HARTA KARUN YANG DI JAGA JIN
Konon, harta karun berupa lantakan perhiasan emas itu merupakan
peninggalan Tuanku Datuk Tambusai. Dedengkot gaib yang menjaganya
berwujud sosok kera putih raksasa mirip Hanoman. Siapapun bisa
mengangkatnya. Asalkan....
Perekonomian Indonesia terus
terpuruk. Moralitas masyarakat pun semakin terancam oleh produk-produk
kebudayaan asing yang sama sekali tidak sesuai dengan karakter bangsa.
Karena itulah, kita harus senantiasa berhati-hati dalam mensikapi segala
macam pengaruh negatif. Hal ini penting kita lakukan demi tegaknya
negeri tercinta ini.
Dalam kesempatan kali ini saya akan
menceritakan pengalaman yang cukup menegangkan, yang ada hubungannya
dengan kesulitan dalam mencari dan mencoba merubah nasib dari
keterpurukan ekonomi yang kian parah. Bahkan kejadian yang saya alami
ini, saya meyakinnya, pasti bukan hanya saya saja yang mengalaminya. Ya,
mungkin puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang yang telah mengalaminya.
Harapan saya, mudah-mudahan apa yang saya alami dan banyak suadara kita
yang lain lakoni ini, mungkin bisa diambil hikmah dan pelajaran di
dalamnya. Supaya kita di kemudian hari, kita tidak terjebak dalam
hal-hal yang musykil dan di luar jangkuan pemikiran kita manusia normal
pada umumnya.
Waktu itu, saking didorong rasa ingin tahu dan
keinginan untuk membuktikan adanya dunia alam lain, yang konon ceritanya
menyimpan berbagai misteri, terutama prihal adanya dana gaib dan harta
karun yang terpendam di dalamnya, maka saya nekad melakukan apa yang
sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Waktu itu saya
mendengar ada sejumlah orang yang telah sanggup atau mampu untuk
melakukan ritual transaksi peminjaman atau penarikan dana gaib. Tepatnya
menarik harta karun yang terpendam di berbagai lokasi yang diyakini
sebagai tempat penyimpanannya. Harta dimaksud disebutkan sebagai barang
peninggalan dari kerajaan atau kesultanan zaman dahulu.
Berbekal
informasi yang ada, rencana perburuan harta karun itu mulai saya susun
bersama dengan beberapa orang teman. Sesuai dengan rencana, ritual
perburuan akan kami lakukan di sebuah hutan yang di daerah Riau,
Sumatera Barat. Ada bagian dari kawasan hutan ini yang disebut-sebut
sebagai letak penyimpanan harta karun dari suatu kesultanan tempo dulu.
Bahkan disebutkan kalau bagian hutan ini dulunya merupakan lokasi istana
kesultanan dimaksud. Karena begitu angker, maka masyarakat setempat
menyebut titik rimba belantara ini sebagai Hutan Larangan.
Menurut
cerita masyarakat setempat, yang kemudian diperkuat dengan teropong
batin kami dan ahli spiritual lain,, memang pada titik ini terdapat
banyak sekali harta terpendam yang merupakan milik kerajaan Tuanku Datuk
Tambusai pada zaman silam.
Kami memulai perburuan gila itu persis
pada alam tanggal 12 Januari 2006. Setelah kami mempersiapkan semua
keperluan ritual, dengan bekal keyakinan dan mohon doa serta
perlindungan dari Allah SWT, kami yang beranggotakan 5 orang yang
salah-satunya sebagai petunjuk jalan, bergerak menuju lokasi Hutan
Larangan.
Anggota rombongan ini persisnya saya berdua dengan adik
perguruan saya, dan yang 2 orang lagi bertugas untuk berjaga-jaga di
lokasi perburuan, sementara yang seorang adalah penunjuk jalan yang kami
bayar. Memang, orang ini disebut-sebut sebagai yang tahu persis di mana
titik Hutan Larangan yang konon menyimpan harta karun Tuanku Datuk
Tambusai itu.
Kebetulan sekali, waktu itu bertepatan dengan
terjadinya huru-hara mencekam yang disebabkan oleh amukan gajah-gajah
hutan yang menyerang para penduduk di sekitar hutan, akibat habitat
alamiah mereka yang terusik. Akibat kemarahan gajah-gajah ini, penduduk
akhirnya bersiasat menjebak mereka. Akhirnya, banyak sekali gajah yang
mati karena diracuni oleh warga ketika itu. Karena banyaknya gajah yang
mati, beberapa bagian hutan dipenuhi dengan bau busuk bangkai yang
memuakkkan. Bahkan, beberapa kali kami menemukan bangkai gajah yang
telah membusuk dan dikerubungi belatung-belatung menjijikkan.
