Ratnawati, janda
cantik asal Yogya itu telah menghambakan dirinya untuk ilmu sesat. Lewat
prosesi gaib dia bisa dengan mudah memperdaya pria, dan menguras
hartanya. Kisah mistis berikut ini adalah kesaksian salah seorang
korban, seorang pengusaha muda di Jakarta....
Di bawah
cuaca yang cerah, lembayung senja tampak begitu indah menampakkan
dirinya. Senja yang memesona telah membawaku ke Yogyakarta. Kedatanganku
ini adalah untuk satu acara meeting dalam rangka kerjasama agrobisnis
dengan rekan di kota nan sejuk ini.
Sebelum mampir ke hotel, aku
menyempatkan diri singgah di sebuah swalayan untuk membeli dasi, sebab
tadi sewaktu berangkat dari Jakarta aku lupa membawanya.
Aku
memarkirkan kendaraanku dan bergegas masuk ke dalam swalayan itu. Aku
berbaur bersama pengunjung yang lainnya. Tak kuduga sebelumnya, di saat
aku sedang memilih-milih dasi kulihat disampingku seorang wanita yang
sangat menarik perhatianku. Dari penampilannya terkesan wanita berumur
sekitar kepaa tiga itu sangat anggun, berkulit putih mulus, tingginya
sekitar 160 cm, rambut lurus sebahu, hidung mancung. Ah, sepertinya dia
memang dari kalangan berada. Ini setidaknya terlihat dari cara merawat
tubuhnya. Dia begitu bening!
Demi melihatnya, seketika darahku
mendesir. Melihat kecantikannya, mengingatkanku pada seoranga artis
sinetron yang sangat terkenal. Pandanganku pun sungguh terpesona melihat
bidadari berada di sisiku. Aku berupaya menarik perhatiannya. Dalam
satu kesempatan aku menegur dengan harap-harap cemas, khawatir tidak
dibalas.
"Selamat siang! Ada sesuatu yang akan dibeli?" cetusku. Demi Tuhan! Aku tidak tahu apakah kalimatku ini tepat atau tidak.
Bidadari itu tersenyum ramah. Bahkan di luar dugaan dia menyambut sapaanku dengan tak kalah ramah.
"Ya, aku mencari parfum! Kau sendiri?"
Aku seperti mimpi mendengar suaranya. Serasa begitu indah, namun membuat dadaku semakin bergetar.
Keakraban
lalu terbina dalam waktu singkat itu. Dia bertanya tentang keperluanku
datang ke Yogya. Aku menjawab bahwa aku akan mengikuti sebuah meeting
nanti malam.
"O...rupanya aku baru berkenalan dengan orang penting," candanya sambil tersenyum menawan.
"Ah, tidak! Hanya bisnis kecil-kecilan," ujarku sambil menebar senyum.
Dalam
perkenalan singkat itu dia memberikan alamat tempat tinggalnya padaku.
Dan aku berjanji selesai acara meeting akan mengunjunginya.
"Jangan sampai nggak datang, ya. Aku menunggumu!" katanya sebelum kami berpisah.
Aneh,
sesampainya di hotel, bayangan wanita itu tidak pernah sirna dari
kepalaku. Ya, bayangan seraut wajah cantik itu selalu menari-nari dalam
pelupuk mataku. Aku seperti lelaki ingusan yang baru mengenal wanita
cantik. Padahal, sudah begitu banyak wanita cantik yang kukenal, bahkan
kuajak kencan. Dan aku ini termasuk tipe laki-laki yang cepat melupakan
wanita. Sudah berapa banyak wanita yang telah kurengkuh, serta tak
terhitung wanita yang mengucapkan kata-kata sayang dan mengusapku dengan
belai mesra. Mereka hanya sekilas hadir dan setelahnya akan hilang
lenyap begitu saja. Tapi, untuk yang satu ini, sungguh benar-benar
berbeda. Dia selalu hadir dan hadir di benakku, mengisi rongga-rongga
pikiranku. Sepertinya, ada sesuatu yang sangat istimewa pada diri wanita
itu.
