Kebetulan, malam itu  udara sangat cerah dan bulan sedang purnama. Meski suasana begitu senyap dengan kesenyapan yang sanggup menghentikan aliran darah, namun kami telah bertekad untuk tidak gentar menghadapi tantangan apapun.Berharap tidak ada seorang pun tahu ritual yang akan dilakukan, maka kami sengaja mengambil lokasi di dalam bangunan kecil yang diduga kuat sebagai bekas pos penjagaan. Letak bangunan kecil ini mungkin berjarak sekitar 7 meter dari bangunan induk.

Setelah menunaikan Sholat Hajat 2 rakaat dan bertawasul kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, para malaikat, para wali dan para karuhun Cirebon, kami pun mulai mengamalkan  apa yang disebut sebagai Asma Qutho Qoshot warisan Mbah Kuwu Cakrabuana. Wiridan Asma Qutho Qoshot ini kami lakukan sampai pukul 02.00 dinihari. Seusai itu kami kembali meninggalkan areal perburuan pusaka dengan cara sembunyi-sembunyi, sebab ritual ini salah satu pantangannya memang tidak boleh diketahui orang lain.

Demikian terus kami lakukan sampai tujuh malam berturut-turut. Selama itu pula kami harus melakukan Puasa Mutih, yakni puasa yang bukanya hanya diperbolehkan makan nasi putih dan minum air putih.Jika pada malam pertama ritual dilakukan pada pukul 23.00 hingga pukul 02.00 dinihari, maka malam kedua hingga ketujuh dilakukan dari pukul 21.00 hingga pukul 02.00 dinihari. Perjalanan ritual ini pada awalnya seperti berlangsung lancar, meski hasil yang diharapkan tidak kunjung tiba. Ya, sejak malam pertama hingga malam keenam, kami tak menjumpai keanehan yang berarti. Yang menghampiri kami hanyalah siluman-siluman kelas rendah, yang menggoda dengan berbagai adegan menyeramkan, yang mungkin bisa saja membuat orang yang tidak terbiasa melakukan ritual gaib akan kocar-kacir dibuatnya.Tetapi kami sudah terlampau kebal dengan hal-hal semacam itu.

Memang, pada malam kelima, kami dapat melihat penampakan sebuah batu menyerupai altar berwarna putih kecoklatan. Batu ini menyembul dari dalam tanah dengan gerakan sedemikian rupa, dan begitu sampai dipermukaan terlihat sangat jelas bahwa pada altar batu itu terdapat gambar berupa macan loreng atau macan lodaya yang tengah mengaum. Sayang, saat kami bermaksud menangkapnya dengan power gaib, batu pipih ini langsung menghilang, seolah disambar sebuah kekuatan yang tak kasat mata. Di malam keenam sebuah keadaan yang sangat menegangkan berlangsung. Sekitar 3 jam setelah kami mengamalkan Asma Qutho Qoshot, tanah di sekitar tempat kami berada tiba-tiba berguncang dengan hebat. Sebelum sadar dengan apa yang terjadi,terdengar satu suara yang membentak, "Anak manusia kurang ajar,berani-beraninya kau mengusik ketenanganku!"Perlahan

kami membuka kedua belah mata, untuk melihat siapa gerangan pemilik suara sekeras gledek itu. Astagfirullahal’adziim! Sekitar tujuh meter dihadapan kami, mungkin persisnya pas di bangunan induk bekas tangsi Belanda itu,  bercokol makhluk yang amat menyeramkan.Wujudnya berupa seekor Naga berwarna hitam legam, dengan mata dan lidah merah menyala. Benar cerita Pak Kasman tempo hari. Kepala Naga ini besarnya mungkin sama dengan truk, sedangkan bagian tubuhnya yang lain tidak begitu jelas terlihat."Maafkanlah jika kedatanganku mengusik ketenangan Andika. Bukan itu yang menjadi tujuan saya. Maksud saya mengamalkan Asma Qutho Qoshot warisan Mbah Kuwu Cakrabuana ditempat ini hanyalah karena ingin mengambil warisan leluhur yang ada disini,sebab saya ditugaskan untuk mengambilnya," jawab kami sambil terus mengamalkan Asma Qutho Qoshot dengan Dzikir Qolbi.

Sang Naga yang bernama Ki Klower itu mendengus, sehingga hawa panas tubuhnya seakan-akan membakar seluruh alam di sekitar tempat itu."Jika itu yang menjadi tujuanmu, maka terlebih dahulu kau harus perang tanding denganku!" Sungutnya dengan suara keras membahana, sehingga tanah kembali bergetar."Bukan tujuanku untuk menebar kebencian dan angkara murka di antara sesama makhluk Allah. Namun, jika kau menghalangi niatku untuk mengambil harta pusaka peninggalan leluhur, maka perang tanding pun terpaksa harus aku jalani.

