Keahlian berkomunikasi dengan makhluk angkasa luar dengan telepati
kabarnya dimiliki oleh sekelompok masyarakat terasing di Amazon. Sebelum
melakukannya mereka biasanya melakukan sebuah upacara ritual dengan
minum-minuman yang terbuat dari pohon anggur liar yang tumbuh merambat
yang mempunyai nama botani Banisteriopsis caapi.
Minuman tersebut mereka sebut Yajee. Jika diteliti secara ilmiah,
minuman tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang bersifat
halusinogen, seperti yang terdapat dalam obat-obatan psikotropika.
Bedanya jika halusinasi dari obat-obatan tersebut menghasilkan gambaran
yang sangat variatif antara satu orang dengan yang lainnya, tidak
demikian halnya dengan Yajee.
Bahkan pada orang yang baru saja memakai Yaje dan sama sekali tidak
mengenal budaya masyarakat tersebut, ia akan mengalami gambaran
halusinasi yang sama, yaitu berupa harimau atau ular besar. Ketika para
seniman diminta untuk melukis setelah meminum Yajee, hasilnya boleh
dikatakan standar. Sehingga seseorang bisa mengenali apakah gambar itu
dibuat setelah minum dua, tiga atau empat gelas Yaje.
Efek lain dari minuman tersebut adalah membuat orang yang meminumnya
mempunyai kemampuan untuk memasukkan pikirannya ke dalam benak orang
atau makhluk lain. Kemampuan tersebut dikenal dengan telepati, yang
dipicu oleh zat yang terkandung dalam minuman yang disebut dengan
harmine. Itulah yang menerangkan kenapa dukun di sana dengan mudahnya
‘mendatangkan’ binatang dari hutan untuk dijadikan hewan persembahan.
Sebenarnya efek halusinogen tidak harus datang dari zat kimia
obat-obatan ataupun tanaman. Pada dasarnya adalah bagaimana memicu
kemampuan perspektif dari otak. Nyatanya banyak praktek dukun yang tidak
memakai obat-obatan. Mereka bisa mendapatkan kondisi ‘tak sadar’ cukup
misalnya dengan memukul genderang, meditasi, tarian hiruk pikuk ataupun
berpuasa.
Kondisi khusus di mana orang bisa memproyeksikan pikirannya pada orang
lain, sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah. Banyak halusinogen
dikenal sebagai penyebab berbagai tahap synaesthesia, yaitu terbentuknya
gambaran menurut indera tertentu akibat rangsangan indera lain. Dalam
kondisi ini orang bisa mampu ‘mendengar’ warna, ‘mengecap’ bentuk,
ataupun ‘melihat’ suara.
Pada beberapa orang, synaesthesiamalah merupakan kemampuan permanen,
semacam indera tambahan yang dibawa sejak lahir dan diturunkan. Dalam
penyelidikan tentang synaesthesia, ditemukan bahwa ada keseragaman dalam
indera penerimaan mereka. Not B-mol, misalnya, selalu memunculkan warna
hijau, sedangkan A-kruis dikenali sebagai kuning.
Ada kemungkinan juga synaesthesia bukanlah bakat aneh, namun potensi
yang terdapat pada manusia umum. Mereka yang mampu mengalami
synaesthesia barangkali tidak mempunyai zat dalam gen yang mampu
menghambat munculnya kemampuan itu.