Hari
itu, perjalanan kami tempuh selama hampir 8 jam. Perjalanan ini
persisnya kami mulai dari kota Bagan Batu. Dan beberapa kali kami harus
melewati pos penjagaan perkebunan sawit, karena memang lokasi perburuan
yang akan kami tuju letaknya di dalam hutan yang dikelilingi oleh
perkebunan sawit.
Tepat pukul 23.20 WIB, kami tiba di lokasi
perburuan. Tanpa membuang waktu lagi, kami langsung melakukan ritual
untuk melakukan proses transaksi penarikan. Ritual ini kami awali dengan
meminta izin dari lelembut penguasa Hutan Larangan.
Berbagai doa
keselamatan kami panjatkan, agar kami terhindar dari pengaruh negatif
kawasan tersebut. Dalam ritual ini tak ketinggalan pula muncul berbagai
makhluk gaib yang ada di situ. Mereka berhasil kami jumpai melalui
kekuatan batiniah tingkat tinggi. Namun, dari sekian banyak makhluk
halus itu suma satu makhluk yang berbentuk seperti monyet putih, atau
biasa disebut dengan Hanoman, yang sepertinya ingin menghalangi maksud
kedatangan kami.
Namun, syukurlah! Setelah kami melakukan ritual
komunikasi dan transaksi penarikan harta tersebut, kami mendapat
kesepakatan dengan semua gaib yang ada. Termasuk dengan sosok kera putih
mirip Hanoman itu. Intinya, kami diizinkan untuk mengambil keberadaan
harta yang terpendam selama ratusan tahun tersebut. Jumlahnya amat
fantastis! Mungkin tidak terhitung lagi.
Berdasarkan hasil
terawangan gaib kami, ditambah dengan penjelasan lelembut yang
menguasainya, diketahui kalau semua harta tersebut kebanyakan berbentuk
barang jadi, seperti: perhiasan, dan perabotan yang terbuat dari emas.
Setelah berhasil meneropong keberadaan harta karun yang kami buru, dan
kami juga telah berhasil bernegosiasi dengan makhluk halus yang
menguasainya, untuk sekedar menghimpun energi, beberapa saat lamanya
ritual kami hentikan. Untuk sementara waktu, kami melakukan musyawarah,
yang intinya untuk mencari kesepakatan bagaimana baiknya untuk
melanjutkan proses penarikan harta tersebut. Karena kami yakin bahwa
kalau kita berhubungan dengan yang namanya makhluk gaib, tidak semudah
yang dibayangkan. Apalagi hal ini,menyangkut harta karun yang selama ini
telah mereka kuasai.
Proses penarikan kami lanjutkan setelah kami
peroleh kesepakatan dengan anggota bahwa kami akan meminta bukti
terlebih dahulu keberadaan barang tersebut, sekaligus untuk membuktikan
bahwa barang tersebut adalah emas asli.
Masalahnya, yang kami
takutkan adalah ritual itu akan berakhir percuma. Setelah capek-capek
kami keluar tenaga, biaya dan pikiran, tidak tahunya yang kami dapatkan
bukan emas. Ya, umumnya hanya berupa Kuningan Sari, seperti yang selama
ini sering terjadi.
Untuk itulah, kembali kami melakukan proses
negoisasi kepada gaib yang menguasai tempat itu, khususnya harta karun
dimaksud. Ya,. dengan kesepakatan kami meminta bukti terlebih dahulu,
maka diharapkan ritual bisa berjalan sukses.
Setelah memakan waktu
lebih satu jam kami melakukan negosiasi, akhirnya tercapailah
kesepakatan. Intinya, kami diizinkan untuk mengambil beberapa macam
jenis harta karun yang terpendam.
Tepat pukul 1.30 WIB, kami telah
selesai melakukan proses negoisasi. Dari negosiasi gaib itu kami
memperoleh kesepakatan untuk penarikan harta karun yang dijanjikan
terhadap kami. namun hal itu harus dilakukan esok harinya. Tepatnya
pukul 12.00 WIB, atau ba'da sholat Dzuhur.
Malam itu, kami beranjak
dari lokasi perburuan untuk kembali lagi besok siangnya. Dalam
perjalanan pulang ke tempat peristirahatan kami yang tidak jauh dari
lokasi perburuan, semua anggota termasuk saya, tidak banyak mengeluarkan
kata-kata. Maklumlah, keadaan kami waktu itu memang sudah sangat letih.
Bahkan, sebagian anggota ada yang tertidur di mobil.
Sampai tiba
di tempat peristirahatan tidak banyak yang kami lakukan. Setelah sholat
malam, kami langsung mencari tempat masing-masing untuk merebahkan
badan.