Lantas, apa keistimewaannya? Apakah karena dia begitu cantik?
Ah, tidak juga. Di Jakarta, wanita cantik seperti dirinya, bahkan yang
lebih, juga banyak yang kukenal. Lalu, apa yang membuatku begitu
terpesona? Aku sendiri bingung memikirkannya. Tapi demi Tuhan, aku
begitu merindukan ingin bertemu dengannya.
Hingga acara pertemuan
bisnis itu usai, tidak ada satupun materi yang masuk ke dalam pikiranku.
Justru yang muncul dalam benakku adalah kerinduan ingin jumpa dengan
gadis yang dari kartu namanya kekutahui bernama Ratnawati itu.
Malam
itu, setelah meeting bisnis nan hampa itu berakhir, kuturuti keinginanku
untuk mendatangi kediamannya. Tak terlalu sulit untuk mencarinya.
Sesampainya aku di sana terlihat Ratnawati sedang duduk di teras
rumahnya. Di bawah sinar cahaya lampu dia terkejut melihat kedatanganku.
"Wah,
tak kusangka kau betul-betul memenuhi janjimu. Padahal, aku sudah
hampir putus asa menunggumu!" bibir mungilnya bergetar menggairahkan.
Singkat
cerita, malam itu aku jadi begitu akrab dengannya. Aku juga lalu
mengetahui statusnya yang sudah menjanda. Menurut penuturan Ratnawati,
sejak bercerai dengan suaminya 2 tahun silam dia memilih hidup mandiri,
menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi kedua putranya. Dia menjalani
hari-harinya penuh dengan perjuangan. Keuletannya membuka usaha
katering, membuat kehidupannya kian mapan dan mandiri.
Hatiku seperti
dituntun sesuatu tenaga gaib yang penuh dengan sukacita, ketika dia
mengutarakan keinginannya untuk mengembangkan usahanya. Dengan tanpa
pikir panjang lagi aku memberi alternatif untuk pinjam dana ke bank.
Awalnya dia menyetujui usulku dan minta diambilkan formulirnya, namun
yang terjadi kemudian sungguh berbeda. Dia meminta pinjaman dariku.
Gilanya, aku begitu mudah menjanjikan akan memberi pinjaman dengan
jumlah cukup lumayan itu.
Malam itu, jika saja aku tidak ke rumahnya,
tak mungkin aku merengkuh kemesraan darinya. Dengan penuh gairah aku
memeluk wanita yang baru kukenal itu. Keinginan bercumbu dengannya
serasa begitu menggila. Aku lupa akan janji yang aku ucapkan di hadapan
isteriku saat sebelum berangkat bahwa aku tak akan "macam-macam" di
Yogya.
Nyatanya, malam itu aku memang seperti larut dengan pesona
wajah yang cantik yang baru kukenal siang tadi itu. Dan, aku terbang
dalam pelukan tubuh sintal beraroma harum semerbak....
***
Perkenalanku
dengan Ratnawati sungguh suatu pengalaman yang indah, namun terasa
aneh. Mengapa kukatan aneh? Sebab sejak mengenalnya, aku kerap kali
merasa seperti telah kehilangan diriku, yang kelak kuketahui bahwa aku
memang terpenjara dalam dimensi gaib. Sejak mengenalnya, dalam
keseharian dan kesibukan aku selalu didera oleh kerinduan yang hadir
sepanjang waktu. Aku seperti merasakan wajah wanita itu senantiasa hadir
dan mendorongku untuk segera datang mengunjunginya.
Akibatnya, sejak
mengenal Ratnawati aku menjadi sering bolak-balik Jakarta-Yogya, hanya
untuk menemui wanita yang kurindukan. Kepada Hanna, isteriku, aku tentu
saja beralasan mengurusi kegiatan bisnis. Aku merasa telah menang, sebab
nyatanya Hanna memang sangat mudah kubohongi.
