Banyak ulama atau hadis menerangkan bahwa di surga kebanyakan
penghuninya orang miskin sementara di neraka kebanyakan wanita.
Sementara menurut para ulama atau hadis juga menyatakan bahwa orang yang
masuk surga dan neraka setelah hisab atau hari kiamat. Kira-kira
bagaimanakah penjelasan para ulama lebih lanjut mengenai hal ini berikut
kutipan dari penjelasan dari Ustadz Asep Usman Ismail di kolom ramadhan
detik yg dikutip berikut ini.
Kenapa ada yang mengatakan penghuni neraka lebih banyak wanita?
Secara sosiologis struktur masyarakat itu seperti piramid, penduduk
miskin berada pada piramida paling bawah sehingga jumlahnya paling
banyak. Sangat logis, jika Nabi SAW menyebutkan bahwa penduduk surga
lebih banyak orang miskin dengan alasan sebagai berikut:
1.Kehidupan di akhirat itu merefleksikan keadaan di dunia, jika di dunia
penduduk miskin itu mayoritas, maka di akhirat pun tetap mayoritas;
2. Di dalam Al Qur’an pengertian faqir secara harfiah berarti orang yang
membutuhkan. Makna ini mengacu kepada dua pengertian, yaitu dalam
konteks sosial ekonomi dan eksistensi manusia. Pengertian pertama faqir
adalah orang yang sudah berkerja dan mendapatkan penghasilan, tetapi
penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya sehingga masih membutuhkan
bantuan atau tambahan.
Kedua, faqir adalah menyangkut eksistensi manusia yakni membutuhkan
Allah (QS Fathir/35: 15). Penghuni surga adalah orang-orang faqir, yakni
manusia yang menyadari eksistensi dirinya sebagai hamba Allah sehingga
senantiasa berada dalam kesadaran, saya membuthkan Allah.
Manusia seperti inilah yang merupakan mayoritas penghuni surga.
Selebihnya, penghuni surga minoritas adalah manusia yang beriman, tetapi
kurang menyadari dirinya membutuhkan Allah. Mereka masuk surga karena
kebaikan Allah, setelah Allah mempertimbangkan faktor imannya.
3. Dalam hadis tersebut digambarkan bahwa penghuni neraka itu kebanyakan
kaum perempuan, maksudnya bahwa kualitas kesalehan kaum wanita itu
sangat tergantung kepada tiga variabel yang berikut: Pertama, kualitas
pola asuh dalam keluarga. Kedua, pendidikan akhlak (karakter). Ketiga,
kualitas suami yang menjadi imam dalam pembinaan keluarga.
Ketiganya harus bersinergi secara konisten dan berkesinambungan. Krisis
manusia modern menghancurkan tiga sendi ini sekaligus. Pertama, kualitas
keluarga berkenaan dengan ibu rumah tangga yang tidak lagi sepenuhnya
mendidik, mengasuh dan mengembangkan putra putrinya di rumah, tetapi
lebih berorientasi pada sektor di luar rumah.
Kedua, pendidikan sekolah (formal) dan masyarakat (pendidikan nonformal)
tidak sepenuhnya mendukung pengembangkan karakter positif. Perempuan
sering menjadi korban pelecehan seksual. Ketiga, para suami sering tidak
berhasil menjadi teladan bagi keluarganya, bahkan menghancurkan
keluarga dengan berbagai tindakan tidak terpuji.