Persis seperti dalam film-film fantasi, demi mendengar ucapan kami yang demikian,sang Naga mendengus sambil menyemburkan api dari dalam mulut dan lubang hidungnya. Syukur Alhamdulillah, berkat karomah dan kesaktian Asma Qutho Qoshot, tak sedikit pun api itu dapat menyentuh tubuh kami. Kenyataan inilah yang akhirnya membuat Ki Klower menghilang. Kepalanya yang sebesar truk itu seperti amblas ke dalam tanah.Demikianlah adegan menyeramkan yang kami alami di malam keenam. Dan di malam selanjutnya, yakni malam ketujuh, Ki Klower benar-benar mewujudkan ancamannya. Dia kembali muncul dengan kemarahan yang sepertinya tak bisa ditahan lagi.

"Semua bangsa siluman yang bercokol di tempat ini telah pergi karena tak kuat menahan serbuan hawa panas dari wirid yang kau amalkan. Kerajaan kami telah porak-poranda. Karena itulah, aku ingin melakukan perang tanding denganmu, sebelum kuberikan harta pusaka yang menjadi hakmu!" Bentak Ki Klower dengan suara keras membahana bagai petir memecah angkasa.Tanpa menunggu jawaban kami, dengan gerakan yang sulit diceritakan lewat kata-kata, Ki Klower langsung menyerbu. kami yang telah dibentengi oleh gaib sudah barang tentu dapat mengantisipasi serangan itu. Semuanya dapat terjadi karena bantuan Khodam dari Asma Qutho Qoshot, sebuah ilmu warisan Mbah Kuwu Cakrabuana yang sangat langka pemiliknya.Jika saja malam itu ada orang lain yang menyaksikan pertarungan antara kami dengan Ki Klower, entah pemandangan apa yang akan disaksikannya. Yang jelas,kami benar-benar merasakan pertarungan ini dalam dimensi fisik, bukan dalam dimensi astral. Akan tetapi amat sulit bagi kami untuk menceritakannya dengan untaian kalimat dan kata-kata, sebab pertarungan tersebut memang tidak sepenuhnya berada dalam kesadaran kami. Dalam artian, ada kekuatan lain yang sifatnya gaib, yang membantu setiap gerakan kami baik saat menghindar maupun saat melakukan penyerangan.

Ya,itulah yang terjadi, sampai pertarungan sengit itu berlangsung selama berjam-jam lamanya. Buktinya, hampir semua tenaga kami terkuras habis. Dan di saaat-saat yang teramat genting, kami mendengar bisikan gaib agar segera merapal apa yang disebut sebagai Syahadat Mazmal. Ajaib! Saat kami merapal ilmu yang amat dirahasiakan ini, tiba-tiba Ki Klower menjerit setinggi langit. Dia seperti terbakar oleh semburan api yang bersuhu sangat panas. Sekejap kemudian tubuhnya yang besar itu seperti tersedot masuk ke dalam tanah,lalu menghilang bersamaan dengan suara jeritannya yang semakin tenggelam.

Apa yang terjadi setelah itu?

kami merasakan keadaan alam di sekeliling menjadi gelap-gulita. Seluruh persendian bagai telah dilolosi dari tempatnya. Walau sekuat tenaga berusaha untuk tetap tegar, namun akhirnya kami roboh dan tak sadarkan diri".

Gerimis pagi itu seperti sentuhan lembut seorang ibu yang membangunkan anaknya dari tidur lelap. Ya, kami terjaga dengan tubuh tertindih oleh sebuah lempengan batu berwarna putih kecoklatan. Di sekeliling kami nampak juga benda-benda lain berupa bokor-bokor kuningan dengan bentuk yang amat artistik. Subhanallah! Mungkin inilah benda-benda pusaka yang dimaksudkan itu. Dihari-hari yang selanjutnya, kami akhirnya tahu bahwa lempengan batu putih kecoklatan yang menindih kami itu tak lain dan tak bukan adalah apa yang disebut sebagai Damphar Pasir Intan, yang diduga sebagai marmer atau giok dari kerajaan Cina. Benda bernilai tinggi ini diduga bisa berada di tanah Jawa adalah karena dibawa oleh Putri Ong Tien dalam perjalanannya ke Cirebon guna bertemu Syekh Syarif Hidayatullah, kekasihnya. Sementara, wadah-wadah kuningan yang antik itu juga diperkirakan berasal dari negeri Cina.

Demikianlah sebuah pengalaman cukup menegangkan yang dilakoni oleh kami. Tentu semua ini dapat kami jalani karena izin dan kehendak Allah semata, sebab sesungguhnya kami hanyalah seorang hamba yang doif, yang penuh dengan kekurangan.
Loading