Hingga tiba pada suatu
malam, ketika langit amat cerah, bulan tampak bulat sempurna di antara
taburan binatang gemintang. Aku datang ke Yogya. Waktu itu puncak malam
Sabtu, udara dingin November merembes membasahi arus darahku. Di sudut
remang, bibirku menyapu bibirnya, melumatnya dengan penuh gairah.
Lidahnya yang panas membakar jagad kelaki-lakianku. Sedetik kemudian,
waktu tiba-tiba seakan padam, malam mendadak membara, panas mengelupas
mulus tubuhnya, bagian tubuhku seperti memasuki ruang tanpa cahaya, aku
terkapar tak berdaya di bawah gaun tidur halus, diiringi irama sunyi
nyanyi serangga menghias malam. Malam itu aku dan Ratna menghabiskan
rindu dengan permainan asmara yang seharusnya tidak kami lakukan. Tapi,
kami telah dipenjara oleh birahi, sehingga kami lupa akan batas-batas
kewajaran.
Namun, apa yang kemudian terjadi sejak hubungan intim itu
berlangsung? Tanpa kusadari, sejak saaat itu aku kian terpenjara oleh
kekuatan gaib yang terus menderaku. Sebagai bukti, pikiran dan langkahku
selalu mengajak kepadanya, sementara aku semakin lupa pada isteri dan
anak-anakku. Wajah dan kecerian mereka telah hilang lenyap tiada bekas
di hatiku. Meski aku hadir di tengah-tengah mereka, namun kehadiranku
bagaikan kapas yang melayang, terasa hampa tidak ada denyut kehidupan.
Ya, isteri dan anak-anak yang selama ini begitu aku cintai, kita tidak
berarti apa-apa bagiku. Yang ada dalam kesadaranku hanyalah Ratnawati.
Ya, bila aku berada di sisi Ratna, roh kehidupan mulai menyala, gairah
hidup kembali mengaliri aliran darahku. Di sana aku menemukan pelabuhan
hatiku.
Secara diam-diam, sepak terjangku yang telah berubah rupanya
diamati oleh isteriku. Karakterku yang berubah mengundang dia untuk
datang ke seorang sahabat untuk minta pendapat. Lewat Imron, sahabatku,
isteriku mendapat informasi aneh yang mengatakan bahwa ternyata aku
telah terbelenggu oleh kekuatan gaib yang tidak terlihat secara kasat
mata. Benarkah?
"Sadarlah, Mas Pras! Aku tahu kau begitu mencinta
wanita itu. Tapi cintamu itu bukan yang sewajarnya," geragap Hanna,
isteriku, suatu malam ketika kami bertengkar.
"Wanita yang mana? Aku tidak segila itu. Kau jangan berpikir yang macam-macam, ya!" sergahku.
"Aku
tidak mengada-ada, Mas! Aku tahu belakangan kaus ering bolak-balik ke
Yogya bukan untuk urusan bisnis. Tapi, kau melampiaskan nafsumu dengan
wanita itu, bukan?"
Dadaku panas terbakar mendengar omongan Hanna
yang begitu menusuk itu. Untunglah aku bisa menahannya. Malahan, aku
membalasnya dengan tak kalah pedas.
"Aku memang mencintai wanita itu. Lantas kau mau apa? Mau cerai? Okey, secepatnya kita urus!"
Hanna
menangis sesunggukan. "Bukan itu yang kuinginkan, Mas. Walau
bagaimanapun aku tak ingin rumahtangga kita hancur. Sadarlah, wanita itu
bukan apa-apa bagimu. Menurut Imron, kau telah diguna-gunai oleh wanita
itu."
"Guna-guna? Ah, persetan!" aku tetap bersikukuh menepis dugaannya.
Namun,
tanpa sepengathuan Hanna, aku temui Imron, sekaligus untuk
mendampratnya. Tapi Imron mengajakku untuk membuktikan ucapannya.
"Supaya
kau tidak marah-marah, baiklah mari sama-sama kita buktikan bahwa
perempuan bernama Ratna itu telah mengguna-gunaimu," kata Imron, tenang
sekali.
