Senin, 05 Desember 2011

DIPALAK DEDEMIT RUMAH


PULANG kenduri, Kang Prapto (sebut saja begitu), jadi pusing karena begitu meletakkan berkat, isterinya langsung ngoceh menyampaikan laporan. Katanya, Jayanti, anak ketiga mereka, tiba-tiba jatuh sakit, sekujur badannya panas. Padahal ketika Kang Prapto berangkat kenduri ke rumah Wak Minto, Jayanti masih waras-wiris. Segar bugar tak kurang suatu apa. Malah ceria bermain-main pula. Ketika dahi dan pipinya diraba, “weleh panas tenan, je !” desis kaget Kang Prapto. “Tapi, lho? Kakinya kok sedingin es?” teriaknya kecil.
Selain kaget tahu anaknya tiba-tiba sakit, Kang Prapto merasa ada sesuatu yang hilang sore itu. Sebab setiap kali pulang kenduri, Jayanti biasanya yang lebih dulu membongkar berkat-nya. Dia pula yang menjemput pertama di depan pintu setiap kali Kang Prapto pulang kenduri. Kalau sedang makan kenduri, bukan main lahap dan senangnya. Tapi sore itu, nasi kenduri yang dibawa pulang Kang Prapto seolah ‘tak berharga’. Si pemburu nasi kenduri di rumahnya, sedang tergolek menderita sakit di kamarnya. “Sakitnya agak nyleneh ...,” pikir Kang Prapto. “Jangan-jangan terkena DB (demam berdarah), Pak? Baiknya dibawa ke rumah sakit saja,” rengek sang isteri sambil menahan tangis. “Tidaaak ...!” sergah Kang Prapto tanpa terkendali. Mungkin karena takut biaya perawatan rumah sakit yang mahal. Kalau mendengar kata -rumah sakit-, Kang Prapto seakan melihat momok menakutkan.
Bagaimana tidak, seminggu yang lalu, Yatimah, anaknya yang nomor dua baru saja keluar dari rumah sakit lantaran kena tipus, Belum dua bulan anak pertamanya Iyah, juga rampung opname di rumah sakit karena usus buntu. “Kalau sekarang harus memasukkan Jayanti ke rumah sakit, uang dari mana membayarnya?” keluh Kang Prapto.
Ketika Iyah opname, sapi jantan plus seuntai kalung isterinya jadi pengganti biaya. Saat Yatimah sakit, juga terpaksa nyuwil tanah. “Duh, Gusti.., berikan kekuatan...” sesambat Kang Prapto. Tetapi karena sayang terhadap anak, Jayanti lalu dibawa ke rumah sakit. Kamar yang dipakai rawat inap Jayanti menempati kamar kakaknya terdahulu. Kamar itu juga dipakai saudaranya yang lain. Sebenarnya, Yu Prapto enggan anaknya dimasukkan ke kamar itu. Tapi karena tarifnya miring, apa boleh buat. Jadilah Jayanti dirawat pada kamar yang sama dengan saudaranya terdahulu. Sebenarnya Yu Prapto punya alasan lebih pas ketika menolak Jayanti dimasukkan ke kamar itu. Sebab Yu Prapto pernah ditemui....
Ketika itu Yu Prapto dalam kondisi setengah kantuk, eh, tiba-tiba dia melihat manusia cebol berada di kamar. Yu Prapto ketakutan setengah hidup melihat penampilan orang cebol itu. Kepalanya besar, matanya mendolo berwarna merah darah. Rambutnya lebat terurai hampir menyentuh tanah. Di antara rambut itu tersembul kuping amat besar. Hidung panjang, bengkok dan berwarna merah. Mulut mbleweh dengan bibir tebal, tapi tidak punya gigi. Ketika dilapori, Kang Prapto tidak menggubris. Cuek bebek.
Yu Prapto masih teringat ketika orang cebol itu menyampaikan pesan. “Hei embokne bocah ! Mengko yen anakmu mari lan banjur bali, kowe kudu ninggali ana ing kamar iki ! (Hei ibunya anak! Nanti kalau anakmu sembuh dan kemudian pulang, kamu harus nempati di kamar ini!” Kang Prapto sekali lagi hanya tertawa ketika Yu Prapto lapor. “Takhyuul yul ! Itu hanya ulah oknum yang ingin memeras!” katanya sambil kacak pinggang. Belum reda omongan Kang Prapto, mendadak pintu kamar terbuka sendiri. Orang cebol yang pernah menemui Yu Prapto muncul! Kang Prapto kontan njondhil. Apa yang pernah diceritakan isterinya, kini ada di depannya. “Betul akulah penunggu kamar ini. Percaya atau tidak, terserah kamu. Tapi ingat, anakmu sakit berurutan karena isterimu tidak mau memberi tinggalan ! Kalau sekarang kamu tidak mau memberi tinggalan, jangan menyesal kalau kemudian yang sakit adalah isterimu,” katanya parau. Tiba-tiba orang hunian itu lenyap tanpa bekas.http://jojopradipta.blogspot.com/
Barulah Kang Prapto percaya. Ketika anaknya sembuh, dia lalu memberi sesaji sekadarnya, plus duit seribu rupiah.
Setelah peristiwa itu, pada keluarga Kang Prapto belum pernah ada yang menderita sakit mendadak, atau sakit aneh. Kalau teringat kejadian itu, Kang Prapto malah jadi geli. “Ternyata ada lelembut butuh uang jajan segala ... Sayang caranya seperi preman. Pakai mengancam segala. Atau semua lelembut, memang preman?” gerutu Kang Prapto.
Loading