Esok harinya, kami berangkat lagi menuju lokasi perburuan,
dengan anggotan yang masih tetap seperti kemarin. Tepat waktu Dzuhur,
kami tiba di lokasi dan langsung melakukan shalat Dzuhur berjamaah.
Selesai melaksanakan shalat, tanpa membuang waktu lagi, kami langsung
melakukan ritual penarikan.
Ternyata, ritual penarikan ini tidaklah
mudah. Sialnya lagi, si Hanoman yang menjadi dedengkot gaib penguasa
harta karun itu malah ingin melakukan negosiasi ulang. Dia menginginkan
penarikan dilakukan tengah malam nanti.
Ringkas cerita, tepat pukul
12.20 malam, kami mulai melakukan proses penarikan. Celakanya, seorang
anggota kami yang bertugas menjaga kami dari gangguan binatang gajah
tiba-tiba muncul sambil berteriak-teriak ketakutan. Rupanya, dia melahit
ada gajah yang berlari marah dari ketinggian sekitar 300 meter di atas
bukit.
"Oooiii...! Pergi dulu dari situ. Di depan ada Datuk Gadang
yang sedang marah menuju ke arah kalian!" Demikian teriak sang teman
dari atas bukit.
Yang dimaksud Datuk Gadang adalah gajah sepuh yang
sudah dianggap sebagai ketua suku para gajah itu. Karena itulah, demi
mendengar teriakan ini, tidak menunggu lama lagi, kami langsung pergi
dari areal penyedotan harta, menuju ke atas bukit. dari sini, kami bisa
melihat keberadaan gajah-gajah yang sedang marah tersebut. Mereka menuju
ke arah lokasi tempat penarikan.
Selang beberapa saat setelah kami
rasa situasi sudah aman, kami melanjutkan proses penarikan. Proses
penarikan ini tidak memakan waktu lama. Mungkin hanya sekitar setengah
jam. Ya, kami sudah mendapatkan beberapa buah perhiasan.
Memang,
menurut petunjuk dari gaib, di situlah lokasi dimana kami akan diberikan
beberapa contoh perhiasan yang akan kami buat sebagai bukti keberadaan
harta karun tersebut, sekaligus memastikan keasliannya.
Setelah
selesai ritual, kami kembali melakukan doa keselamatan dan bersyukur ke
hadirat Allah SWT, sebab kami telah selamat dan dilindungi dari pengaruh
gaib selama proses transaksi, sampai dengan proses penarikan.
Besoknya, siang tepat pukul 13.40 WIB, kami kembali ke tempat
peristirahatan untuk melakukan musyawarah dan menyusun rencana guna
melakukan proses selanjutnya.
Setelah kami periksa semua barang,
ternyata yang kami dapat adalah memang emas murni. Namun hingga tiba
malam berikutnya, kami masih belum mendapat keputusan untuk menentuk
langkah apa yang akan kami tempuh guna proses selanjutnya.
Sampai
tiba waktunya, tepat pukul 12.00 malam, tanggal 14 Januari 2006, adik
saya mendapat kontak batin kembali dari monyet putih mirip Hanoman,
makhluk dedengkot penunggu Hutan Larangan. Dikatakan bahwa barang harus
segera diangkat dari tempat itu sebelum masuk bulan purnama yang akan
datang.
Malam itu juga, saya melakukan kontak batin melalui adik
saya. Semua anggota terkejut bukan kepalang, dan langsung mengucapkan
Istighfar mohon ampunan kepada Allah SWT. Dari kontak batin itu,
penunggu Hutan Larangan mau menyerahkan semua harta karun yang ada
disitu dengan satu syarat, yakni: kami harus mengorbankan salah satu
dari anggota kami di lokasi keramat itu. Persisnya, sang gaib meminta
agar kami membunuh Firman, sebutlah begitu, yang masih adik keponakan
dari saya, dan harus melakukannya pada titik lokasi penyimpanan harta.
Alasan gaib itu memintanya bukan tidak tanpa landasan, tapi karena
memang kondisi Firman pada waktu itu sedang "Darah Manis", istilah untuk
menyebutkan bahwa yang bersangkutan akan melangsungkan pernikahan
seminggu kemudian.
Tentu saja kami menentang permohonan. Lebih baik
tak mendapatkan segram emas pun daripada harus mengorbankan nyawa
Firman yang sangat taat beribadah itu.
Demikianlah kisah yang saya
lakoni sendiri. Kisah ini mungkin hanya sekelumit kesaksian dari mereka
yang memiliki sifat tamak dan ketidakpuasan dari apa yang Allah berikan
terhadap umatNya. Untuk itulah, semoga kita bisa memetik hikmah dari
ini. Semoga kita tidak tergoda untuk melakukan langkah sesat yang
dimurkai Tuhan.