Senin, 05 Desember 2011

UJI NYALI DITEROR GENDERUWO


INI pengalaman Mbah Dwijo (bukan nama asli) yang terpaksa pindah rumah karena tak kuat menghadapi teror lelembut yang nimbrung tinggal di rumahnya. Rumah Mbah Dwijo yang berada di Sleman Timur itu terpaksa dibongkar. Beruntung Mbah Dwijo bisa menjualnya, dan kini sudah berdiri rumah baru. Tapi rumah itu tidak kunjung bisa diselesaikan pemiliknya yang baru. Banyak pengalaman yang disampaikan oleh Mbah Dwijo.
Menurutnya, semua pengalaman itu merupakan uji-nyali baginya. Dan terbukti Mbah Dwijo hanya bisa bertahan sekitar tiga bulan tinggal di rumah itu. Menurut para orang pintar, rumah Mbah Dwijo menjadi sasaran teror berbagai jenis makhluk halus karena berada persis di tengah-tengah kuburan. Menurut perhitungan orang Jawa, disebut nggotong kuburan yang memang merupakan pantangan bagi orang Jawa.
Gangguan awalnya hanya ringan. Seperti mendengar sesuatu yang jatuh dari arah kuburan. Biasanya, apabila mendengar suara seperti itu, malah jadi pertanda akan ada orang meninggal. Kalau cuma yang seperti itu, bagi Mbah Dwijo dan keluarganya bukan masalah. Tidak takut.
Satu pengalaman dahsyatnya adalah munculnya sesosok pocongan yang tiba-tiba membujur di meja makannya. Memang membuat bulu kuduk Mbah Dwijo merinding, tapi dia masih bisa memberanikan diri. Lalu mendekati dan meminta pocongan itu pergi. Dan akhirnya memang pergi. Lagi, Mbah Dwijo melihat sesosok tinggi besar hitam duduk di belandar. Kakinya menjuntai hampir mencapai lantai. Dan karena tinggi besar, makhluk yang biasa disebut gendruwo oleh orang Jawa itu duduknya membungkuk, karena dia duduk di belandar. Kalau tidak membungkuk kepalanya membentur genteng.http://jojopradipta.blogspot.com/
Pengalaman seperti bagi Mbah Dwijo, keciiiil (seperti diibaratkan dengan menonjolkan ujung kelingking, Red). Sebab suatu malam, ketika Mbah Dwijo sedang tidur, tahu-tahu makhluk tinggi besar mengerikan itu datang dan menggigit tanggan Mbah Dwijo. Anehnya Mbah Dwijo tidak merasakan sakit. Itu juga belum begitu membuat risau Mbah Dwijo.
Paling mengkhawatirkan adalah ketika dua anaknya yang masih kecil-kecil sakit panas tidak juga sembuh. Mbah Dwijo mulai menghitung-hitung nyali. Ketika ditanyakan kepada ‘orang tua’, sakitnya itu dibuat oleh si lelembut. Ini terbukti saat diperiksa dokter, akademisi kesehatan itu tidak bisa menemukan apa sakitnya. Diberi obat turun panas tidak juga sembuh.
Mbah Dwijo memutuskan, untuk sementara ‘ngungsi’ ke rumah salah seorang saudaranya. Anehnya, panas anak-anak Mbah Dwijo kemudian turun. Sembuh. Ketika anak-anaknya ditanya, mereka selalu kaget terbangun karena digugah dengan kasar. Karena tidur tak tenang itulah yang membuat badannya panas.
Mbah Dwijo lalu mengambil keputusan pindah. Rumah bekas tempat tinggalnya itu kemudian dibongkar. Ketika hanya dijadikan kebun, tak pernah ada gangguan. Tetapi karena Mbah Dwijo butuh uang untuk membangun rumah di tempat lain, tanah nggotong kuburan itu dijual. Beruntung ada yang membelinya dengan harga layak. Tetapi nampaknya, pemilik yang baru itu juga mulai ada masalah dengan lelembut penunggu tempat itu. Rumah yang ia bangun hampir selesai, tetapi tidak dilanjutkan. Dan tetap dibiarkan menjadi rumah kosong, gelap diapit oleh dua kuburan. Pemilik rumah itu sendiri sudah punya tempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman.
Bagi penduduk setempat, karena sudah terbiasa melewatinya, tidak ada yang takut walau malam hari. Anak kecil sakalipun. Karena warga mengantisipasinya dengan memasang lampu neon 20 watt di gerbang kuburan.
Loading