"Bagaimana caranya?" tantangku.
"Ajaklah aku ke rumah Ratna!" jawab Imron.
"Baiklah kalau begitu. Tapi ingat, kalau sampai tak terbukti, aku akan segera menikahi perempuan itu," tantangku.
Di
tengah rasa penasaranku, kuajak Imron ke rumah Ratna. Sebelum sampai di
rumahnya Imron telah menetralisir efek gaib yang ada dalam pikiranku,
yang selama ini telah menggerakkan naluri batinku dengan perasaan jiwa
garis kesadaran.
Senja membuka tabir yang melukiskan tentang jati
diri Ratnawati sebenarnya. Dia yang mempesona, dia yang kupuja selama
ini, dia yang nyaris meluluhlantakan rumah tanggaku, ternyata hanya
fatamorgana yang membiuskan pandanganku, mata yang polos, jiwa yang
tidak terkonsentrasi telah menyita pada satu sosok yang penuh dengan
polesan magis. Sebab, begitu dipandang, terlihat pada dirinya satu jiwa
menjadi dua sikap yang membuatnya bisa tampil berbeda. Di satu sisi
wajahnya begitu cemerlang, di lain sisi ada juga kekuatan gaib yang
menarik sukmaku untuk selalu ingat padanya.
Imron hanya tersenyum melihat keterpanaanku. Dia berbisik kepadaku, "Bagaimana kalau kubuka jati dirinya di hadapanmu?"
Aku hanya mengangguk.
Selanjutnya
Imron mulai meneropong hal-hal yang terkait dengan dunia mistik pada
diri Ratna, mulai dari susuk yang dipasang di sekitar wajahnya, sampai
Pelet Penarik Sukma yang dicampur dalam air minum sebagai media, yang
selama ini selalu kureguk. Bahkan Imron menyinggung tentang guru
spiritual Ratna yang ada di daerah pesisir Selatan.
Ratna tertunduk
malu setelah Imron menelanjangi jati dirinya. Lama dia terdiam. Lalu
dari kedua kelopak matanya keluar tetesan air bening. Dengan sendu dia
bercerita tentang dirinya.
"Kejadiannya sudah lama sekali. Ya,
mungkin pengaruh lingkungan yang serba glamour mengakibatkan berdampak
pada angan-anganku yang terlalu tinggi. Aku selalu mendambakan kemewahan
dan tumpukan harta. Aku ingin mendapatkannya tanpa harus kerja.
Akhirnya aku menempuh jalan pintas dengan mendatangi orang pintar dan
belajar seperangkat ilmu magis darinya."
Begitulah cerita Ratna. Dia
mengaku dari petualangnnya selama ini telah banyak laki-laki yang
dijeratnya, dam sudah banyak pula harta benda yang terkumpul, hingga
akhirnya dia berkenalan denganku, yang kemudian mampu membuka tabir
kehidupannya.
Dengan wajah menyesal Ratna berjanji akan menghilangkan
prilakunya yang buruk, apalagi kalau aku bersedia menjadi suaminya,
untuk membimbingnya ke jalan yang benar. Aku hanya tersenyum getir
mendapat tawaran itu, mengingat pikiranku seketika terbayang pada
anak-anak dan isteriku.
Itulah kisah asmara gaib yang aku alami.
Meski Ratnawati nyaris menghancurkan hidupku, namun aku selalu berdoa
semoga Ratna mendapat jodoh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Doaku
memang terkabul. Beberapa bulan yang silam, aku mendapat SMS darinya
yang mengabarkan bahwa dia sudah menikah dengan seorang duda. Aku balik
mengirim SMS dengan kalimat: "Pegang teguh janjimu sampai akhir nanti.
Selamat menempuh hidup baru, kekasih."
Ratna membelasnya: "Thx, doakan aku selalu setia dengan janjiku. Semoga Tuhan mempertemukan kita kembali."
Tapi, aku tak pernah berharap lagi untuk bertemu dengannya. Biarlah semua ini menjadi sejarah hidupku...